BPRNews.id - Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia menghadapi tantangan berat dalam mendapatkan akses ke pembiayaan, terutama di tengah perlambatan penyaluran kredit industri perbankan konvensional yang dipengaruhi oleh pemburukan aset. Meskipun demikian, perbankan syariah berhasil menunjukkan performa yang mengesankan dengan pertumbuhan pembiayaan UMKM yang solid hingga pertengahan tahun ini.
Menurut data terbaru, perbankan syariah mencatatkan peningkatan yang signifikan dalam penyaluran kredit kepada UMKM, menunjukkan komitmen yang kuat dalam mendukung sektor ini sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional. Keberhasilan ini sekaligus menunjukkan adaptabilitas perbankan syariah dalam menghadapi dinamika ekonomi global dan lokal.
"Dalam kondisi ekonomi saat ini, kami melihat peran penting perbankan syariah dalam memberikan akses pembiayaan yang inklusif dan berkelanjutan bagi UMKM di Indonesia," ungkap Direktur Utama sebuah bank syariah ternama.
Pertumbuhan yang solid ini diharapkan dapat memberikan dorongan positif bagi UMKM dalam mengatasi tantangan ekonomi yang semakin kompleks, serta membantu meningkatkan daya saing dan kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional.
Meskipun demikian, tantangan tetap ada di depan. Perbankan syariah diharapkan untuk terus meningkatkan inovasi dalam produk dan layanan finansialnya, sejalan dengan perubahan kebutuhan dan tuntutan pasar yang terus berkembang. Dengan demikian, UMKM diharapkan dapat lebih terbantu dalam mengoptimalkan potensinya dalam memajukan ekonomi bangsa.
Komitmen perbankan syariah untuk terus mendukung UMKM juga tercermin dalam upaya penguatan kapasitas, manajemen risiko yang lebih baik, serta peningkatan aksesibilitas terhadap layanan keuangan yang berkesinambungan. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjadi pijakan kuat dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang tidak pasti.
Dengan terus mendorong pembiayaan UMKM, perbankan syariah tidak hanya berperan sebagai lembaga keuangan, tetapi juga mitra strategis dalam membangun fondasi ekonomi yang kokoh dan inklusif bagi masa depan Indonesia.
BPRNews.id - Penggunaan mata uang lokal tanpa keterlibatan dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami peningkatan signifikan di Indonesia. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, mengungkapkan bahwa transaksi local currency transaction (LCT) antara Indonesia dan China menunjukkan tren positif meskipun China menghadapi tantangan ekonomi.
"Kami melihat tren yang terus meningkat, bahkan China, yang beberapa waktu lalu mengalami penurunan akibat tekanan ekonomi, telah menunjukkan peningkatan signifikan dalam transaksi LCT dengan Indonesia dalam dua bulan terakhir," ujarnya dalam konferensi pers di kantor pusat BI, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2024).
Data menunjukkan bahwa nilai transaksi LCT pada Juni 2024 mencapai US$ 887,43 juta, mengalami kenaikan sebesar 80,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
"Secara kumulatif, implementasi LCT dari Januari hingga Juni 2024 mencapai US$ 4,7 miliar atau sekitar Rp 75,20 triliun, naik sebesar 45,7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya," tambah Destry.
Meskipun jumlah pelaku LCT tetap stabil sekitar 4.379, China tetap menjadi mitra terbesar Indonesia dalam transaksi ini, menguasai 42,9% dari total transaksi LCT.
"Jumlah pelaku LCT tetap konsisten, sekitar 4.379 pelaku, dan yang menarik adalah kontribusi China yang mencapai 42,9% dari total transaksi LCT pada bulan Juni," jelasnya.
Destry menegaskan bahwa implementasi LCT menjadi penting dalam memperdalam pasar keuangan Indonesia, memberikan manfaat positif bagi sektor perdagangan dan investasi.
"Peningkatan signifikan ini menunjukkan bahwa LCT tidak hanya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, tetapi juga menguatkan posisi ekonomi Indonesia secara keseluruhan," tutupnya.
BPRNews.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di level 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Juli 2024. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa keputusan untuk mempertahankan BI rate 6,25% ini selaras dengan kebijakan moneter yang mengutamakan stabilitas.
"Langkah ini bersifat pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali," ujar Perry dalam konferensi pers pada Rabu (17/7).
BI menetapkan target inflasi untuk tahun 2024 dan 2025 berada di kisaran 2,5% ± 1%. Kebijakan ini juga didukung oleh penguatan operasi moneter untuk meningkatkan efektifitas stabilisasi nilai tukar rupiah serta menarik aliran modal asing.
