BPRNews.id - Kasus orang terjerat pinjaman online (pinjol) di Indonesia semakin marak dan mengkhawatirkan. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa sepanjang tahun 2023, terdapat sebanyak 54.474 pengaduan terkait pinjaman online.
Kemudahan akses pinjol melalui aplikasi smartphone dan tawaran solusi keuangan yang cepat dan mudah menjadi faktor utama maraknya kasus ini. Kurangnya edukasi dan literasi keuangan masyarakat juga membuat mereka rentan terjerat pinjol ilegal dengan bunga yang sangat tinggi.
Akibatnya, kasus ini berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakat, termasuk kesulitan dalam mendapatkan subsidi KPR bagi mereka yang terjerat kasus pinjol.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, menyoroti data yang menyebut bahwa sebanyak 30-40% KPR subsidi ditolak karena skor kredit calon nasabah buruk akibat terjerat pinjaman online.
Menanggapi hal tersebut, REI mendesak OJK untuk mengambil langkah tegas dalam mengatasi maraknya pinjol dan kesulitan masyarakat mendapatkan KPR.
"Kami mendesak OJK untuk mengatur batasan bunga pinjol, setidaknya maksimal hanya dua kali suku bunga konvensional," tegas Joko Suranto kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/3/2024).
REI juga berharap agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat memberikan edukasi dan fatwa terkait hukum pinjol. Fatwa MUI diharapkan dapat menjadi panduan bagi masyarakat dalam menggunakan pinjol dengan bijak sesuai syariat Islam.
REI menegaskan bahwa OJK dan MUI harus bertindak cepat dan tegas dalam mengatasi permasalahan pinjol, mengingat dampak buruknya tidak hanya terbatas pada gagalnya mendapatkan KPR, tetapi juga berpotensi memicu masalah sosial serius seperti stres, depresi, bahkan hingga kasus bunuh diri dan pembunuhan.
"Kita tidak mau berbicara sempit soal pinjol, ini penyakit masyarakat. OJK harus bertindak, MUI harus bertindak," pungkasnya.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta, Jawa Tengah, mencatat kinerja positif industri jasa keuangan (IJK) di wilayah Solo Raya pada awal tahun ini. Menurut Kepala OJK Surakarta, Eko Yunianto, berdasarkan data kinerja sektor jasa keuangan di wilayah tersebut pada posisi Januari 2024, stabilitas sektor perbankan tetap terjaga dan tumbuh secara tahunan.
"Ini tercermin dari pertumbuhan di masing-masing sektor industri keuangan dengan likuiditas dan permodalan yang memadai serta profil risiko yang terjaga," ujarnya.
OJK mencatat bahwa aset perbankan mengalami kenaikan sebesar 4,44 persen, dari Rp 111,59 triliun menjadi Rp116,54 triliun secara tahunan. Sedangkan kredit atau pembiayaan perbankan juga tumbuh sebesar 4,66 persen atau sebesar Rp4,74 triliun. Pada Januari 2023, pembiayaan perbankan sebesar Rp101,53 triliun, naik menjadi Rp106,27 triliun pada bulan yang sama tahun ini.
Selain itu, dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami peningkatan sebesar 5,01 persen, dari Rp 89,73 triliun pada Januari tahun lalu menjadi Rp94,22 triliun di tahun ini.
Eko menekankan bahwa likuiditas perbankan di wilayah Solo Raya pada Januari 2024 masih terjaga, dengan loan to deposit ratio (LDR) mencapai angka 112,79 persen. Sedangkan rasio nonperforming loan (NPL) atau kredit macet sebesar 9,26 persen, dengan nominal mencapai Rp9,84 triliun.
"Sektor yang menjadi penyumbang terbesar NPL pada bulan Januari adalah industri pengolahan dengan nominal sebesar Rp6,76 triliun," tambahnya, diikuti oleh industri perdagangan besar dan eceran sebesar Rp1,53 triliun.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat bahwa sebanyak 7 bank telah dinyatakan bangkrut pada awal tahun 2024, dan semuanya merupakan Bank Perekonomian Rakyat (BPR). LPS telah menyediakan dana sebesar Rp300 miliar untuk menjamin keamanan simpanan nasabah di bank yang bangkrut tersebut.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa rata-rata terdapat 7 sampai 8 BPR yang mengalami kebangkrutan setiap tahunnya di Indonesia. Namun, tahun ini, hanya dalam tiga bulan pertama sudah tercatat 7 bank bangkrut. LPS segera bertindak melakukan penyelamatan simpanan nasabah untuk menangani situasi ini.
"Kita telah mengeluarkan sekitar Rp300 miliar untuk itu tahun ini," ujar Purbaya pada beberapa waktu lalu di Jakarta.
