BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menggencarkan langkah-langkah untuk memperkuat industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Langkah terbaru mereka adalah dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR dan BPRS, sebagai bagian dari upaya meningkatkan integritas dan daya saing lembaga keuangan ini.
Peraturan baru ini, yang merupakan satu dari empat regulasi terbaru yang dikeluarkan oleh OJK untuk sektor BPR, bertujuan untuk memastikan bahwa BPR dan BPRS mampu beradaptasi dengan dinamika ekonomi yang cepat berubah dan tetap menjadi lembaga keuangan yang terpercaya di mata masyarakat.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, implementasi peraturan ini krusial untuk menghindari kegagalan yang sering kali disebabkan oleh kurangnya penerapan tata kelola yang baik di BPR dan BPRS.
POJK Tata Kelola ini tidak hanya menekankan pada struktur organisasi dan proses tata kelola, tetapi juga mengatur mengenai manajemen risiko, pencegahan fraud, dan teknologi informasi. Misalnya, BPR dengan modal inti di atas Rp 50 miliar diwajibkan memiliki anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang memenuhi syarat tertentu untuk memastikan representasi yang seimbang dan efektif.
Teddy Alamsyah, Ketua Umum DPP Perbarindo, menyambut baik langkah ini sebagai upaya penting dalam memastikan keberlangsungan industri BPR di masa depan. Namun, ia juga mengakui bahwa pengetatan aturan ini akan membawa beban tambahan bagi operasional BPR.
Di sisi lain, Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha, atau yang akrab disapa Mansu, menyatakan bahwa BPR yang dipimpinnya telah memenuhi semua ketentuan dalam POJK terbaru ini. Meskipun mengakui bahwa implementasi ini tidaklah mudah, Mansu optimis bahwa langkah ini akan memperkuat posisi BPR dalam industri perbankan.
"Penerapan tata kelola ini bukan hanya sebagai komitmen formal, tetapi juga untuk memastikan BPR tetap sehat dan terpercaya dalam menjalankan fungsi keuangannya," ujarnya.
Dengan demikian, diharapkan kebijakan baru ini tidak hanya meningkatkan integritas BPR, tetapi juga membantu mereka untuk terus tumbuh dan berkembang dalam mendukung perekonomian lokal.
BPRNews.id - BPR Modern Express terus memperluas jangkauan bisnisnya dengan membuka lebih banyak kantor di seluruh Indonesia, sambil memperluas jejaknya dengan aset mencapai Rp7,1 triliun dan menetapkan 18 kantor di Tanah Papua.
Sejak merger pada 1 Mei 2023, hingga Juni 2024, bank swasta ini berhasil mengoperasikan 72 kantor di berbagai lokasi, dari Semarang, Jawa Tengah, hingga kabupaten/kota di Tanah Papua, dengan 49 kantor cabang dan 23 kantor kas, serta kantor pusat di Ambon, Maluku.
Dukungan ekspansi ini tercermin pada peningkatan aset BPR Modern Express yang mencapai Rp7,1 triliun, naik dari Rp6,9 triliun pada Desember 2023.
Di Tanah Papua, BPR Modern Express hadir dengan total 18 kantor, termasuk 15 kantor cabang dan 3 kantor kas, menunjukkan komitmen mereka untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Yules Karlos Maturbongs, Kepala Divisi Bisnis Area 3 Papua BPR Modern Express, menjelaskan bahwa bank ini terus melanjutkan upaya ekspansi dengan membuka kantor di daerah-daerah berpotensi. Setiap kantor cabang dilengkapi dengan mesin ATM untuk meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah.
“Kami saat ini sedang menginstal mesin ATM di kantor cabang Boven Digoel, dan berencana untuk melanjutkannya di Wamena dan Sorong,” ungkap Yules di Jayapura, Rabu (17/07/2024).
Lebih lanjut, Yules menyebutkan bahwa mesin ATM saat ini hanya dapat digunakan oleh nasabah internal BPR Modern Express, namun mereka berharap dapat memberikan akses kepada nasabah bank lain pada semester kedua tahun ini.
BPRNews.id - BPR Sarijaya Sedana menggelar acara edukasi literasi di Banjar Mergan, Semarapura, Klungkung, seiring dengan perayaan Hari Pagerwesi Pada hari Rabu, 17 Juli 2024. Antusiasme warga sangat terlihat dengan kehadiran ratusan orang, termasuk ibu-ibu yang turut mengikuti "paruman bulana" banjar.
Acara ini dihadiri oleh Klian Banjar Mergan, Mangku Wayan Suartika, perwakilan dari BPJS Ketenagakerjaan, Wahyu Nanda Putra Siregar, serta Direktur Utama PT BPR Sarijaya Sedana, I Dewa Gede Meranggi Dharma Wijaya, S.E, M.M., dan Pejabat Eksekutif Komang Kembar Upadana, bersama tim edukasi literasi.
Dalam sambutannya, Meranggi Darmawijaya mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif warga Banjar Mergan dalam acara edukasi literasi dan sosialisasi produk simpanan BPR Sarijaya yang berkolaborasi dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Ketua Unit Pelayanan, Edukasi, dan Literasi, Ketut Upadana, menjelaskan tentang produk tabungan dan deposito BPR Sarijaya yang telah memberikan manfaat nyata kepada nasabah melalui kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan. "Kerja sama ini telah memberikan santunan kepada dua nasabah akibat risiko kecelakaan dan satu nasabah yang meninggal dunia," katanya. Upadana menegaskan, "Hanya dengan menabung 250 ribu rupiah per tahun atau melakukan deposito sebesar 5 juta rupiah, nasabah dapat menikmati manfaat dari program tabungan Jamsostek BPR Sarijaya."
