BPRNews.id - Periode Januari-Mei 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin operasional 12 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPRS (Bank Perekonomian Rakyat Syariah). Salah satunya adalah BPR Jepara Artha (BJA).
Menariknya, bank milik Pemerintah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng) ini, memiliki umur lebih dari 70 tahun. Citra bank ini sempat tercoreng oleh kasus dana kampanye ilegal Partai Gerindra menjelang Pemilu 2024.
Kronologis BPR Jepara Artha
Berikut sejarah dan kronologis dicabutnya izin operasi BPR Jepara Artha.
Bank ini sempat tidak beroperasi, tetapi kemudian diaktifkan kembali dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jepara No. 539/581 tanggal 23 Juli 1988. Selanjutnya, bank ini berkembang menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan Perda Kabupaten Dati II Jepara No. 22 tanggal 28 November 1995, yang disahkan dengan keputusan Gubernur KDH TK 1 Jawa Tengah No. 188.3/152/1996 tanggal 6 Juni 1996, dan mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan RI No. Kep-077/KM.17/1998 tanggal 18 Februari 1998.
PD BPR Bank Jepara Artha kemudian berubah badan hukum menjadi PT Bank Jepara Artha (Perseroda), sesuai Perda Kabupaten Jepara Nomor 10 Tahun 2018 dan disetujui oleh OJK, sesuai Keputusan Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY Nomor KEP-75/KR.03/2020 tanggal 13 Mei 2020.
Berdasarkan Salinan Keputusan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 4 Tahun 2024 tanggal 13 Mei 2024 tentang Penyelesaian Bank Dalam Resolusi PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank Jepara Artha dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPR.
Langkah ini menandai akhir dari perjalanan panjang BPR Jepara Artha, sebuah bank dengan sejarah panjang yang tidak mampu bertahan di tengah tantangan regulasi dan masalah manajemen.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menggelar peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR/BPRS (RP2B) 2024 – 2027 di Raffles Hotel, Jakarta.
Roadmap tersebut menekankan empat pilar utama, termasuk penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi BPR/S, penguatan peran BPR/S terhadap wilayahnya, serta penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan.
Sementara itu, sebagai bagian dari upaya mendorong kemajuan BPR/S, OJK juga menerbitkan peraturan baru, termasuk Peraturan OJK 7/2024 tentang BPR/S yang bertujuan untuk mempercepat penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPRS.
Dalam acara peluncuran tersebut, OJK memberikan apresiasi kepada industri BPR yang dinilai memiliki kinerja baik. Salah satunya diberikan kepada PT BPR Universal untuk kategori BPR/S dengan Penguatan Struktur dan Daya Saing. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh pimpinan OJK kepada Kaman Siboro, Komisaris Utama Universal BPR.
Menanggapi penghargaan ini, Kaman Siboro menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh inisiatif OJK dalam mengimplementasikan RP2B 2024-2027.
Hal ini diharapkan dapat membantu membangun industri BPR dan BPRS yang lebih efisien serta meningkatkan kesempatan akses keuangan bagi seluruh masyarakat, termasuk pelaku UMKM.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan pentingnya peran BPR dan BPRS dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat lapisan bawah.
Ia berharap bahwa penghargaan ini akan menjadi motivasi bagi Universal BPR untuk terus berinovasi dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian perbankan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Selain itu, Kaman Siboro juga menambahkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, Universal BPR telah mencapai berbagai pencapaian signifikan, termasuk total aset mencapai Rp 1,5 triliun pada Desember 2023.
Beberapa inisiatif sukses yang dilakukan oleh Universal BPR antara lain peluncuran aplikasi Universal Mobile untuk memudahkan nasabah dalam transaksi perbankan digital, serta program Deposito Peduli yang telah mendistribusikan lebih dari 30.000 paket sembako kepada masyarakat yang membutuhkan.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyiapkan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan dan pelaksanaan likuidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jepara Artha, yang berlokasi di Jl Jenderal Ahmad Yani No 62, Pengkol V, Jepara, Jawa Tengah.
Proses ini dilakukan setelah izin operasional BPR Jepara Artha dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak tanggal 21 Mei 2024.
