BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bergerak cepat membayarkan klaim simpanan nasabah Bank Perekonomian Rakyat Jepara Artha (BJA) yang berlokasi di Jepara, Jawa Tengah, pada 29 Mei 2024.
Dalam waktu lima hari kerja sejak BPR Jepara Artha dicabut izin usahanya pada 21 Mei 2024, LPS telah membayar klaim penjaminan simpanan tahap I sebesar Rp61,5 miliar kepada 29.642 nasabah.
“LPS langsung bergerak melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar. Dalam waktu lima hari kerja setelah BPR Jepara Artha ditutup, LPS telah selesai melakukan verifikasi nasabah dan langsung melaksanakan pembayaran klaim penjaminan tahap I,” ujar Sekretaris Lembaga, Dimas Yuliharto, pada Rabu (29/5/2024).
Dimas menjelaskan bahwa nasabah penyimpan yang telah ditetapkan statusnya sebagai simpanan layak bayar dan dijamin oleh LPS dapat mengajukan pembayaran simpanannya melalui Bank Pembayar yang ditunjuk LPS, yaitu BRI KC Jepara, BRI Unit Pengkol, BRI Unit Batealit, BRI Unit Margoyoso, BRI Unit Welahan, BRI Unit Pelemkerep, BRI Unit Bugel, BRI Unit Ngabul, BRI Unit Srobyong, BRI Unit Bangsri, dan BRI Unit Kelet.
Dia juga mengimbau kepada nasabah BPR Jepara Artha yang belum termasuk dalam pembayaran tahap I agar tetap tenang dan tidak perlu khawatir, serta menunggu pengumuman pembayaran klaim penjaminan simpanan tahap berikutnya.
Sesuai Undang-Undang LPS, proses verifikasi harus diselesaikan paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan usaha, yaitu hingga 30 September 2024. Namun, LPS optimis dan menargetkan penyelesaian pembayaran seluruhnya kurang dari 90 hari kerja.
Penting diketahui, bagi para nasabah yang simpanannya dinyatakan layak dibayar, agar menyiapkan dokumen persyaratan yang diperlukan seperti identitas diri dan bukti kepemilikan simpanan semisal buku tabungan atau bilyet deposito.
Nasabah dapat melihat status simpanannya di kantor BPR Jepara Artha atau melalui website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan pembayaran klaim penjaminan simpanan.
Dimas menekankan bahwa LPS hadir untuk memberikan perlindungan dengan program penjaminan simpanan perbankan. “Dana yang digunakan untuk melaksanakan pembayaran klaim penjaminan bank yang dilikuidasi di seluruh Indonesia sepenuhnya menggunakan dana milik LPS. Masyarakat pun diimbau agar tidak khawatir dan tetap menabung di bank karena dana yang dimiliki oleh LPS sangat memadai untuk menjamin simpanan masyarakat di seluruh Indonesia. Saat ini, LPS memiliki aset sebesar Rp225 triliun yang diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun ini," tambahnya.
Untuk memastikan simpanan dijamin LPS, nasabah wajib memenuhi syarat 3T, yakni Tercatat dalam pembukuan bank, Tingkat bunga simpanan yang diterima tidak melebihi tingkat bunga penjaminan, dan Tidak melakukan pidana yang merugikan bank.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengambil langkah strategis untuk menyehatkan kembali Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Indramayu Jabar (BIMJ) yang sebelumnya berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR). Langkah ini melibatkan Bank Jabar Banten (BJB) sebagai investor utama.
Kesehatan BIMJ sempat memburuk dari status Bank Normal menjadi Bank Dalam Penyehatan (BDP). Meski telah dilakukan berbagai upaya, kondisi bank tidak kunjung membaik sehingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan statusnya sebagai BDR pada 12 Januari 2024 dan menyerahkan penanganannya kepada LPS.
Berdasarkan UU nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), LPS berwenang menangani bank berstatus BDR.
Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan dan Resolusi Bank Didik Madiyono menjelaskan bahwa LPS dapat mencari bank yang berminat mengambil alih aset dan kewajiban BIMJ atau mengundang calon investor lainnya.
"LPS melakukan langkah terobosan dengan menggandeng BJB, kreditor BIMJ, untuk menjadi investor. Ini merupakan pendekatan efektif dalam penanganan bank, memungkinkan tindakan penyelamatan sebelum memutuskan opsi resolusi lain seperti purchase and assumption, bridge bank, penyertaan modal sementara, atau likuidasi," ujar Didik dalam keterangan resmi pada Kamis (30/5/2024).
Penyehatan BIMJ menjadi langkah penting dalam penanganan BDR. LPS berharap seluruh pemegang saham, pengurus, dan pegawai BIMJ melakukan inovasi dan terobosan agar bank ini lebih maju dan menjadi kebanggaan masyarakat Indramayu.
