BPRNews.id - Devoteam dan Google Cloud Mengakselerasi Proses Digitalisasi BPR di Indonesia Konsultan IT multinasional, Devoteam G Cloud, bersama Google Cloud, telah menjalin kemitraan untuk memaksimalkan proses digitalisasi dan modernisasi bank perekonomian rakyat (BPR) di Indonesia.
Menurut Fanly Tanto, Country Director Google Cloud Indonesia, dalam pernyataannya di Jakarta pada hari Senin, BPR dan BPRS (bank perekonomian rakyat syariah) memiliki potensi untuk meningkatkan layanan mereka dengan mengikuti perkembangan teknologi di era digital.
Terlebih lagi, sejak 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendorong BPR/BPRS untuk melakukan digitalisasi guna meningkatkan efisiensi proses bisnis mereka.
Fanly berharap kolaborasi ini akan membantu meningkatkan kompetensi BPR/BPRS dan masyarakat pedesaan.
"Ada banyak inovasi yang dapat diciptakan untuk industri BPR/BPRS ini, seperti penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan algoritma pembelajaran mesin untuk memfasilitasi verifikasi data nasabah, menyusun rencana pemasaran, dan mendeteksi aktivitas yang mencurigakan," ujarnya.
Dalam rangka mengoptimalkan digitalisasi di industri jasa keuangan, Devoteam dan Google Cloud telah menyelenggarakan acara "Getting to Know Google Cloud for The Financial Services Industry", yang dihadiri oleh lebih dari 100 BPR dari seluruh Indonesia.
Acara tersebut bertujuan untuk memperkenalkan BPR/BPRS dengan berbagai layanan yang ditawarkan oleh Google Cloud, yang dapat membantu meningkatkan kinerja bisnis mereka.
"Dengan memanfaatkan teknologi, proses pembukaan rekening dapat menjadi lebih mudah, proses pendaftaran dapat disederhanakan, waktu yang dibutuhkan dapat dipersingkat, dan layanan dapat diakses kapan saja dan di mana saja, mengingat permintaan akan layanan 24 jam dari nasabah," jelas Fanly.
Komang Mertayasa, Artifical Intelligence & Machine Learning Engineer dari Devoteam G Cloud, menambahkan bahwa penggunaan kecerdasan buatan dapat membantu BPR/BPRS dalam meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan layanan pelanggan, dan mentransformasi pengelolaan data keuangan.
Sementara itu, Bambang Supriyanto, Kepala OJK Kediri, yang juga hadir dalam acara tersebut, menyatakan apresiasinya terhadap kesempatan yang diberikan oleh Google Cloud dan Devoteam G Cloud.
Menurutnya, acara ini telah memberikan wawasan yang berharga kepada BPR/BPRS tentang pemanfaatan produk Google untuk pemasaran digital, serta peluang untuk meningkatkan layanan kepada nasabah dengan menggunakan layanan Google Cloud, yang didukung oleh sistem keamanan yang andal.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan situasi likuiditas bank-bank kecil, terutama KBMI I dan KBMI II, dalam konteks tren suku bunga yang sedang meningkat. Berdasarkan data OJK per Maret 2024, likuiditas industri perbankan masih dalam kondisi memadai dengan rasio-rasio likuiditas yang melebihi standar pengawasan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan perlunya pemantauan terus-menerus terhadap semua bank KBMI I dan KBMI II.
"Kami memastikan bahwa setiap bank memiliki rencana tindakan yang cukup untuk mengatasi kebutuhan likuiditas, termasuk jaringan pasar untuk memperoleh dana likuiditas dengan cepat," ungkap Rae dalam keterangan resmi pada Kamis (23/5/2024).
Salah satu contohnya adalah PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR), yang meskipun mengalami penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sekitar 5% dibandingkan dengan akhir tahun 2023, likuiditasnya masih dianggap baik.
"Ini disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang tidak terlalu signifikan," jelas Direktur Kepatuhan DNAR, Efdinal Alamsyah, kepada Bisnis pada Kamis (23/5/2024).
