BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) mengenai hak akses dan pemanfaatan data kependudukan untuk menunjang tugas OJK.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, menyatakan bahwa PKS ini memperluas cakupan kerja sama sebelumnya, termasuk penggunaan teknologi biometrik pemindai wajah (face recognition).
"Pemanfaatan teknologi face recognition bertujuan untuk mengidentifikasi atau memverifikasi wajah seseorang secara otomatis melalui gambar digital berdasarkan karakter fisiologis manusia," ujar Aman di Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Penandatanganan PKS ini dilakukan pada 30 Mei 2024 oleh Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan, Agus E. Siregar, dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Teguh Setyabudi.
Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas, akurasi, dan keamanan data kependudukan untuk berbagai kegiatan di sektor jasa keuangan. Beberapa manfaat spesifik yang diharapkan dari kerja sama ini meliputi:
OJK berkomitmen memastikan penggunaan data kependudukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam hal perlindungan data pribadi.
"OJK akan terus memperkuat kerja sama ini dan mengoptimalkan pemanfaatan data kependudukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengaturan, perizinan, pengawasan, perlindungan konsumen, dan pelayanan kepada lembaga jasa keuangan serta masyarakat," kata Aman.
Sebelumnya, OJK juga menyelenggarakan program literasi dan inklusi keuangan bagi para pengelola sampah di wilayah tempat pembuangan akhir sampah di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jumat (14/6/2024).
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa edukasi ini sejalan dengan pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Kota Bekasi. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi pengelola sampah.
“OJK berkomitmen mendorong edukasi dan inklusi keuangan, termasuk mendukung pengelolaan sampah sehingga memiliki nilai ekonomi yang dapat mensejahterakan masyarakat. Kami mendorong pelaku usaha jasa keuangan untuk memberikan akses pendanaan serta pembiayaan bagi pengelola sampah,” ujar Friderica.
Selanjutnya, Friderica juga meresmikan Agen Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif) di Bank Sampah Jasmine Indah, Kota Bekasi. Agen Laku Pandai ini diharapkan dapat memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan digital melalui bank sampah.
“Pengelolaan sampah yang baik memiliki potensi ekonomi sirkuler yang tinggi. Kami mendorong masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan sampah dan memanfaatkan layanan keuangan secara inklusif,” tambahnya.
Direktur Pengurangan Sampah Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Vinda Damayanti Ansjar, menyatakan bahwa edukasi keuangan bagi pengelola sampah penting untuk memastikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan.
“Partisipasi dalam menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam pengolahan sampah penting untuk kesehatan diri kita dan lingkungan hidup,” ujar Vinda.
BPRNews.id - DPD Perserikatan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Sumatera Utara terus berupaya meningkatkan kapasitas pengelolaan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) di wilayahnya. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah menyelenggarakan pelatihan penerapan kebijakan aset BPR/BPRS dan pengkinian prosedur perkreditan.
Pelatihan ini dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 1 tahun 2024, yang mengatur kualitas aset BPR/BPRS berbasis risiko dan perlindungan konsumen. Acara ini diadakan di Hotel Karibia Boutique, Jalan Timor, Medan, pada Kamis (20/6/2024).
Kegiatan pelatihan menghadirkan narasumber ahli, Dr. Tatang S. Herisman, SE., MM., Ak., CA., cRBIA., CMT., CMed., CLA., yang merupakan Akuntan Negara dari Managing Partner. Dengan pengalaman dan keahliannya, Dr. Tatang memberikan pemahaman mendalam tentang penerapan kebijakan aset dan prosedur perkreditan yang efektif.
Dalam sambutannya, Ketua DPD Perbarindo Sumut menyatakan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari komitmen Perbarindo untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas pengelolaan BPR/BPRS di Sumatera Utara. "Kami berharap dengan adanya pelatihan ini, para peserta dapat mengimplementasikan kebijakan dan prosedur yang lebih baik, sehingga mampu menghadapi tantangan dan risiko yang ada," ujarnya.
Pelatihan ini diikuti oleh para pemimpin dan manajer dari berbagai BPR dan BPRS di Sumatera Utara. Selain mendapatkan materi teori, peserta juga diberikan studi kasus dan simulasi untuk memperkuat pemahaman mereka tentang penerapan kebijakan aset dan pengkinian prosedur perkreditan.