BIMJ, bersama tujuh BPR lainnya, ditetapkan oleh OJK sebagai BDR pada 12 Januari 2024. BPR-BPR ini telah diberikan waktu lebih dari satu tahun untuk memperbaiki solvabilitas (KPMM) atau likuiditas (cash ratio).
Namun, setelah waktu tersebut berakhir, kondisi solvabilitas atau likuiditas bank masih di bawah ketentuan kesehatan bank, sehingga OJK menetapkannya sebagai BDR.
Berdasarkan perhitungan OJK, BIMJ membutuhkan modal sekurang-kurangnya Rp 25 miliar untuk memperbaiki KPMM.
Setelah ditetapkan sebagai BDR, LPS menonaktifkan pengurus dan menugaskan Tim Pengelola Sementara untuk menjalankan operasional bank, serta menunjuk tim pengamanan aset dan tim persiapan rekonsiliasi dan verifikasi simpanan untuk mengantisipasi jika bank tidak dapat diselamatkan.
Hasilnya, dengan konversi tersebut, KPMM bank mencapai 28,83 persen dan cash ratio rata-rata tiga bulan terakhir mencapai 27,03 persen.
"Dengan KPMM dan cash ratio tersebut, bank sudah memenuhi ketentuan tingkat kesehatan mengenai solvabilitas dan likuiditas," tegas Didik.
Langkah ini menunjukkan komitmen LPS untuk memastikan stabilitas sektor perbankan dan melindungi kepentingan nasabah serta masyarakat Indramayu.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kediri, Jawa Timur, melaporkan bahwa kinerja industri jasa keuangan di wilayah kerjanya pada Maret 2024 tumbuh stabil dengan menunjukkan kinerja positif, didukung oleh likuiditas yang memadai dan permodalan yang kuat.
Kepala OJK Kediri, Bambang Supriyanto, menyatakan bahwa pertumbuhan tersebut tercermin tidak hanya dari peningkatan kredit di sektor perbankan, tetapi juga dari peningkatan penyaluran pembiayaan di perusahaan pembiayaan dan peningkatan jumlah Single Investor Identification (SID) di sektor pasar modal.
"Data di sektor perbankan menunjukkan pertumbuhan positif baik pada penyaluran kredit maupun penghimpunan dana. Kredit perbankan di wilayah OJK Kediri posisi Maret 2024 tumbuh 7,06 persen (yoy) menjadi sebesar Rp85,80 triliun yang didominasi oleh penyaluran kredit pada UMKM sebanyak 60,94 persen dari total kredit," katanya di Kediri, Kamis.
Bambang menambahkan bahwa kualitas kredit juga masih terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,07 persen, menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Menurutnya, penyaluran kredit atau pembiayaan di wilayah kerja OJK Kediri masih didominasi oleh tiga sektor ekonomi utama, yaitu perdagangan besar dan eceran sebesar 25,42 persen, bukan lapangan usaha rumah tangga (kepemilikan rumah, flat, apartemen, ruko, kendaraan bermotor, dan peralatan rumah tangga) sebesar 22,04 persen, dan industri pengolahan sebesar 18,36 persen.
Selain itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada posisi Maret 2024 tumbuh sebesar 7,89 persen (yoy) menjadi Rp100,18 triliun.
Total aset Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di wilayah kerja OJK Kediri mengalami peningkatan pada kuartal 3 tahun 2023 sebesar 0,68 persen (yoy) atau mencapai Rp119,28 miliar. Namun, pembiayaan LKM tercatat mengalami sedikit penurunan sebesar 1,97 persen (yoy) menjadi Rp77,34 miliar akibat percepatan pembayaran angsuran pinjaman.
Sampai dengan Desember 2023, jumlah LKM di wilayah Kantor OJK Kediri berjumlah 11, yang terdiri dari tujuh LKM konvensional dan empat LKM syariah (Bank Wakaf Mikro).
Pihaknya juga memfasilitasi layanan sebagai upaya perlindungan konsumen, berupa pemberian maupun penerimaan informasi, konsultasi, maupun pengaduan masyarakat terkait sektor jasa keuangan.
"Sampai dengan April 2024, OJK Kediri telah menerima permintaan layanan konsumen sebanyak 397 layanan yang meliputi 219 surat pengaduan, 148 permintaan konsultasi dan informasi melalui walk-in, serta 30 melalui telepon," kata Bambang.
BPRNews.id - Hasil survei terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa sektor perbankan Indonesia tetap optimistis menghadapi kuartal II/2024, meskipun dihadapkan pada sejumlah tantangan. Survei ini mengungkapkan bahwa faktor utama yang mendorong kinerja adalah geliat ekonomi selama momen lebaran.
