BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed masih dilema terkait kebijakan suku bunga acuan. Wakil Ketua DK OJK, Mirza Adityaswara, mengatakan hal itu menimbulkan ketidakpastian di tengah pelaku pasar.
"Jadi The Fed kayaknya bingung juga, jadi tadinya orang bilang The Fed pasti akan turunkan suku bunga akhir tahun lalu. Sekarang bilang bahwa di Maret ternyata nggak terjadi apa-apa. Orang bilang sekitar Juni suku bunga AS turunkan bunga, ada yang bilang bukan Juni tapi semester 2 2024," ujarnya, Senin (18/3).
Menurutnya, keputusan The Fed belum menurunkan suku bunganya hingga saat ini karena perekonomian di negara adidaya tersebut masih kuat. Hal itu tercermin dari inflasi yang belum mengarah ke angka 2%.
"The Fed inginnya inflasi 2%. Sekarang sudah turun tapi belum turun seperti yang diharapkan oleh The Fed," sebutnya.
Sementara itu, Mirza menilai , sektor jasa keuangan di Indonesia sendiri masih kuat. Hal itu tercermin dari angka pertumbuhan kredit tahun 2023 yang berada pada kisaran 10%-11%.
Apalagi, lanjutnya, pemilihan umum yang sudah berakhir membuat pelaku usaha dan pengusaha dapat melanjutkan ekspansi bisnisnya.
"Pada waktu kuartal 4 tahun lalu bahwa hasil survei bahwa banyak perusahaan-perusahaan yang menunda pengeluaran dan investasi. Sekarang pemilu selesai tak ada putaran kedua maka perusahaan terutama perusahaan besar bisa mengeluarkan capex [belanja modal]," jelasnya.
Menurutnya, kondisi saat ini sangat positif untuk iklim ekonomi di Indonesia yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan akselerasi kredit perbankan.
BPRNews.id - Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau, Endang Nuryadin, mengungkapkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan semakin meningkat.
"Pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) stabil, sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di tingkat yang wajar," ujar Endang Nuryadin, Senin (18/3/2024).
Menurutnya, Non Performing Loan (NPL) berada di kisaran 2-2,48 persen, yang masih di bawah batas yang ditentukan oleh OJK.
Dari catatan OJK, terjadi peningkatan sebesar 18 persen atas nilai kepemilikan portofolio efek saham masyarakat Riau dari periode 2021 hingga 2023.
"Pertumbuhan sektor jasa keuangan di Riau juga didorong oleh kegiatan edukasi yang telah dilakukan oleh OJK. Sejak awal Januari hingga 18 Maret, OJK Riau telah melaksanakan kegiatan edukasi keuangan yang diikuti oleh 2.482 peserta di seluruh Riau," tambahnya.
Meskipun meningkatnya jumlah pengaduan merupakan indikator bahwa OJK telah berhasil memberikan edukasi, namun OJK juga menekankan pentingnya kehati-hatian bagi masyarakat.
"Masyarakat diimbau untuk memahami profil risiko dan tujuan keuangan mereka sebelum memilih instrumen investasi. Berhati-hatilah dalam investasi. Pastikan bahwa mereka yang berinvestasi itu berada di entitas yang legal dan terpercaya," tutupnya.
BPRNews.id - Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) telah mengambil langkah tegas terhadap Bartle Bogle Hegarty (BBH) Indonesia dan Smart Wallet, yang diduga terlibat dalam aktivitas penipuan dan tidak memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut pernyataan resmi Satgas PASTI, BBH Indonesia, yang menggunakan nama Bartle Bogle Hegarty (BBH), sebuah agensi periklanan terkemuka dari Inggris, telah terlibat dalam praktik penipuan dengan menjanjikan pekerjaan paruh waktu melalui aplikasi yang mereka sediakan.
"Setelah investigasi dan koordinasi yang intensif, Satgas PASTI menyimpulkan bahwa kegiatan BBH Indonesia merupakan bentuk penipuan dan melanggar izin yang diberikan oleh Kementerian Investasi/BKPM," ungkap pernyataan tersebut.
Satgas PASTI juga telah mengambil tindakan serupa terhadap Smart Wallet, yang diduga terlibat dalam penghimpunan dana tanpa izin resmi di Indonesia melalui modus robot trading/expert advisor dan sistem multi-level marketing.
"Dalam upaya menjaga keamanan finansial masyarakat, Satgas PASTI menegaskan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap modus penipuan dengan tawaran pekerjaan paruh waktu dan sistem deposit," lanjut pernyataan resmi tersebut.