Meskipun nilai klaim simpanan nasabah pada tahun lalu mencapai Rp329,2 miliar, dengan bertambahnya jumlah bank yang bangkrut, LPS memperkirakan nilai klaim simpanan nasabah juga akan meningkat. Namun, menurut Purbaya, nilai klaim simpanan tahun ini diproyeksikan tidak akan melebihi Rp1 triliun. Dana yang disiapkan LPS dianggap lebih dari cukup untuk menjamin simpanan nasabah di bank-bank yang mengalami kebangkrutan.
"Kita kan kaya, saya [LPS] kan punya Rp214 triliun, nanti Juli nambah, akhir tahun nambah lagi. Tahun ini bisa jadi Rp240 triliun lebih," kata Purbaya.
Sejak awal tahun ini, sudah tercatat 7 bank yang bangkrut di Indonesia, dengan BPR Aceh Utara menjadi yang terbaru yang kehilangan izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelumnya, OJK juga mencabut izin usaha beberapa bank lainnya seperti PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma.
Pada tahun lalu, tercatat 4 bank yang bangkrut di Indonesia. Diperkirakan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Edina Rae, bahwa total akan ada sekitar 20 bank yang bangkrut pada tahun 2024. Dia menyatakan bahwa kebangkrutan bank ini disebabkan oleh fraud dan kurang baiknya tata kelola manajemen.
"Kemungkinan [tahun ini] nyampe 20 BPR, tapi kan itu sudah tutup, tinggal likuidasinya saja," ungkapnya saat ditemui awak media di Hotel Kempinski Jakarta, Jumat (22/3/2024).
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan upaya konsolidasi terhadap Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dengan tujuan meningkatkan kesehatan, tata kelola, aktivitas, dan modal inti mereka.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan bahwa kuantitas bukanlah hal utama dalam upaya ini. Fokus utama adalah pada kesehatan dan penguatan BPR serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
"Pertama kita enggak menyebut angka ya. Artinya itu bukan dari segi angka yang menjadi target, tapi lebih pada upaya untuk memang betul-betul langkah yang membuat penyehatan dan tentu memperkuat kondisi dari BPR BPRS," ungkap Mahendra Siregar pada Sabtu (23/3/2024).
Meskipun tidak ada target angka spesifik untuk pengurangan jumlah BPR, langkah-langkah konsolidasi tersebut bertujuan untuk memperkuat sektor BPR secara menyeluruh. Isu mengenai kemungkinan pengurangan jumlah BPR menjadi 1.000 telah mencuat, namun OJK tidak memiliki target angka pasti terkait hal ini.
Mahendra menegaskan bahwa sanksi akan diberlakukan terhadap BPR yang tidak mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku.
"Enggak ada, nggak ada angka dalam arti target spesifik ya. Tapi lebih pada upaya penyehatan," tambahnya.
Wakil Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, sebelumnya telah menyatakan bahwa salah satu langkah yang akan diambil adalah konsolidasi untuk memperkuat modal BPR yang diperlukan dalam upaya penyehatan sektor ini.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa hanya satu bank yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun. Sebagai konsekuensinya, bank tersebut turun kasta menjadi bank perkreditan rakyat (BPR). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Edina Rae, menjelaskan bahwa semua bank umum nasional telah memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun, yang pada gilirannya memperkuat permodalan secara signifikan.
“Bank umum, alhamdulillah hampir seluruhnya telah memenuhi modal inti, kecuali satu di Surabaya yang kita turunkan jadi BPR,” ungkapnya dalam 'Perbanas Seminar Economic Outlook', Jumat (22/3/2024).
Dian menegaskan bahwa kinerja aset permodalan tidak perlu dikhawatirkan, karena bank-bank tersebut telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Batas waktu yang ditetapkan untuk pemenuhan modal inti minimum Rp3 triliun bagi bank umum adalah 31 Desember 2022, yang ternyata telah dipenuhi oleh seluruh bank.
Namun, hanya PT Prima Master Bank yang diketahui belum memenuhi ketentuan tersebut hingga batas waktu yang ditentukan. Oleh karena itu, bank tersebut turun kasta menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).
Dengan pemenuhan aturan ini, bank-bank telah berhasil memperkuat modalnya, memungkinkan mereka untuk menggenjot bisnis mereka setelah memiliki modal yang lebih kuat.
“Berdasarkan pengamatan kami, implikasi pemenuhan modal ini membantu kegiatan usaha sesuai RBB [rencana bisnis bank], terutama bagi capex [capital expenditure] dan pengembangan infrastruktur," jelas Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan OJK pada Senin (9/10/2023).
OJK khusus mendorong bank untuk memperkuat digitalisasi, terutama dalam hal capex dan pengembangan infrastruktur. "Apalagi biaya digital tidak sedikit. Modal inti dasarnya menjalankan bisnis sesuai perkembangan bisnis sekarang yang dinamis dan kebutuhan bank yang beragam," tambah Dian.