Bprnews.id - Bank NTB Syariah adalah sebuah lembaga keuangan daerah yang terus menunjukkan prestasi gemilang, kini memasuki tahap akhir pemenuhan modal inti sebesar Rp3 triliun. Dalam rangka pencapaian ini, Bank NTB Syariah menjalin kerjasama strategis dengan Bank Jatim yang diakui sebagai jawaban terhadap kebutuhan modal inti sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2020.
Menurut Komisaris Independen Bank NTB Syariah, Hj. Putu Selly Andayani., M.Si, performa yang terus membaik menjadikan bank ini dipercaya oleh pihak eksternal, termasuk Bank Jatim, untuk menjalin kerjasama. Salah satu bentuk kerjasama yang paling signifikan adalah pemenuhan modal inti sebesar Rp3 triliun.
"Proses Kelompok Usaha Bank (KUB) dengan Bank Jatim sudah mencapai tahap final. Rencananya akan disampaikan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 25 Januari 2024. Kami tegaskan bahwa Bank NTB Syariah tidak akan turun kelas menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR), tetapi justru akan tetap mempertahankan statusnya sebagai bank yang handal," ujarnya dengan yakin.
Direktur Utama Bank NTB Syariah, H. Kukuh Rahardjo menambahkan bahwa kerjasama dengan Bank Jatim telah memenuhi semua syarat yang diperlukan. Kesepakatan ini tinggal menunggu persetujuan dalam RUPS sebagai langkah akhir sebelum implementasi.
"Semua syarat kerjasama telah diterima oleh Bank Jatim. Tinggal kita sampaikan kepada pemegang saham dalam RUPS untuk mendapatkan persetujuan atas kerjasama ini,” tambahnya.
Dengan terjalinnya kerjasama ini, Bank NTB Syariah tidak hanya berhasil memastikan pemenuhan modal inti sesuai ketentuan OJK, tetapi juga memastikan bahwa kerjasama ini tidak akan mengakibatkan penurunan persentase kepemilikan saham bagi pemegang saham eksisting, termasuk Pemprov NTB dan kabupaten/kota se NTB.
Nilai penyertaan modal sebesar Rp100 miliar dari Bank Jatim tidak akan dicatatkan sepenuhnya, tetapi akan disesuaikan dengan harga penawaran yang telah disepakati. Dengan demikian, dampak masuknya modal dari Bank Jatim diharapkan tidak signifikan terhadap pembagian dividen kepada pemegang saham di Provinsi NTB.
Dengan pencapaian ini, Bank NTB Syariah menunjukkan komitmennya untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian daerah.
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah menjalankan uji tuntas terhadap PT BPR Bank Jepara Artha selama tiga minggu ke depan.
Ketua Tim Penyehatan Bank Jepara Artha, Hery Yulianto, mengungkapkan bahwa selama periode tersebut, LPS akan memeriksa secara menyeluruh kinerja dan laporan keuangan Bank Jepara Artha.
Hasil uji tuntas ini akan menjadi penentu apakah nasib bank yang dimiliki Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara ini bisa diselamatkan atau tidak.
"Hanya OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang memiliki keputusan terkait hal ini," tegas Hery Yulianto, Asisten II Sekda Jepara, pada Senin (22/1/2024).
Sebelum LPS memulai uji tuntas, OJK telah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan menyeluruh di Bank Jepara Artha.
Meskipun keduanya memiliki tujuan serupa, LPS memiliki batasan waktu tiga minggu untuk melaksanakan tugasnya. Evaluasi ini menjadi langkah penting dalam menentukan langkah selanjutnya terkait kondisi bank.
Sebagai informasi tambahan, OJK sebelumnya memberikan tenggat waktu kepada Bank Jepara Artha untuk menyelesaikan permasalahan kredit bermasalah dari 38 debitur.
Selain itu, bank tersebut dilarang menyalurkan atau menarik uang nasabah sebagai sanksi, yang berlaku hingga pertengahan Februari 2024.
Dengan durasi uji tuntas LPS yang hampir bersamaan, hasil evaluasi kemungkinan akan mempengaruhi penetapan status Bank Jepara Artha pada pertengahan Februari nanti.
"Alur waktunya seperti itu. Bisa jadi penetapan status berikutnya dilakukan setelah LPS selesai melakukan uji tuntas," jelas Hery.
Bprnews.id - Kabar baik bagi para investor obligasi ritel, pemerintah Indonesia segera menawarkan obligasi ritel ORI 025 yang diprediksi akan menawarkan kupon di atas tingkat bunga deposito.
ORI 025 akan menjadi obligasi ritel pertama yang dipasarkan pada tahun ini, dengan jadwal penawaran mulai 29 Januari 2024 hingga 22 Februari 2024.
Obligasi ORI 025 akan hadir dalam dua tenor investasi, yaitu tenor 3 tahun (ORI025T3) dan tenor 6 tahun (ORI025T6). Para analis memproyeksikan bahwa kupon ORI 025 berpotensi bersaing dengan tingkat bunga deposito di Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Saat ini, tingkat bunga deposito di bank umum yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sekitar 4,25%, sedangkan bunga deposito di BPR dengan penjaminan LPS mencapai 6,75%. Fikri C. Permana, Senior Economist KB Valbury Sekuritas, menyampaikan prediksinya bahwa kupon ORI 025 bisa menyamai atau bahkan melampaui tingkat bunga deposito di BPR.