Sementara itu, PT Bank Neo Commerce (BNC) Tbk. (BBYB), yang juga tergolong KBMI I, mencatat likuiditas yang terjaga di tengah era suku bunga tinggi. "Masih banyak ruang untuk berkembang, itulah sebabnya kami berani untuk memperluas. Kami juga berupaya meningkatkan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) menjadi setidaknya 75%-78%," tutur Direktur Bisnis BNC, Aditya Windarwo.
Di sisi lain, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM), yang termasuk KBMI II, melaporkan kondisi likuiditas yang baik dengan LDR pada kuartal I/2024 mencapai 70%.
"Kami masih memiliki ruang untuk pertumbuhan. Outstanding kami masih dapat berkembang, baik dalam pasar maupun sektor produktif yang tumbuh secara signifikan," jelas Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, dalam Paparan Kinerja Kuartal I/2024.
Manajemen bank juga telah meninjau hambatan-hambatan yang ada dan melanjutkan pencapaian pada 2023 dengan mengakuisisi lebih banyak bisnis di sektor riil/produktif, terutama di segmen kredit UMKM, serta memperkuat pasar captive, terutama di segmen konsumen melalui program retensi dan akuisisi.
"Beberapa ekosistem selain bisnis kredit konsumen meliputi pembiayaan proyek Pemda dan layanan transaksi antar BUMD dan BLUD di bawah kendali Pemda," tambahnya.
BPRNews.id - Baru lima bulan berjalan pada tahun ini, sudah ada 12 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang gulung tikar. Jumlah ini meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 2023, dengan mayoritas bank yang bangkrut berasal dari Jawa Tengah.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa setiap tahun biasanya ada 6 hingga 7 BPR yang jatuh. Penyebab utamanya adalah mismanagement oleh pemiliknya.
Jumlah BPR yang semakin susut tiap tahun menurun drastis dibandingkan satu dekade lalu, di mana sudah ada 263 BPR yang gugur. Berdasarkan data OJK hingga Mei 2024, Indonesia melaporkan bahwa tersisa 1.390 BPR yang bertahan.
LPS telah mengalokasikan anggaran untuk menyelamatkan 12 BPR yang jatuh tahun ini. Artinya, kemungkinan besar anggaran untuk BPR yang jatuh sudah terpenuhi. Namun, Purbaya menekankan bahwa jumlah ini bisa berubah tergantung keadaan, mengingat adanya program konsolidasi BPR dari OJK.
"Di anggaran kita ada 5 lagi, kita dianggarkan kan 12 [BPR] karena dari tahun ke tahun biasanya 7-8 per tahun. Ini ada program semacam konsolidasi, jadi kita dapat angka dari OJK sekitar 12 waktu itu. Tapi mungkin juga akan bergeser, bisa lebih, bisa kurang. Kita tunggu perkembangan yang ada," ujar Purbaya usai Rapat Kerja Komisi XI dengan Ketua DK LPS, Selasa (26/3/2024) lalu.
Berikut adalah daftar 12 BPR yang gugur tahun ini:
Penutupan 12 BPR ini menandai tantangan besar yang dihadapi oleh sektor BPR di Indonesia, terutama dalam hal pengelolaan dan penyehatan bank yang bermasalah. Program konsolidasi dari OJK diharapkan dapat membantu memperkuat sektor ini ke depannya.
BPRNews.id - PT BPR Universal (Bank Universal BPR) berhasil meraih penghargaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk kategori BPR/BPRS dengan Penguatan Struktur dan Daya Saing.
Penghargaan ini diserahkan kepada Kaman Siboro, Komisaris Utama Universal BPR, dalam acara peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR/S (RP2B) 2024-2027 yang berlangsung di Raffles Hotel, Jakarta, pada Senin, 20 Mei 2024.
Secara keseluruhan, RP2B 2024-2027 terdiri atas empat pilar utama: penguatan struktur dan daya saing; akselerasi digitalisasi BPR/S; penguatan peran BPR/S terhadap wilayahnya; serta penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan.
Selain itu, roadmap ini didukung oleh perangkat pendukung (enabler) yang mencakup kepemimpinan dan manajemen perubahan; kuantitas dan kualitas SDM; infrastruktur teknologi informasi; serta kolaborasi dan kerja sama sektoral/interdep.