Sementara itu, Wahyu Nanda Putra Siregar dari BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan pentingnya proteksi, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian bagi tenaga kerja mandiri. "Layanan ini dapat diakses melalui kerja sama dengan BPR Sarijaya Sedana," ujarnya. Materi sosialisasi ini meraih respons positif dari peserta, sebagaimana terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh warga.
Acara edukasi literasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menabung dan mendapatkan perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan, serta memperkuat hubungan BPR Sarijaya dengan masyarakat Banjar Mergan.
BPRNews.id - Wacana perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19 tampaknya sangat penting bagi industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Hal ini disebabkan banyaknya nasabah BPR yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.
Sebagai informasi, hingga Mei 2024, sisa kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp 192,52 triliun dengan jumlah debitur yang masih menjalani restrukturisasi tersisa 702.000. Angka ini mengalami penurunan drastis dari hampir 7 juta debitur pada puncak pandemi di tahun 2022.
Ketua Umum Kompartemen BPR Syariah (BPRS) Asbisindo, Cahyo Kartiko, menyatakan bahwa perpanjangan relaksasi ini sangat disambut baik oleh pelaku industri BPRS. Meskipun awalnya, industri ini sudah mempersiapkan diri untuk mengakhiri relaksasi pada akhir Maret lalu.
Menurut Cahyo, industri salah memprediksi bahwa nasabah yang terdampak Covid-19 sudah pulih. Faktanya, banyak nasabah masih belum sepenuhnya bangkit dari pandemi yang melanda selama dua tahun tersebut. Ia menambahkan bahwa nasabah UMKM bank umum memiliki modal lebih besar dan lebih cepat pulih dibandingkan dengan nasabah UMKM BPR.
“Perpanjangan relaksasi ini tentu akan sangat membantu,” kata Cahyo. Cahyo, yang juga Direktur Utama BPRS Artha Madani, mengungkapkan bahwa outstanding kredit restrukturisasi di BPRS Artha Madani masih tersisa sekitar Rp 18 miliar, dengan hanya Rp 2 miliar yang berhasil keluar dari restrukturisasi.
Cahyo menambahkan bahwa sektor perdagangan masih belum pulih sepenuhnya dari pandemi. Omset sektor perdagangan belum kembali ke tingkat sebelum pandemi.
Chariyansyah, Komisaris Utama BPR Nusa Bona Pasogit, mengatakan bahwa perpanjangan relaksasi akan sangat membantu dalam mengelola fluktuasi NPL industri BPR. Saat ini, BPR juga berusaha memenuhi modal minimal Rp 6 miliar pada akhir tahun ini
Namun, Chariyansyah menyatakan bahwa perpanjangan ini tidak akan berdampak signifikan bagi BPR Nusa Bona Pasogit karena sisa outstanding kredit restrukturisasi yang tinggal sedikit, yaitu Rp 14,76 miliar di wilayah Jawa Barat dan Banten, terutama di sektor pariwisata dan transportasi.
Sementara itu, Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha (Mansu), menyatakan bahwa industri BPR memang membutuhkan perpanjangan relaksasi tersebut. Namun, BPR Hasamitra sendiri tidak memerlukannya karena sejak awal tidak ada kredit yang direstrukturisasi akibat Covid-19. Oleh karena itu, Mansu tidak banyak berkomentar terkait wacana perpanjangan tersebut.
BPRNews.id - Di tahun 2024, sudah ada 12 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang izinnya dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam lima bulan pertama. Angka ini menunjukkan adanya masalah serius yang menyebabkan bank-bank tersebut tidak bisa diselamatkan.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa rata-rata ada 6 hingga 7 BPR yang mengalami kebangkrutan setiap tahunnya, umumnya disebabkan oleh manajemen yang buruk. LPS sudah menganggarkan dana untuk menyelamatkan 12 BPR pada tahun ini, namun jumlah bank yang akan jatuh bisa lebih banyak atau lebih sedikit tergantung situasi.
Perlindungan Uang Nasabah
LPS memiliki tugas penting untuk menjamin simpanan nasabah di semua bank konvensional dan syariah di Indonesia. Simpanan nasabah dijamin hingga Rp 2 miliar per orang, jumlah yang setara dengan 28,2 kali Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita di Indonesia. Jaminan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar negara-negara lain.
Jaminan ini mencakup tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito, dan bentuk simpanan lainnya. Dengan adanya jaminan ini, nasabah merasa lebih aman karena dana mereka akan dilindungi meskipun bank tempat mereka menabung mengalami kebangkrutan.
Prosedur Pengajuan Klaim Simpanan
Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan nasabah untuk mengajukan klaim simpanan berdasarkan situs resmi LPS:
Pengumuman Penjaminan LPS akan mengumumkan pembayaran penjaminan simpanan yang layak dibayar di situs web LPS dan kantor bank yang dicabut izinnya.
Cek Status Simpanan Nasabah dapat memeriksa status simpanannya melalui Aplikasi Simpanan Layak Bayar di https://apps.lps.go.id/kalkulator3T.
Dokumen yang Diperlukan Jika simpanan nasabah dinyatakan layak dibayar, nasabah perlu membawa dokumen berikut ke Bank Pembayar:
Pengumuman dan pembayaran klaim penjaminan dilakukan secara bertahap. Nasabah memiliki waktu 5 tahun sejak tanggal pencabutan izin usaha bank untuk mengajukan klaim simpanan kepada LPS.
Dengan adanya jaminan dan prosedur yang jelas ini, LPS memastikan bahwa uang nasabah tetap aman meskipun bank tempat mereka menabung mengalami kebangkrutan.