Dalam Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) kuartal II/2024 yang melibatkan 95 bank responden, terlihat bahwa bankir semakin optimis terhadap kinerja perbankan di Indonesia. Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) pada kuartal tersebut mencapai 58, menandakan zona optimis. Ini merupakan peningkatan dari kuartal sebelumnya yang berada pada level 56.
"Optimisme tersebut didorong oleh ekspektasi akan meningkatnya fungsi intermediasi perbankan dibarengi dengan kemampuan perbankan dalam mengelola risiko yang dihadapi meskipun dengan kondisi makroekonomi global yang kurang kondusif," demikian dijelaskan dalam survei yang dirilis pada Rabu (29/5/2024).
Meski ada ketidakpastian kondisi makroekonomi global, terlihat dari Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM) yang masih pesimis pada kuartal II/2024 sebesar 31.
Namun, di tengah tantangan tersebut, PDB diperkirakan tetap tumbuh, didorong oleh konsumsi masyarakat yang diproyeksikan meningkat pasca momen lebaran.
Indeks Persepsi Risiko (IPR) juga menunjukkan kenaikan, mencapai 59 di zona keyakinan, menunjukkan bahwa perbankan masih menilai risiko cukup dapat dikelola.
Sementara itu, optimisme kinerja perbankan tercermin dari Indeks Ekspektasi Kinerja (IEK) yang mencapai 83, naik dari kuartal sebelumnya yang berada pada level 68.
Keyakinan ini didorong oleh ekspektasi bahwa dana pihak ketiga (DPK) akan tetap mampu mendukung penyaluran kredit yang meningkat, berdampak pada peningkatan laba dan modal perbankan.
Selain itu, optimisme juga terkait dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi domestik yang membaik pasca Pemilu 2024 serta momentum libur lebaran.
BPRNews.id - Bank Perekonomian Rakyat (BPR) kembali menjadi sorotan publik. Salah satu penyebabnya adalah tingginya angka kebangkrutan BPR, di mana pada tahun 2024 saja sudah ada 12 BPR yang gulung tikar.
Kondisi ini memicu urgensi bagi BPR untuk segera melakukan perubahan signifikan, salah satunya melalui adopsi digitalisasi demi mencapai modernisasi.
Dalam era digital saat ini, BPR dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) bisa meningkatkan pelayanan mereka secara lebih baik dengan mengikuti perkembangan teknologi yang pesat.
Sejak tahun 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendorong BPR/BPRS untuk mengimplementasikan digitalisasi guna meningkatkan efisiensi proses bisnis mereka.
Sebagai respons terhadap kebutuhan tersebut, Devoteam G Cloud dan Google Cloud mengumumkan kolaborasi mereka untuk membantu BPR di Indonesia dalam upaya digitalisasi dan modernisasi. Kolaborasi ini diresmikan melalui acara bertajuk "Getting to Know Google Cloud for The Financial Services Industry," yang diadakan di kantor Google Indonesia, Pacific Century Place, Jakarta, pada 12 Mei 2024.
Acara ini dihadiri oleh lebih dari 100 BPR dari seluruh Indonesia dan bertujuan untuk memperkenalkan berbagai perangkat Google Cloud yang dapat mendukung kemajuan bisnis mereka.
Fanly Tanto, Country Director Indonesia dari Google Cloud, menyatakan bahwa program ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi BPR/BPRS dan masyarakat pedesaan.
"Kami percaya bahwa dengan adopsi teknologi yang tepat, BPR/BPRS dapat memberikan layanan yang lebih baik dan menjangkau lebih banyak nasabah di seluruh Indonesia," ujarnya.
Teknologi yang bisa diadopsi BPR/BPRS termasuk penggunaan artificial intelligence (AI) dan algoritma machine learning untuk memudahkan proses verifikasi data nasabah, penyusunan rencana pemasaran, hingga mendeteksi aktivitas yang mencurigakan.
Dengan teknologi ini, proses pembukaan rekening bisa menjadi lebih mudah, proses pendaftaran lebih sederhana, waktu yang dibutuhkan lebih singkat, dan layanan dapat diakses kapan saja dan di mana saja, sejalan dengan tuntutan nasabah akan pelayanan 24 jam.
Komang Mertayasa, Artificial Intelligence & Machine Learning Engineer dari Devoteam G Cloud, menjelaskan kecanggihan Generative AI bagi BPR/BPRS. "Generative AI dapat mendorong BPR/BPRS untuk meningkatkan bisnis mereka dengan cepat dan efisien, meningkatkan kemampuan teknologi untuk memaksimalkan layanan pelanggan, meningkatkan efisiensi operasional, dan mentransformasi manajemen data keuangan," katanya.
Digitalisasi ini tidak hanya akan membantu BPR/BPRS bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat, tetapi juga memungkinkan mereka untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.
Dengan adopsi teknologi yang tepat, BPR/BPRS dapat menawarkan layanan yang lebih inovatif dan efisien, serta menjawab kebutuhan nasabah dengan lebih baik.