Selain peluncuran roadmap tersebut, OJK juga menerbitkan aturan-aturan baru untuk mendorong kemajuan BPR/S, salah satunya adalah Peraturan OJK 7/2024 tentang BPR/S untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR/S.
Ke depan, Universal BPR berkomitmen untuk mendukung penuh inisiatif OJK dalam mengimplementasikan RP2B 2024-2027 guna mencapai tujuan membangun industri BPR/S yang lebih efisien, memperkuat tata kelola, inklusif melalui peningkatan kapasitas, serta meningkatkan akses keuangan bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk para pelaku UMKM.
Dalam sambutannya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa peran BPR/S sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tingkat bawah.
“Dengan semangat baru ini, akan menjadi motivasi bagi Universal BPR untuk terus berinovasi sehingga dapat tumbuh dan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian perbankan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” kata Kaman Siboro dalam keterangan resminya, Rabu (22/5).
Lebih lanjut, Kaman menegaskan bahwa Universal BPR telah menunjukkan berbagai pencapaian signifikan selama 20 tahun beroperasi, yang mencerminkan kinerja yang kuat dalam rekam jejak pertumbuhan dan pencapaiannya.
Pada tahun 2023, Universal BPR mencatat total aset sebesar Rp1,5 triliun. Beberapa pencapaian utama termasuk peluncuran Universal Mobile, sebuah aplikasi yang memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi perbankan secara digital.“Selain itu, Universal BPR telah mendistribusikan lebih dari 30.000 paket sembako melalui program Deposito Peduli, yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Universal BPR juga telah meluncurkan kantor baru di PIK dan Depok untuk memperluas jangkauan layanan kepada nasabah,” tambah Kaman.
Sebagai catatan, Universal BPR merupakan bank perkreditan rakyat (BPR) yang berizin dan diawasi oleh OJK serta merupakan peserta penjaminan LPS. Dengan ini, Universal BPR menjamin keamanan dan kepercayaan nasabah dalam setiap transaksi dan layanan yang diberikan.
BPRNews.id - Kepala Eksekutif Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengungkapkan rencana untuk mengalihkan kepemilikan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) milik pemerintah daerah (Pemda) ke Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Langkah ini merupakan bagian dari Rencana Aksi Pengembangan dan Penguatan Industri (RP2B) BPR-BPRS yang diluncurkan pada Desember 2023.
Menurut catatan OJK, pemerintah daerah memiliki 83 BPR. Peraturan baru ini mengharuskan beberapa pemerintah daerah yang memiliki BPR untuk beralih ke BPD di kemudian hari.
“BPR-BPR ini bukan lagi milik kabupaten atau kota. Semuanya dihimpun di bawah koordinasi BPD. Jadi kepemilikan kabupaten/kota secara tidak langsung melalui BPD,” kata Dian saat peluncuran RP2B.
Dian menjelaskan bahwa alasan utama BPD mengambil alih BPR-BPR adalah untuk mempercepat proses kerja BPR. Menurutnya, kerja BPR akan sulit jika dana yang diberikan harus selalu melalui pemerintah provinsi yang biasanya memerlukan persetujuan DPRD dan pemangku kepentingan lainnya.
“Perlu langkah cepat dalam melakukan perbankan ini. Dan menurut saya beberapa prosedur terlalu panjang jika hanya bergantung pada dana pemerintah daerah karena memerlukan keputusan DPRD dan sebagainya,” jelas Dian.
Dengan aturan ini, BPR milik pemerintah daerah akan lebih mudah beroperasi di bawah pengawasan BPD. Ke depan, BPD akan melakukan pengawasan terhadap BPR di daerah dengan bantuan OJK.
“Ada BPD dan BPR, itu juga milik pemerintah daerah, tapi melalui BPD. BPD ini melakukan pengawasan, penyelamatan dan lain sebagainya, tentu OJK membantu,” sambung Dian.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat proses perbankan dan meningkatkan efisiensi operasional BPR di berbagai daerah, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat dan perekonomian daerah.