BPRNews.id - Kepala Eksekutif Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengungkapkan rencana untuk mengalihkan kepemilikan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) milik pemerintah daerah (Pemda) ke Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Langkah ini merupakan bagian dari Rencana Aksi Pengembangan dan Penguatan Industri (RP2B) BPR-BPRS yang diluncurkan pada Desember 2023.
Menurut catatan OJK, pemerintah daerah memiliki 83 BPR. Peraturan baru ini mengharuskan beberapa pemerintah daerah yang memiliki BPR untuk beralih ke BPD di kemudian hari.
“BPR-BPR ini bukan lagi milik kabupaten atau kota. Semuanya dihimpun di bawah koordinasi BPD. Jadi kepemilikan kabupaten/kota secara tidak langsung melalui BPD,” kata Dian saat peluncuran RP2B.
Dian menjelaskan bahwa alasan utama BPD mengambil alih BPR-BPR adalah untuk mempercepat proses kerja BPR. Menurutnya, kerja BPR akan sulit jika dana yang diberikan harus selalu melalui pemerintah provinsi yang biasanya memerlukan persetujuan DPRD dan pemangku kepentingan lainnya.
“Perlu langkah cepat dalam melakukan perbankan ini. Dan menurut saya beberapa prosedur terlalu panjang jika hanya bergantung pada dana pemerintah daerah karena memerlukan keputusan DPRD dan sebagainya,” jelas Dian.
Dengan aturan ini, BPR milik pemerintah daerah akan lebih mudah beroperasi di bawah pengawasan BPD. Ke depan, BPD akan melakukan pengawasan terhadap BPR di daerah dengan bantuan OJK.
“Ada BPD dan BPR, itu juga milik pemerintah daerah, tapi melalui BPD. BPD ini melakukan pengawasan, penyelamatan dan lain sebagainya, tentu OJK membantu,” sambung Dian.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat proses perbankan dan meningkatkan efisiensi operasional BPR di berbagai daerah, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat dan perekonomian daerah.
BPRNews.id - Periode Januari-Mei 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin operasional 12 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPRS (Bank Perekonomian Rakyat Syariah). Salah satunya adalah BPR Jepara Artha (BJA).
Menariknya, bank milik Pemerintah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng) ini, memiliki umur lebih dari 70 tahun. Citra bank ini sempat tercoreng oleh kasus dana kampanye ilegal Partai Gerindra menjelang Pemilu 2024.
Kronologis BPR Jepara Artha
Berikut sejarah dan kronologis dicabutnya izin operasi BPR Jepara Artha.
Bank ini sempat tidak beroperasi, tetapi kemudian diaktifkan kembali dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jepara No. 539/581 tanggal 23 Juli 1988. Selanjutnya, bank ini berkembang menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan Perda Kabupaten Dati II Jepara No. 22 tanggal 28 November 1995, yang disahkan dengan keputusan Gubernur KDH TK 1 Jawa Tengah No. 188.3/152/1996 tanggal 6 Juni 1996, dan mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan RI No. Kep-077/KM.17/1998 tanggal 18 Februari 1998.
PD BPR Bank Jepara Artha kemudian berubah badan hukum menjadi PT Bank Jepara Artha (Perseroda), sesuai Perda Kabupaten Jepara Nomor 10 Tahun 2018 dan disetujui oleh OJK, sesuai Keputusan Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY Nomor KEP-75/KR.03/2020 tanggal 13 Mei 2020.
Berdasarkan Salinan Keputusan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 4 Tahun 2024 tanggal 13 Mei 2024 tentang Penyelesaian Bank Dalam Resolusi PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank Jepara Artha dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPR.
Langkah ini menandai akhir dari perjalanan panjang BPR Jepara Artha, sebuah bank dengan sejarah panjang yang tidak mampu bertahan di tengah tantangan regulasi dan masalah manajemen.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menggelar peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR/BPRS (RP2B) 2024 – 2027 di Raffles Hotel, Jakarta.
Roadmap tersebut menekankan empat pilar utama, termasuk penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi BPR/S, penguatan peran BPR/S terhadap wilayahnya, serta penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan.
Sementara itu, sebagai bagian dari upaya mendorong kemajuan BPR/S, OJK juga menerbitkan peraturan baru, termasuk Peraturan OJK 7/2024 tentang BPR/S yang bertujuan untuk mempercepat penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPRS.
Dalam acara peluncuran tersebut, OJK memberikan apresiasi kepada industri BPR yang dinilai memiliki kinerja baik. Salah satunya diberikan kepada PT BPR Universal untuk kategori BPR/S dengan Penguatan Struktur dan Daya Saing. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh pimpinan OJK kepada Kaman Siboro, Komisaris Utama Universal BPR.
Menanggapi penghargaan ini, Kaman Siboro menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh inisiatif OJK dalam mengimplementasikan RP2B 2024-2027.
Hal ini diharapkan dapat membantu membangun industri BPR dan BPRS yang lebih efisien serta meningkatkan kesempatan akses keuangan bagi seluruh masyarakat, termasuk pelaku UMKM.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan pentingnya peran BPR dan BPRS dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat lapisan bawah.