Perry juga menekankan bahwa kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial yang longgar terus diterapkan untuk mendorong kredit dan pembiayaan perbankan kepada sektor usaha dan rumah tangga.
Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran serta memperluas adopsi digitalisasi dalam sistem pembayaran.
Selain mempertahankan suku bunga acuan, BI juga menahan suku bunga deposit facility di level 5,5% dan suku bunga lending facility di level 7%.
Perlu diketahui, pada RDG April lalu, BI telah menaikkan BI rate sebesar 25 basis poin (bps) dari 6,00% menjadi 6,25%. Sejak bulan Mei hingga Juli
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang memperluas langkah-langkahnya untuk mengokohkan sektor Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dengan tujuan mengurangi insiden kebangkrutan yang sering terjadi. Sebagai bagian integral dari perekonomian lokal, BPR sering kali menghadapi tantangan karena kurangnya tata kelola yang efektif. Dalam upaya untuk meningkatkan stabilitas dan manajemen yang lebih solid, OJK baru-baru ini menerbitkan sejumlah aturan baru yang mengatur operasional BPR.
Peraturan terbaru yang dikeluarkan OJK, yakni Peraturan OJK Nomor 9/2024 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi BPR dan BPR Syariah, bertujuan untuk memberikan panduan yang lebih jelas dalam mengelola risiko serta meningkatkan transparansi dalam aktivitas bisnis BPR. Diharapkan, peraturan ini akan membantu BPR untuk mengelola risiko kebangkrutan dengan lebih efektif, sehingga mereka dapat terus berperan secara positif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah.
Menurut Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, penerapan tata kelola yang kuat sangat penting untuk menjaga keberlanjutan BPR. "Regulasi yang lebih ketat ini diharapkan akan mendorong BPR untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan operasionalnya dan lebih responsif terhadap dinamika pasar," katanya.
Selain Peraturan OJK Nomor 9/2024, OJK juga telah mengeluarkan beberapa peraturan lain yang mengatur pengawasan serta perlindungan nasabah dalam transaksi dengan BPR. Langkah-langkah ini sejalan dengan komitmen OJK untuk memperkuat stabilitas sektor keuangan mikro di Indonesia.
Diharapkan, dengan langkah-langkah ini, BPR dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat dan menjadi mitra yang dapat diandalkan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali tengah mendorong Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) di Pulau Dewata untuk mencapai target modal inti minimal Rp 6 miliar menjelang akhir tahun 2024. Kristrianti Puji Rahayu, Kepala OJK Provinsi Bali, mengungkapkan hal ini dalam pembahasan Action Plan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR di Denpasar pada 16 Juli 2024.
Kristrianti menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk memperkuat struktur, ketahanan, dan daya saing industri BPR di Provinsi Bali. "Dengan optimalisasi modal inti minimal Rp 6 miliar pada akhir 2024, diharapkan BPR dan BPRS dapat memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian lokal serta siap menghadapi dinamika ekonomi domestik," ujarnya.
Pemegang saham pengendali BPR atau BPRS didorong untuk mendukung langkah ini, karena peningkatan modal inti akan meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing mereka di tengah persaingan yang semakin ketat serta perkembangan teknologi informasi.
Untuk mencapai target modal inti, BPR dan BPRS dapat mengambil langkah-langkah seperti meningkatkan laba organik, menambah modal dari pemegang saham yang ada, serta mempertimbangkan penggabungan atau akuisisi oleh investor baru.
OJK memiliki kewenangan untuk menginstruksikan konsolidasi atau pengambilalihan bagi BPR atau BPRS yang tidak dapat memenuhi modal inti minimum. Langkah ini diambil untuk memperkuat struktur industri BPR/BPRS, terutama bagi entitas yang memiliki pemegang saham pengendali atau berada dalam satu grup yang sama.
Kristrianti juga menyoroti inisiatif OJK Provinsi Bali dalam mendukung penguatan BPR, seperti sosialisasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Publik (SAK EP) dan kerja sama dalam workshop dengan Sparkassen dan ADB. Tujuan inisiatif ini adalah untuk meningkatkan kapasitas BPR dalam menghadapi tantangan digitalisasi dan perkembangan teknologi informasi.
I Gusti Agung Rai Wirajaya, Ketua Forum Pemegang Saham Pengendali, memberikan dukungan penuh terhadap upaya mencapai modal inti minimum. "Dengan memastikan pemenuhan modal inti Rp 6 miliar, BPR dan BPRS di Provinsi Bali akan semakin kuat dan mampu bersaing di industri perbankan," katanya.