"Untuk melaksanakan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Jepara Artha, LPS akan memastikan simpanan nasabah dapat dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Dimas Yuliharto, Sekretaris Lembaga LPS, Kamis (23/5/2024).
LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar. Proses rekonsiliasi dan verifikasi ini diharapkan selesai dalam 90 hari kerja, atau sampai dengan tanggal 30 September 2024. Dana yang digunakan untuk pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Jepara Artha bersumber dari dana LPS.
Nasabah dapat melihat status simpanannya di kantor BPR Jepara Artha atau melalui website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan pembayaran klaim penjaminan simpanan. Bagi debitur bank, mereka tetap dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor BPR Jepara Artha dengan menghubungi pihak terkait.
LPS juga mengimbau agar nasabah BPR Jepara Artha tetap tenang dan tidak terpancing atau terprovokasi untuk melakukan hal-hal yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank.
Nasabah diharapkan tidak mempercayai pihak-pihak yang mengaku dapat membantu pengurusan pembayaran klaim penjaminan simpanan dengan imbalan atau biaya tertentu.
Penting bagi nasabah untuk mengetahui bahwa masih banyak BPR/BPRS atau bank umum lainnya yang masih beroperasi. Jika simpanan nasabah BPR Jepara Artha telah dibayarkan oleh LPS, nasabah dapat mengalihkan simpanannya ke bank lain terdekat yang dapat dijangkau.
Nasabah juga tidak perlu ragu untuk kembali menyimpan uangnya di perbankan, karena simpanan di semua bank yang beroperasi di Indonesia dijamin oleh LPS.
"Agar simpanan nasabah dijamin LPS, nasabah dihimbau untuk memenuhi syarat 3T LPS. Adapun syarat 3T tersebut adalah Tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, tidak melakukan pidana yang merugikan bank," pungkas Dimas.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda), yang beralamat di Jalan A.Yani No. 62 RT 001 RW 005 Pengkol, Jepara, Jawa Tengah. Kepala Perwakilan OJK Jawa Tengah, Sumarjono, menyatakan bahwa pencabutan izin usaha ini adalah bagian dari tindakan pengawasan OJK untuk menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen.
Setelah pencabutan izin tersebut, pengelolaan dana nasabah dialihkan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). OJK mengimbau para nasabah untuk tetap tenang, karena dana masyarakat di perbankan, termasuk di BPR, dijamin oleh LPS sesuai ketentuan yang berlaku.
LPS menjelaskan bahwa proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan likuidasi bank dilakukan setelah izin BPR Jepara Artha dicabut oleh OJK sejak 21 Mei 2024. LPS memastikan bahwa simpanan nasabah akan dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar. Proses rekonsiliasi dan verifikasi ini akan diselesaikan paling lambat dalam 90 hari kerja, atau sampai dengan tanggal 30 September 2024. Dana yang digunakan untuk pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Jepara Artha bersumber dari dana LPS.
"Nasabah dapat melihat status simpanannya di kantor BPR Jepara Artha atau melalui website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR tersebut. Bagi debitur bank, tetap dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor BPR Jepara Artha dengan menghubungi Tim Likuidasi LPS," jelas Dimas Yuliharto, Sekretaris Lembaga LPS.
LPS juga mengimbau agar nasabah BPR Jepara Artha tetap tenang dan tidak terpancing atau terprovokasi untuk melakukan tindakan yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank. Nasabah diminta untuk tidak mempercayai pihak-pihak yang mengaku dapat membantu pengurusan pembayaran klaim penjaminan simpanan dengan imbalan atau biaya tertentu.
Penting untuk diketahui oleh nasabah bahwa masih banyak BPR/BPRS atau bank umum lainnya yang masih beroperasi. Jika simpanan nasabah BPR Jepara Artha telah dibayarkan oleh LPS, nasabah dapat mengalihkan simpanannya ke bank lain terdekat yang dapat dijangkau.
Nasabah juga tidak perlu ragu untuk kembali menyimpan uangnya di perbankan, karena simpanan di semua bank yang beroperasi di Indonesia dijamin oleh LPS.
"Agar simpanan nasabah dijamin oleh LPS, nasabah dihimbau untuk memenuhi syarat 3T LPS. Syarat 3T tersebut adalah Tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan tidak melakukan pidana yang merugikan bank," pungkas Dimas.