Ia berharap bahwa penghargaan ini akan menjadi motivasi bagi Universal BPR untuk terus berinovasi dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian perbankan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Selain itu, Kaman Siboro juga menambahkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, Universal BPR telah mencapai berbagai pencapaian signifikan, termasuk total aset mencapai Rp 1,5 triliun pada Desember 2023.
Beberapa inisiatif sukses yang dilakukan oleh Universal BPR antara lain peluncuran aplikasi Universal Mobile untuk memudahkan nasabah dalam transaksi perbankan digital, serta program Deposito Peduli yang telah mendistribusikan lebih dari 30.000 paket sembako kepada masyarakat yang membutuhkan.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyiapkan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan dan pelaksanaan likuidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jepara Artha, yang berlokasi di Jl Jenderal Ahmad Yani No 62, Pengkol V, Jepara, Jawa Tengah.
Proses ini dilakukan setelah izin operasional BPR Jepara Artha dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak tanggal 21 Mei 2024.
"Untuk melaksanakan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Jepara Artha, LPS akan memastikan simpanan nasabah dapat dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Dimas Yuliharto, Sekretaris Lembaga LPS, Kamis (23/5/2024).
LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar. Proses rekonsiliasi dan verifikasi ini diharapkan selesai dalam 90 hari kerja, atau sampai dengan tanggal 30 September 2024. Dana yang digunakan untuk pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Jepara Artha bersumber dari dana LPS.
Nasabah dapat melihat status simpanannya di kantor BPR Jepara Artha atau melalui website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan pembayaran klaim penjaminan simpanan. Bagi debitur bank, mereka tetap dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor BPR Jepara Artha dengan menghubungi pihak terkait.
LPS juga mengimbau agar nasabah BPR Jepara Artha tetap tenang dan tidak terpancing atau terprovokasi untuk melakukan hal-hal yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank.
Nasabah diharapkan tidak mempercayai pihak-pihak yang mengaku dapat membantu pengurusan pembayaran klaim penjaminan simpanan dengan imbalan atau biaya tertentu.
Penting bagi nasabah untuk mengetahui bahwa masih banyak BPR/BPRS atau bank umum lainnya yang masih beroperasi. Jika simpanan nasabah BPR Jepara Artha telah dibayarkan oleh LPS, nasabah dapat mengalihkan simpanannya ke bank lain terdekat yang dapat dijangkau.
Nasabah juga tidak perlu ragu untuk kembali menyimpan uangnya di perbankan, karena simpanan di semua bank yang beroperasi di Indonesia dijamin oleh LPS.
"Agar simpanan nasabah dijamin LPS, nasabah dihimbau untuk memenuhi syarat 3T LPS. Adapun syarat 3T tersebut adalah Tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, tidak melakukan pidana yang merugikan bank," pungkas Dimas.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda), yang beralamat di Jalan A.Yani No. 62 RT 001 RW 005 Pengkol, Jepara, Jawa Tengah. Kepala Perwakilan OJK Jawa Tengah, Sumarjono, menyatakan bahwa pencabutan izin usaha ini adalah bagian dari tindakan pengawasan OJK untuk menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen.
Setelah pencabutan izin tersebut, pengelolaan dana nasabah dialihkan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). OJK mengimbau para nasabah untuk tetap tenang, karena dana masyarakat di perbankan, termasuk di BPR, dijamin oleh LPS sesuai ketentuan yang berlaku.
LPS menjelaskan bahwa proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan likuidasi bank dilakukan setelah izin BPR Jepara Artha dicabut oleh OJK sejak 21 Mei 2024. LPS memastikan bahwa simpanan nasabah akan dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar. Proses rekonsiliasi dan verifikasi ini akan diselesaikan paling lambat dalam 90 hari kerja, atau sampai dengan tanggal 30 September 2024. Dana yang digunakan untuk pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Jepara Artha bersumber dari dana LPS.
"Nasabah dapat melihat status simpanannya di kantor BPR Jepara Artha atau melalui website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR tersebut. Bagi debitur bank, tetap dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor BPR Jepara Artha dengan menghubungi Tim Likuidasi LPS," jelas Dimas Yuliharto, Sekretaris Lembaga LPS.
LPS juga mengimbau agar nasabah BPR Jepara Artha tetap tenang dan tidak terpancing atau terprovokasi untuk melakukan tindakan yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank. Nasabah diminta untuk tidak mempercayai pihak-pihak yang mengaku dapat membantu pengurusan pembayaran klaim penjaminan simpanan dengan imbalan atau biaya tertentu.
Penting untuk diketahui oleh nasabah bahwa masih banyak BPR/BPRS atau bank umum lainnya yang masih beroperasi. Jika simpanan nasabah BPR Jepara Artha telah dibayarkan oleh LPS, nasabah dapat mengalihkan simpanannya ke bank lain terdekat yang dapat dijangkau.
Nasabah juga tidak perlu ragu untuk kembali menyimpan uangnya di perbankan, karena simpanan di semua bank yang beroperasi di Indonesia dijamin oleh LPS.
"Agar simpanan nasabah dijamin oleh LPS, nasabah dihimbau untuk memenuhi syarat 3T LPS. Syarat 3T tersebut adalah Tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan tidak melakukan pidana yang merugikan bank," pungkas Dimas.