Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa sanksi terkait pembatasan kegiatan usaha (PKU) yang sebelumnya diberlakukan kepada perusahaan pembiayaan PT Akulaku Finance Indonesia (Akulaku) telah resmi dicabut. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyatakan bahwa Akulaku telah memenuhi semua tindak lanjut rekomendasi dari pihak OJK.
"OJK telah mencabut sanksi terkait pembatasan kegiatan usaha atau PKU dari BNPL Akulaku pada tanggal 29 Februari kemarin," ungkap Agusman dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK secara daring, Senin (4/3/2024).
Agusman menekankan bahwa dengan pencabutan sanksi PKU tersebut, Akulaku kini dapat kembali menjalankan kegiatan bisnis buy now pay later (BNPL) seperti biasa, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kami berharap bahwa ke depan, dalam menjalankan kegiatan, Akulaku dapat lebih meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dan pelaksanaan manajemen risiko sesuai dengan peraturan yang berlaku," tambah Agusman.
Sebelumnya, regulator telah menetapkan PKU tertentu kepada Akulaku karena perusahaan tidak mematuhi tindakan pengawasan yang diminta oleh OJK. Salah satu tindakan tersebut adalah pembatasan penyaluran pembiayaan dengan skema BNPL.
Akulaku dilarang melakukan kegiatan usaha penyaluran pembiayaan, baik kepada debitur eksisting maupun baru, dengan skema BNPL atau pembiayaan serupa, termasuk penyaluran melalui skema channeling maupun joint financing.
Bprnews.id - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menghibahkan aset daerah berupa tanah dan bangunan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalteng.
Penyerahan aset ini dilakukan secara resmi melalui penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dan Berita Acara Serah Terima (BAST) oleh Wakil Gubernur Kalteng, Edy Pratowo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK RI, Mahendra Siregar. Acara tersebut berlangsung di Gedung OJK I, Menara Radius Prawiro, Jakarta, pada Selasa, 5 Maret 2024.
Edy Pratowo menyatakan bahwa pemberian hibah aset daerah ini merupakan wujud dukungan Pemprov Kalteng terhadap tugas OJK, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023.
"Pemprov telah memfasilitasi OJK Kalteng memanfaatkan salah satu gedung melalui skema pinjam pakai sejak Desember 2018 dan baru dimanfaatkan secara optimal per bulan Juni 2020. Sekarang, secara resmi kami hibahkan," ujarnya dalam keterangan rilis yang diterima pada Rabu, 6 Maret 2024.
Edy berharap, dalam waktu lima tahun setelah penandatanganan hibah ini, OJK dapat melaksanakan pembangunan gedung atau kantor dengan baik dan megah. Hal ini diharapkan dapat menjadikan gedung OJK sebagai salah satu ikon pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Tengah.
"Dari awal kami memberikan fasilitas gedung kantor melalui skema pinjam pakai hingga saat ini dihibahkan, kami berharap OJK mampu menjadi mitra yang solid bagi Pemerintah Daerah, khususnya dalam pengembangan ekonomi regional dan dukungan terhadap program-program strategis," tambahnya. (DONNY D/j)
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 2 Tahun 2024 mengenai Penerapan Tata Kelola Syariah bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Aturan ini dirancang untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip syariah terpenuhi dalam kegiatan usaha dan operasional BUS dan UUS.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, menjelaskan bahwa aturan ini resmi diterbitkan pada tanggal 16 Februari 2024. POJK ini bertujuan untuk lebih memperinci ketentuan yang telah ada sebelumnya dalam POJK Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Tata Kelola untuk Bank Umum, khususnya dalam konteks prinsip syariah.
"Arsitektur POJK ini dirancang untuk mengatur kegiatan perbankan yang mencakup aspek-usaha, kapasitas, dan kultur Sumber Daya Manusia (SDM), serta orientasi bisnis Bank syariah," kata Aman dalam keterangannya Rabu, 6 Maret 2023.
POJK ini meliputi hal-hal mendasar dan strategis dalam penerapan tata kelola untuk memastikan pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan usaha dan operasional BUS dan UUS, termasuk penguatan wewenang, struktur dan fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS), pelaksanaan fungsi kepatuhan syariah, manajemen risiko syariah, dan audit intern syariah.
