Standard Post with Image
REGULATOR

Tak Hanya Kredit, Surat Berharga Juga Alami Pertumbuhan Aset Produktif Perbankan

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis data yang menarik terkait pertumbuhan aset produktif perbankan pada bulan Januari 2024. Tak hanya kredit yang menunjukkan pertumbuhan, tetapi juga surat-surat berharga menjadi sorotan utama.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, "Pertumbuhan aset produktif perbankan terus berlanjut, tidak hanya pada kredit, namun juga pada surat-surat berharga yang dimiliki dan penempatan (aset) pada bank lain."

Namun, ada catatan menarik dari Rae. Ia menyebutkan bahwa pertumbuhan aset perbankan yang ditempatkan pada Bank Indonesia (BI) mengalami kontraksi. Rae menjelaskan, "Meskipun merupakan aset produktif yang sangat likuid, penempatan pada BI mengalami kontraksi, namun kami tetap optimis bahwa semua aset produktif perbankan akan tumbuh positif tahun ini."

Dalam proyeksi ke depan, Rae memaparkan bahwa rencana bisnis yang telah disampaikan oleh bank menunjukkan target peningkatan hampir di seluruh komponen aset produktif pada tahun 2024, termasuk penempatan pada BI dan surat-surat berharga.

Tak hanya itu, Rae juga menyoroti pentingnya dana pihak ketiga (DPK) dalam struktur keuangan perbankan. "DPK tetap menjadi sumber penghimpunan dana utama perbankan, mencapai rasio 76,26 persen dari total sumber dana per Januari lalu," ujarnya.

Sementara pertumbuhan pinjaman yang diterima oleh perbankan terus meningkat, OJK mencatat bahwa nominalnya masih belum menyaingi signifikansi DPK. Rae menambahkan, "Perbankan tidak hanya mengandalkan sumber dana dari pihak ketiga, tetapi juga mengandalkan pendanaan yang diperoleh dari laba dan dana pemegang saham."

Pertumbuhan yang signifikan pada aset produktif perbankan, khususnya dalam hal diversifikasi investasi seperti surat-surat berharga, memberikan gambaran optimis bagi industri keuangan Indonesia dalam mencapai stabilitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Standard Post with Image
REGULATOR

OJK Optimistis Kendalikan Tantangan Risiko Kredit di Sektor Perbankan

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sejumlah tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan terkait pengelolaan kredit berisiko (loan at risk/LaR) pada tahun ini. Meski demikian, OJK tetap optimistis bahwa risiko LaR dapat terjaga dengan baik.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, OJK terus memantau perkembangan LaR industri perbankan dan yakin bahwa perbankan dapat menjaga risiko kredit di tingkat yang terkendali. Dia menyatakan, "Meskipun terdapat beberapa tantangan ke depan seperti berakhirnya aturan restrukturisasi Covid-19 sepenuhnya pada 2024."

Dian menambahkan bahwa OJK akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024, setelah sebelumnya telah memperpanjangnya secara terbatas hingga Maret 2024 untuk tiga segmen dan wilayah tertentu saja. Tantangan lain yang dihadapi termasuk ketidakpastian global yang mempengaruhi permintaan, kebijakan suku bunga tinggi, dan volatilitas nilai tukar.

OJK terus mendorong perbankan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan selektif dalam menyalurkan kredit baru maupun yang sudah ada serta meningkatkan pencadangan untuk mengantisipasi pemburukan kualitas kredit.

Meskipun LaR di industri perbankan pada Januari 2024 mencapai 11,6%, naik dari bulan sebelumnya, sejumlah perbankan telah mempersiapkan langkah-langkah untuk mengatasi tantangan tersebut.

Direktur Manajemen Risiko PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), Agus Sudiarto, menyatakan bahwa BRI telah melakukan antisipasi terkait kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 yang akan berakhir. "Tinggal makro ekonomi kita perhatikan," katanya.

BRI juga telah menyiapkan pencadangan yang memadai untuk menghadapi akhir relaksasi tersebut. Agus mengungkapkan optimisme bahwa kredit bermasalah dan kredit berisiko akan tetap dalam tren turun meski relaksasi dicabut.

Sementara itu, Direktur Finance PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Novita Widya Anggraini, menyatakan bahwa BNI terus melakukan pengkajian berkala atas sejumlah tantangan, termasuk dari pencabutan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19.

Novita menyampaikan keyakinannya bahwa pencabutan restrukturisasi tidak akan berdampak signifikan terhadap peningkatan risiko kredit, dengan NPL diproyeksikan tetap di bawah 2%.

Dari sisi pencadangan, BNI telah menyiapkan NPL coverage pada level 319% per Desember 2023, sementara LaR coverage pada level 52,7%.

OJK terus memantau perkembangan dan memberikan dorongan agar perbankan dapat mengatasi tantangan dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.

Standard Post with Image
REGULATOR

10 BPD Bersatu Bentuk Kelompok Usaha Bank untuk Penguatan Permodalan

BPRNews.id - Sebanyak 10 bank pembangunan daerah (BPD) di Indonesia akan membentuk kelompok usaha bank (KUB) guna memperkuat permodalan, menindaklanjuti kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menetapkan modal inti minimum (MIM) paling sedikit Rp3 triliun paling lambat pada 31 Desember 2024.

"Dalam rangka konsolidasi BPD, pada posisi 29 Februari 2024, terdapat 10 BPD yang akan membentuk KUB, dengan empat calon bank induk/pelaksana bank induk," ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae.

Dian menjelaskan bahwa dari 10 BPD tersebut, satu BPD telah menyelesaikan proses perizinan di OJK, satu BPD sedang dalam tahap penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS), lima BPD telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU), dan tiga BPD sedang dalam tahap penjajakan dengan calon bank induk.