Selain itu, dalam pernyataan resmi yang diterbitkan di website OJK, disebutkan bahwa Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI juga telah mengambil langkah pemblokiran terhadap Smart Wallet.
"Tindakan tegas akan terus diambil oleh Satgas PASTI untuk menjaga keamanan finansial masyarakat," demikian pernyataan tersebut ditutup.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali tengah menggalakkan kolaborasi dan sinergi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah di wilayah tersebut. Upaya ini dilakukan melalui optimalisasi momentum Ramadhan 2024 dengan menggelar Program Gebyar Ramadhan Keuangan (Gerak) Syariah.
Menurut Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2022 menunjukkan bahwa Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah di Provinsi Bali masih relatif rendah, yakni sebesar 9,14 persen dan 12,12 persen. Angka tersebut jauh di bawah indeks nasional yang mencapai 49,68 persen dan 85,1 persen.
"OJK telah menyiapkan arah dan prioritas program literasi dan inklusi keuangan Syariah, termasuk akselerasi program edukasi keuangan syariah, pengembangan model inklusi dan akses keuangan syariah, penguatan infrastruktur, dan dukungan strategis dari pihak terkait," ungkap Puji Rahayu.
Program Gerak Syariah bertujuan untuk menyebarkan literasi dan inklusi keuangan syariah secara merata dan massif kepada masyarakat selama bulan Ramadhan. Ini merupakan upaya kolaboratif dan masif dari OJK dan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong pemahaman dan akses terhadap produk dan layanan keuangan syariah di Provinsi Bali.
Dalam pelaksanaan Gerak Syariah, OJK Provinsi Bali bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk usaha jasa keuangan syariah, asosiasi, organisasi keagamaan, komunitas, dan tokoh masyarakat. Salah satu bentuk kegiatan yang telah dilakukan adalah pelatihan literasi keuangan syariah, yang melibatkan berbagai pihak seperti Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Indonesia, Pegadaian, dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Pelatihan ini diikuti oleh 181 peserta dari berbagai kalangan, seperti keluarga besar ICMI, perwakilan ormas dan komunitas Islam, tokoh masyarakat, serta mahasiswa dan dosen agama Islam di Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Stikom Bali.
Melalui kolaborasi ini, diharapkan dapat mempercepat peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah di Provinsi Bali, sekaligus mendukung visi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah.
BPRNews.id - Vokalis Komisi XI DPR, Muhidin Mohamad Said, mengingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan asosiasi perusahaan pembiayaan untuk meningkatkan pengawasan terhadap tren naiknya permintaan pembiayaan, terutama kredit kendaraan bermotor dan platform 'Buy Now Pay Later' menjelang Ramadan dan Lebaran. Dalam pernyataannya, Muhidin mengungkapkan kekhawatiran akan meningkatnya kasus gagal bayar yang bisa terjadi jika tidak ada penanganan yang tepat.
"Mungkin karena mudahnya didapatkan kredit ini sehingga konsumen juga kadangkala tidak melihat kemampuannya, sehingga dia memaksakan diri untuk mengambil. Jadi pada saat pengembalian terjadi masalah, maka pihak pembiayaan tentu tidak mau rugi. Nah inilah yang jadi problem," ujar Muhidin dalam pernyataannya.
Muhidin meminta OJK untuk mencari solusi yang seimbang dalam menata pola pembiayaan yang sehat, dengan mengusulkan penerapan persyaratan kredit yang lebih ketat.
"Ini harus dicari suatu pola yang bagus, mungkin ada batasan, harus dilihat apakah layak diberikan pinjaman atau tidak, kalau tidak ya saya kira dibatasi. Kalau diluar negeri kita lihat bahwa permintaan dan penawaran itu seimbang. Jangan sampai meminjam itu gampang, mengembalikannya itu susah," tambahnya.
Selain itu, politikus senior tersebut juga mendorong OJK untuk meningkatkan edukasi dan selektivitas dalam verifikasi data calon debitur guna menghindari risiko gagal bayar dan potensi benturan di lapangan.
"Karena mungkin kurangnya edukasi pada saat mengambil itu merasa mudah, pada saat pengembaliannya merasa ada pemaksaan, kemudian ada saling ancam mengancam. Nah ini kan membuat suatu keresahan di tengah masyarakat. Ini yang harus kita jaga bersama, tidak terjadi merugikan pembiayaan dan masyarakat sehingga tidak terjadi benturan," tegas Muhidin.