Dengan kegiatan seperti ini, diharapkan BPR dan BPRS di Sumut dapat semakin profesional dan mampu memberikan layanan yang lebih baik kepada nasabah, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi lokal melalui pembiayaan yang lebih efektif dan efisien. Perbarindo Sumut berkomitmen untuk terus mengadakan pelatihan serupa di masa mendatang, guna memastikan bahwa BPR dan BPRS di Sumatera Utara selalu berada di garis depan dalam hal kualitas layanan dan manajemen risiko.
BPRNews.id - Payung hukum yang mengatur operasional Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Giri Suka Dana di Wonogiri telah kadaluarsa dan tidak lagi relevan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini. Wakil Bupati Wonogiri, Setyo Sukarno, menegaskan pentingnya mengganti peraturan daerah (Perda) tersebut dengan yang baru, sesuai dengan tuntutan zaman.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Bupati Setyo Sukarno dalam rapat paripurna DPRD Wonogiri, yang membahas dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda): Raperda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Raperda Perusahaan Perseroan Daerah Bank Perekonomian Rakyat Wonogiri.
Rapat paripurna ini dihadiri oleh 35 dari 50 anggota DPRD, dipimpin oleh Ketua DPRD Sriyono dengan didampingi tiga Wakil Ketua, yakni Sugeng Achmady, Krisyanto, dan Siti Hardiyani. Selain itu, hadir juga Penjabat Sekda FX Pranata bersama para pimpinan perangkat daerah dan pihak terkait lainnya.
Di hadapan forum legislatif, Setyo Sukarno menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan telah mengubah konsep Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat. Perubahan ini bertujuan untuk memperkuat peran bank dalam menggerakkan perekonomian daerah dan pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
“Bank Perekonomian Rakyat diperkuat peranannya untuk menggerakkan perekonomian daerah dan pengembangan UMKM. Pengaturan mengenai Bank Perekonomian Rakyat juga diarahkan pada perluasan kegiatan usaha perbankan, yang muaranya ditujukan untuk menggerakkan ekonomi nasional,” ujar Setyo Sukarno.
Sejalan dengan itu, pihak eksekutif mengajukan Raperda tentang Bank Perekonomian Rakyat ke DPRD sebagai langkah untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat terhadap layanan perbankan yang lebih baik.
Wakil Bupati juga menyoroti bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 314 huruf b dan Pasal 338 UU Nomor 4 Tahun 2023, Perda Kabupaten Wonogiri Nomor 12 Tahun 2019 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, Perda tersebut perlu disesuaikan dan diganti dengan Perda yang baru.
Untuk memberikan tanggapan atas pengajuan dua Raperda tersebut, rapat paripurna DPRD Kabupaten Wonogiri akan dilanjutkan pada Hari Selasa, 25 Juni 2024.
Dengan pembaruan payung hukum ini, diharapkan BPR Giri Suka Dana dapat terus beroperasi secara optimal, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah, dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan perbankan yang andal dan modern.
BPRNews.id - Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UUP2SK) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat perubahan besar yang harus dihadapi oleh Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS), baik dari sisi sistem maupun hukum, terutama terkait masalah permodalan.
Wibowo, seorang dosen dan praktisi perbankan di Sukabumi, menjelaskan bahwa pengurus bank harus memahami asas, fungsi, tujuan, jenis usaha, perizinan, kepemilikan, bentuk hukum bank, serta persyaratan dan prosedur pendirian bank. "Saat ini BPR berubah nama menjadi Bank Perekonomian Rakyat dan diberi waktu dua tahun untuk menyesuaikan setelah undang-undang ini diundangkan, maksimal tiga tahun. Sebelum UU ini, BPR dilarang menerima simpanan giro dan melakukan transaksi giral. Namun, UU baru ini memberikan arah kebijakan pengembangan usaha untuk meningkatkan akses, sehingga BPR dapat sejajar dengan bank umum," terang Wibowo.
Menurut Wibowo, sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan harus memiliki sikap kreatif, inovatif, dan kuat dalam bersaing di dunia bisnis keuangan. Jika SDM yang dimiliki tidak kompeten, maka kebijakan UU ini dapat menggerus kemampuan BPR. Pengurus BPR harus lulus dari lembaga Certif dan diajukan ke OJK oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) atau Kuasa Pemegang Modal (KPM) untuk uji kelayakan dan kepatutan.
"Intinya, pengurus BPR harus memahami arah kebijakan perusahaan, terutama tata kelola bank dan teknik-teknik operasional seperti sumber dana bank, kredit dan jaminan, jasa-jasa perbankan, perlindungan hukum bagi nasabah simpanan, rahasia bank, dan tindak pidana di bidang perbankan. Enam poin ini harus benar-benar dipahami oleh manajer atau pimpinan bank karena jika terjadi penyimpangan, pasti akan ada risiko," jelas Wibowo, yang juga adalah trainer di Lembaga Certif Jakarta.