BPRNews.id - PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Christa Jaya kembali melakukan sita eksekusi terhadap dua unit mobil yang menjadi jaminan pinjaman nasabah atas nama Roni Alexander Nara Mesakh. Eksekusi ini dilaksanakan sesuai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang karena nasabah tidak melunasi hutangnya.
Eksekusi dilakukan pada Senin (20/5) berdasarkan perintah PN Kelas IA Kupang dengan surat penetapan nomor: 30/Pen.Eks.Fidusia/2023/PN Kpg yang dikeluarkan oleh Ketua PN Kelas IA Kupang.
Proses eksekusi berlangsung di Kelurahan Oesapa Selatan, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, dan dikawal ketat oleh pihak kepolisian dari Polresta Kupang Kota, Polsek Kota Lama, Kelurahan Oesapa Barat, serta RW setempat.
Pelaksanaan eksekusi sempat terhambat karena pemilik mobil bersikeras tidak menyerahkan satu unit mobil yang menjadi jaminan tersebut. Pemilik hanya mengizinkan salah satu unit untuk disita, dengan alasan dirinya tidak pernah memberikan kedua unit mobilnya sebagai jaminan untuk pinjaman tersebut.
Pelaksanaan sita eksekusi berlangsung sekitar pukul 10.00 WITA dan sempat diskorsing karena tidak ada titik temu. Eksekusi baru kembali dilanjutkan sekitar pukul 14.30 WITA. Panitera Sekretaris (Pansek) PN Kelas IA Kupang, I Dewa M. A. Hartawan menjelaskan bahwa eksekusi dilakukan atas permohonan dari BPR Christa Jaya terhadap satu unit mobil dump truck dan satu unit mobil Mitsubishi double cabin.
"Proses ini telah melalui tahapan aanmaning, termasuk pemberian surat teguran kepada nasabah yang tidak memenuhi kewajibannya," ujar Hartawan.
Direktur Kredit BPR Christa Jaya, Ricky Manafe, menegaskan bahwa tindakan eksekusi dilakukan sesuai dengan prosedur hukum karena nasabah telah gagal membayar pinjaman sebesar lebih dari Rp 500 juta.
"Kami selalu mengupayakan penyelesaian secara persuasif. Namun, jika nasabah tidak menunjukkan itikad baik, maka kami tempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Ricky.
Ricky menjelaskan bahwa permohonan eksekusi telah diajukan ke pengadilan berdasarkan akta fidusia. "Kami sudah menjalankan semua prosedur, termasuk surat peringatan I, II, dan III, sebelum akhirnya mengajukan eksekusi ke pengadilan," tambahnya.
Sejak berdiri pada tahun 2008, BPR Christa Jaya baru tiga kali melakukan eksekusi jaminan. Bank ini selalu mengutamakan penyelesaian persuasif dan win-win solution. "Kami mengimbau nasabah yang memiliki masalah kredit agar segera datang ke bank untuk mencari solusi terbaik," tutur Ricky.
Roni Alexander Nara Mesakh menjelaskan bahwa BPKB dua mobil tersebut dijadikan jaminan tanpa sepengetahuan pemilik. "Bulan April 2019 saya meminta BPKB dengan tujuan modal usaha jual beli mobil dan akan dikembalikan beberapa bulan kemudian. Namun karena uang tidak cukup, sehingga saya jadikan jaminan di Bank Christa Jaya," katanya.
Mobil tersebut dijadikan jaminan tanpa ada surat kuasa dari pemilik. Pinjaman itu sebelumnya dilakukan antara dirinya dengan Christofel Liyanto. Pengembalian dan tenor yang tidak menentu membuat pinjaman tersebut dialihkan ke Bank Christa Jaya.
"Saya ditawarkan kalau di bank bunga pengembalian hanya satu persen. Ini juga dibantu Pak Cris karena mau membantu saya. Kami sudah kerja sama sejak 2016," katanya.
Ia mengakui bahwa sisa utang sekitar Rp 500 juta dengan jaminan satu sertifikat rumah dan dua mobil. "Saya minta waktu paling lambat satu bulan untuk menjual rumah agar bisa menutupi hutang ini sehingga dua mobil ini bisa keluar," pungkasnya.