Selain itu, aturan ini juga merupakan bagian dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah 2023-2027 yang bertujuan untuk mengembangkan perbankan syariah yang sehat, efisien, berintegritas, dan berdaya saing, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Melalui konsistensi dalam menerapkan tata kelola syariah, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah di Indonesia semakin meningkat, yang pada gilirannya akan memperkuat dan mengembangkan industri perbankan syariah di Indonesia.
Aman menambahkan bahwa penerbitan aturan ini juga merupakan langkah tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang memperkuat posisi Dewan Pengawas Syariah dalam struktur pengawasan bank syariah.
"Dengan POJK ini, seluruh BUS dan UUS diharapkan menerapkan tata kelola syariah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, sebagai langkah tambahan dalam memastikan tata kelola yang baik," tandasnya.
Bprnews.id - Penghujung tahun sering kali menjadi periode yang menghadirkan sorotan publik terhadap fenomena bank yang bangkrut, terutama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang sering kali mengalami berbagai masalah, salah satunya adalah masalah dalam pengelolaan yang buruk.
Pengamat ekonomi, Darwin Damanik, mengemukakan bahwa banyak BPR saat ini menghadapi masalah di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akibat pengelolaan yang buruk, bahkan beberapa di antaranya terlibat dalam praktik penipuan. Menurutnya, integritas dari pemilik saham hingga pengurus BPR tidak terjaga dengan baik.
"Di tengah persaingan global dalam industri perbankan yang semakin ketat, kehadiran fintech dan perusahaan peminjaman online telah merusak segmen nasabah BPR di sektor mikro, menyulitkan BPR dalam mengelola keuangannya," ungkapnya kepada Mistar.id pada Rabu (6/3/24).
Darwin juga mengamati bahwa kualitas aset BPR terus memburuk, yang tercermin dari peningkatan nilai rasio Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit macet.
"Kualitas aset yang memburuk menunjukkan meningkatnya jumlah kredit macet perusahaan, yang bisa menjadi risiko bagi perusahaan dalam mencapai profitabilitas karena sumber pendapatannya terganggu," jelasnya.
Menurut Darwin, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap BPR dalam hal teknologi dengan membangun sistem IT yang mampu membantu manajemen BPR di seluruh Indonesia dalam menerapkan tata kelola bisnis bank yang baik. (abdi/hm17)
Bprnews.id - Postur industri bank perekonomian rakyat (BPR) terbilang gendut dengan adanya 1.405 bank rural di Indonesia per November 2023. Namun, untuk memperkuat industri ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan merampingkan jumlah BPR melalui konsolidasi.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan yang juga Anggota Dewan Komisioner OJK, menyatakan bahwa OJK berencana memangkas jumlah BPR menjadi 1.000 pada tahun 2027 mendatang. Alasan di balik langkah ini antara lain adalah adanya banyak BPR dengan pemilik yang sama serta beberapa BPR yang beroperasi dengan kondisi kurang fit.
Salah satu instrumen yang digunakan untuk mendorong konsolidasi adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mengatur single presence policy (SPP) juga berlaku bagi BPR. Konsolidasi diharapkan meningkatkan peran BPR dalam perekonomian daerah, khususnya dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Meskipun belum diperintahkan, beberapa BPR telah melakukan konsolidasi. Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan bahwa sejak 2018 hingga semester pertama 2023, 167 BPR dan BPRS telah melakukan konsolidasi dalam bentuk merger, dengan rata-rata 28 BPR berkonsolidasi setiap tahunnya.
Tahun 2019 mencatatkan angka tinggi konsolidasi, dengan 41 BPR dan 1 BPRS melakukan merger. BPR BKK Jateng menjadi salah satu contoh sukses konsolidasi dengan menggabungkan 27 BKK milik Pemerintah Provinsi Jateng menjadi satu entitas.
Meskipun dianggap memiliki manfaat positif, konsolidasi juga memiliki beberapa efek samping, seperti pengurangan lapangan kerja dan potensi benturan kultur kerja antara BPR yang melebur. Namun, para pemangku kepentingan, termasuk OJK, percaya bahwa konsolidasi merupakan langkah penting untuk memperkuat industri bank rural di tengah persaingan yang semakin ketat.