Wibowo mencontohkan BPR Sukabumi yang mampu bertahan di tengah goncangan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa SDM yang kuat sangat berpengaruh pada kepercayaan nasabah dan kestabilan perusahaan. "Setiap bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip kehati-hatian atau prudential banking. Komisaris dan direksi bank wajib memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tingkat kesehatan bank terpenuhi," tambahnya.
Komisaris dan direksi harus memiliki tiga sikap penting: knowledge, skill, dan attitude. Jika hal ini tidak dipahami, jalannya usaha akan stagnan. Enam faktor penilaian bank yang umum dan standar adalah: Capital, Asset Quality, Management, Earning/Rentabilitas, Liquiditas, dan Sensitivity to Market Risk.
"Rasio-rasio keuangan bank seperti rasio kecukupan modal (12%), Non-Performing Loan (5%), Return on Assets (10%), Return on Equity (25-30%), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (70-80%), dan Loan to Deposit Ratio (90-93%) harus terpenuhi untuk memastikan bank tersebut aman dan sehat," tegas Wibowo.
Jika ketiga aspek kinerja keuangan, yaitu solvabilitas (kemampuan perusahaan membayar), likuiditas (pemenuhan terhadap simpanan nasabah), dan rentabilitas (kemampuan menghasilkan laba), terpenuhi, maka bank akan stabil dan berkembang.
"Semoga dengan peningkatan kualitas SDM, BPR dapat bangkit dan berkembang, meskipun banyak yang terkena sanksi OJK. Perubahan badan hukum diharapkan dapat membawa angin segar bagi perbankan khususnya BPR," pungkasnya.
BPRNews.id - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, telah melaksanakan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Perusahaan Umum Daerah (Perumda) BPR Bank Kota Bogor, dengan fokus khusus pada masalah kredit macet nasabah serta adaptasi di era digital. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa bank mampu bersaing dan tetap relevan di tengah kemajuan teknologi yang cepat.
Pada Kamis lalu, Penjabat Wali Kota Bogor, Hery Antasari, mengemukakan hasil evaluasi tersebut dalam acara pelantikan Bhima Irsi Faliandri Irman sebagai Direktur Operasional (Dirops) Perumda BPR Bank Kota Bogor untuk periode 2024-2029. Dalam kesempatan itu, Hery memberikan sejumlah catatan penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh jajaran manajemen bank.
Hery menyampaikan bahwa hasil evaluasi kinerja hingga triwulan pertama tahun 2024 menunjukkan bahwa Perumda BPR Bank Kota Bogor adalah entitas yang sehat, menguntungkan, dan likuid. Namun, di era digital yang terus berkembang, bank ini harus segera mengakselerasi transformasi digital agar tetap kompetitif di dunia perbankan Kota Bogor.
"Di era digital saat ini, Perumda BPR Bank Kota Bogor dituntut untuk segera adaptif dalam mengakselerasi transformasi digital sehingga dapat bersaing dalam dunia perbankan di Kota Bogor," ujar Hery.
Menanggapi arahan tersebut, Bhima Irsi Faliandri berjanji akan menjalankan tugasnya dengan baik, mengikuti pesan yang diberikan oleh Pj Wali Kota Bogor. Bhima menekankan pentingnya peningkatan operasional serta kelancaran dan kelangsungan Bank Kota Bogor ke depan.
Bhima juga mengungkapkan rencana program-program yang akan diluncurkan, salah satunya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan modal kerja. Ia berharap program ini dapat disambut baik oleh warga Bogor, mengingat bunga yang kompetitif dan bersahabat.
"Tentunya harapan kami bisa disambut oleh warga Bogor karena bunga sangat kompetitif bersahabat dan kita ingin bisa bersaing dengan KUR. Perkiraan saya di awal tahun depan sudah bisa karena harus dianggarkan terlebih dahulu," ucap Bhima.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat membawa Perumda BPR Bank Kota Bogor menuju era baru yang lebih modern dan efisien, sekaligus menjaga kepercayaan nasabah dengan pelayanan yang lebih baik dan inovatif. Evaluasi ini juga menjadi momentum penting bagi bank untuk berbenah dan terus meningkatkan kualitas layanan demi kesejahteraan masyarakat Kota Bogor.