"Minat pasar terhadap obligasi ritel masih akan positif, dan dengan rencana penerbitan delapan SBN ritel sepanjang tahun ini, masih akan terserap dengan baik oleh masyarakat," kata Fikri.
Dia memperkirakan kupon ORI 025 berkisar antara 6,2%-6,7%, sementara untuk tenor 6 tahun dapat mencapai 6,8%-6,9%.
Fikri menilai bahwa kupon yang tinggi akan menjadi daya tarik bagi investor, membantu mendorong masyarakat untuk beralih dari deposito ke instrumen pendapatan tetap lainnya.
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, sejalan dengan pandangan tersebut, menambahkan bahwa minat investor dan masyarakat terhadap ORI 025 diperkirakan positif, dan proyeksi penyerapan dana bisa mencapai Rp 20 triliun.
Jika prediksi ini terbukti benar, ORI 025 dapat menjadi pilihan investasi menarik untuk para pelaku pasar yang mencari instrumen pendapatan tetap dengan imbal hasil yang kompetitif.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil sikap tegas untuk melindungi posisi Direktur Utama (Dirut) Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) milik pemerintah daerah dari upaya pendongkelan oleh sejumlah Pejabat Pj Gubernur di Indonesia.
Banyak Pj Gubernur dan Pj Bupati/Wali Kota di Indonesia diduga melakukan intervensi politik dengan merombak Dirut BPD dan BPR. Modus operandi mereka melibatkan pencarian kesalahan sekecil mungkin, bahkan beberapa oknum Pj disinyalir membiayai unjuk rasa untuk menuntut penggantian Dirut.
Demi mencegah penggantian Dirut yang didasarkan pada kepentingan politik yang terlalu prakmatis, OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Tata Kelola Bank Umum. Pasal 10 dalam peraturan tersebut menegaskan bahwa penghentian dan penempatan anggota direksi harus mengutamakan kepentingan utama bank
Direksi hanya boleh diganti jika dianggap tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, dan perubahan tersebut harus dilakukan secara obyektif melalui mekanisme yang berlaku.
Ketua Umum Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), Yuddy Renaldi, mengharapkan agar Pj Gubernur di seluruh Indonesia memiliki komitmen yang sama seperti Pj Gubernur Jawa Barat. Renaldi menyampaikan apresiasinya terhadap Pj Gubernur Jawa Barat yang dinilai memiliki komitmen yang baik terhadap Direktur Utama BPD di wilayahnya.
"Saya mendapatkan Pj Gubernur yang baik. Saya mendoakan semoga Pj. Gubernur di Bapak dan Ibu Dirut BPD SI memiliki komitmen seperti Bapak Bey T. Mahmuddin, karena rasanya kami sebagai Dirut BPD akan bekerja dengan tenang dan nyaman apabila komitmen Pj. Gubernur sebagai Pimpinan Daerah di masa transisi ini bisa menjaga semangat pertumbuhan, penuh transparansi, dan tidak mau ikut campur dalam urusan internal BPDnya," ujar Yuddy Renaldi.
Dia menekankan bahwa Pj Gubernur, sebagai pemangku kepentingan di masa transisi politik, harus menjaga kesinambungan kinerja BPD yang merupakan motor penggerak perekonomian daerah. BPD memiliki peran signifikan, dengan aset mencapai Rp956,45 triliun dan memberikan kontribusi sebesar 95% terhadap besaran aset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) secara keseluruhan.
Otoritas Jasa Keuangan juga mengingatkan Pj Gubernur untuk bersikap proporsional dan menjalankan tugas dengan profesionalitas selama satu tahun kepemimpinan di masa transisi. Mereka diimbau untuk tidak terlibat dalam otak-atik jabatan yang didasarkan pada kepentingan politik praktis.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan pengawasan di sektor Pasar Modal dengan menerbitkan dua Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Penerbitan tersebut melibatkan POJK Nomor 29 Tahun 2023 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka dan POJK Nomor 30 Tahun 2023 tentang Pengomunikasian Hal Audit Utama dalam Laporan Akuntan Publik atas Laporan Keuangan yang Diaudit di Pasar Modal.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, menjelaskan bahwa POJK 29/2023 bertujuan untuk mengatasi kendala implementasi ketentuan terkait pembelian kembali saham Perusahaan Terbuka dan pengalihan saham hasil pembelian kembali.
Peraturan ini juga diterapkan untuk memperkuat keterbukaan informasi, mengikuti praktik terbaik di negara lain, dan mengatur mekanisme pengalihan saham hasil pembelian kembali yang belum diatur secara rinci sebelumnya. Dengan diterbitkannya POJK 29/2023, POJK Nomor 30/POJK.04/2017 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Sementara itu, POJK 30/2023 diterbitkan untuk menghilangkan ketidaksetaraan dalam pengomunikasian Hal Audit Utama dalam Laporan Akuntan Publik, terutama pada entitas dengan akuntabilitas publik di Pasar Modal.
Peraturan ini menjawab ketidaksetaraan yang muncul akibat adanya Standar Audit tentang Pengomunikasian Hal Audit Utama dalam Laporan Auditor Independen (SA 701).
Dengan pengaturan POJK 30/2023, diharapkan adanya kesetaraan dalam laporan Akuntan Publik atas audit laporan entitas di Pasar Modal, khususnya dalam pengomunikasian Hal Audit Utama.