OJK berupaya agar bank milik pemerintah daerah dapat memenuhi MIM paling sedikit Rp3 triliun sebelum batas waktu yang ditetapkan. Salah satu langkah yang diambil adalah melalui konsolidasi BPD dalam bentuk kelompok usaha bank.

Selain memastikan komitmen dan kinerja bank induk, OJK juga menetapkan bahwa bank induk harus memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai untuk mendukung anggota KUB dalam penguatan permodalan dan likuiditas.

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, pertumbuhan ekonomi daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional, dengan BPD memegang peran penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian lokal.

OJK mencatat bahwa aset BPD terus meningkat terhadap total aset perbankan nasional, menunjukkan pentingnya peran BPD dalam perekonomian daerah.

Untuk mendukung penguatan BPD dan perekonomian daerah, OJK melakukan langkah penguatan dan konsolidasi BPD serta memprioritaskan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah melalui seluruh kantor OJK di wilayah kerjanya masing-masing.

Standard Post with Image
REGULATOR

OJK: Penguatan Profesi Manajemen Risiko Vital di Sektor Jasa Keuangan

BPRNews.id - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sophia Wattimena, menekankan pentingnya penguatan peran profesi manajemen risiko di sektor jasa keuangan mengingat perkembangan industri jasa keuangan dan perekonomian yang sangat cepat.

"Setiap risiko di era kini terkoneksi satu sama lain dan memiliki pola yang kompleks, saling terhubung dan mempengaruhi bisnis industri, pemerintah, maupun masyarakat," ujar Sophia yang juga merangkap sebagai Ketua Dewan Audit OJK.

Sophia menjelaskan bahwa isu-isu seperti cyber security, business continuity, dan human capital menjadi tiga top risks di organisasi di regional Asia Pasifik. Di Indonesia, terkait dengan keberlanjutan bisnis dan human capital, ditambah dengan risiko perlambatan ekonomi, menjadi fokus utama risiko.

Dalam "Kick Off Meeting Profesi Manajemen Risiko Sektor Jasa Keuangan Tahun 2024" di Jakarta, Sophia menekankan pentingnya penguatan integritas dan kompetensi profesi bidang manajemen risiko di industri jasa keuangan untuk meningkatkan kualitas pencegahan risiko.

"Kick-Off Meeting" tersebut adalah kegiatan tahunan dari Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) yang bertujuan untuk memberikan orientasi kepada praktisi serta profesional manajemen risiko di sektor jasa keuangan.

Sophia juga mengingatkan berbagai tantangan risiko yang dihadapi sektor jasa keuangan tahun ini, termasuk terkait dengan kebijakan stimulus COVID-19 yang akan berakhir, penguatan permodalan lembaga jasa keuangan, dan implementasi standar baru terkait APU PPT serta Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.

Sebagai regulator, OJK terus berupaya menguatkan sektor jasa keuangan melalui kebijakan-kebijakan, termasuk fungsi governance, risk, and compliance (GRC), sambil memperhatikan tantangan interkoneksi dan kompleksitas risiko yang terus berkembang. Kolaborasi dan sinergi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk profesi manajemen risiko, juga menjadi fokus dalam upaya memperkuat kompetensi di bidang GRC dan teknologi informasi, dengan tetap menjaga prinsip governansi yang baik, integritas, dan keberlanjutan.

Standard Post with Image
bank umum

Bank Digital Tawarkan Bunga Deposit Tinggi, OJK Dorong Pelindungan Nasabah

BPRNews.id - Sejumlah bank digital di Indonesia menawarkan bunga deposito tinggi hingga 8,75% untuk menarik simpanan nasabah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan dan mendorong penerapan pelindungan nasabah dalam konteks ini.

Menurut laman resmi OJK, beberapa bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO) menawarkan bunga deposito sebesar 5% per tahun. PT Allo Bank Tbk. (BBHI) menawarkan deposito dengan suku bunga mulai dari 4% hingga 6%, sementara SeaBank dan Superbank menawarkan bunga simpanan sebesar 6%. PT Bank Neo Commerce Tbk. (BYBB) juga menghadirkan produk deposito Neo WOW dengan bunga hingga 8%. Tidak ketinggalan, PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI) menawarkan produk simpanan dengan suku bunga tinggi hingga 8,75%.

Bunga yang ditawarkan oleh bank digital ini berada di atas tingkat bunga penjaminan yang ditentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang pada periode Februari-Mei 2024 sebesar 4,25%. Hal ini berarti simpanan nasabah tersebut tidak masuk dalam program penjaminan LPS.

Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, mengungkapkan bahwa OJK terus mendorong penerapan pelindungan nasabah, terutama terkait transparansi, edukasi konsumen, serta pengawasan dan regulasi.

"OJK senantiasa mendorong perbankan untuk memberikan informasi yang jelas dan lengkap tentang produk mereka, termasuk apakah suatu produk dijamin oleh LPS atau tidak," kata Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis.

Lebih lanjut, Dian menekankan pentingnya edukasi keuangan bagi nasabah guna membuat keputusan yang informasi tentang produk keuangan yang mereka gunakan.

Sementara itu, Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner LPS, mengatakan alasan bank digital menawarkan suku bunga tinggi karena persaingan dan ekspansi bisnis yang menginginkan penghimpunan dana untuk menopang ekspansi kredit yang lebih masif.

"Dalam rangka kompetisi dan ekspansi bisnis, beberapa bank digital memberikan iming-iming bunga simpanan tinggi," tutur Purbaya Yudhi Sadewa.

OJK dan LPS terus mengawasi perkembangan ini untuk memastikan bahwa nasabah mendapatkan perlindungan yang memadai dan transparansi dalam transaksi keuangan mereka.

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News