Bprnews.id - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) mengumumkan pembukaan museum baru yang berlokasi di bekas gedung De Javasche Bank, sebuah bangunan bersejarah dari masa Pemerintah Hindia Belanda. Gedung yang kini dikenal sebagai Bank Indonesia Muaro tersebut akan dijadikan sebagai museum edukasi yang mengungkap sejarah rupiah di Tanah Minangkabau.
"Kami dari BI Perwakilan Sumbar memutuskan untuk mengubah Gedung Memorabilia, atau yang dikenal sebagai Bank Indonesia Muaro, menjadi museum," ungkap Deputi Kepala Perwakilan BI Sumbar, Dandy Indarto Seno, dalam konferensi pers di Padang, Sabtu.
Menurut Dandy, gedung yang selesai dibangun pada tahun 1925 ini akan genap berusia 100 tahun pada tahun 2025. Sebelumnya, gedung tersebut digunakan sebagai ruang kerja bagi para karyawan bank.
"Pada tahun 1977, seluruh kegiatan BI Perwakilan Provinsi Sumbar dipindahkan ke Jalan Sudirman, atau Gedung BI saat ini. Sejak saat itu, BI Muaro hanya digunakan untuk kegiatan tertentu saja," tambahnya.
Mulai saat ini, gedung tersebut akan dibuka untuk kegiatan umum atau menjadi ruang publik.
Gedung ini akan menampilkan informasi seputar sejarah perekonomian di Sumbar sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda, sejarah gedung itu sendiri, dan sejarah mata uang yang pernah beredar di daerah Minangkabau. Beberapa koleksi lama dan barang-barang yang pernah digunakan oleh karyawan bank juga akan dipamerkan di dalam museum.
"Pengunjung juga dapat melihat langsung lemari besi besar yang dulunya digunakan untuk menyimpan uang, termasuk emas moneter," jelas Dandy.
Untuk sementara waktu, pengunjung yang ingin berkunjung ke museum tersebut harus mengirimkan surat permohonan ke BI Perwakilan Sumbar. Hal ini dilakukan untuk mengatur jumlah pengunjung dan menyusun jadwal kunjungan.
"Dengan mengirimkan surat, pengunjung dapat masuk ke gedung ini secara gratis. Namun, kami akan membatasi jumlah pengunjung untuk setiap kunjungan," tandasnya.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa hingga saat ini belum ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau anak usahanya yang masuk dalam rencana penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) tahun 2024.
"Untuk tahun 2024 ini, belum ada kelompok usaha BUMN atau anak usaha BUMN yang masuk dalam pipeline," ungkap Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, dalam keterangannya, Kamis (22/2/2024).
Meskipun demikian, Inarno menegaskan bahwa OJK tetap optimis terhadap kinerja penghimpunan dana di pasar modal yang diyakini akan stabil dan dapat mencapai target penghimpunan dana sebesar Rp200 triliun pada tahun 2024, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Nilai penawaran umum sudah mencapai Rp12,34 triliun, dengan 11 perusahaan baru telah terdaftar hingga 16 Februari 2024. "Sementara itu, masih terdapat 86 pipeline penawaran umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp50,02 triliun yang di antaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 59 perusahaan," jelas Inarno.
OJK mencatat bahwa nilai penggalangan dana dari 59 perusahaan yang ingin melantai di pasar saham mencapai Rp9,20 triliun. Selain itu, terdapat juga penawaran umum terbatas dan penawaran efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) yang juga berkontribusi pada penghimpunan dana di pasar modal.
Di sisi lain, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada BUMN yang masuk dalam rencana IPO tahun 2024.
"Apa yang dapat kami support untuk BUMN dan anak perusahaan untuk menjadikan perusahaan-perusahaan tersebut skill up dan transparan. Itu yang kami janjikan dan kami siap mendukung hal tersebut," tambahnya.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan perbankan untuk berhati-hati dalam penyaluran kredit kepada perusahaan financial technology (fintech). Kepala Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK secara proaktif mengawasi tren fintech terutama dalam pembiayaan melalui skema channelling oleh bank, termasuk bank digital.
"Fokus pengawasan mencakup analisis risiko dan evaluasi eksposur bank untuk memastikan praktik manajemen risiko yang baik serta kecukupan pencadangan," ujar Dian dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (22/2/2024).
OJK menegaskan bahwa tindakan tegas akan diambil terhadap bank yang memiliki konsentrasi eksposur bisnis fintech yang tinggi namun tidak prudent, seperti penghentian kerjasama dan aktivitas bank terkait serta penilaian ulang terhadap bisnis proses yang terlibat.
Selain itu, OJK mendorong bank untuk terus melakukan diversifikasi dan peningkatan kualitas portofolio kredit. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan komunikasi dengan nasabah serta pihak terkait lainnya guna membangun kepercayaan dan stabilitas.
"Edukasi kepada masyarakat tentang risiko dan kehati-hatian dalam menggunakan layanan fintech menjadi bagian penting dari upaya preventif yang diambil oleh otoritas perbankan," tambah Dian.
Sebagai informasi, kolaborasi antara perusahaan fintech, terutama yang bergerak di pinjaman online (peer-to-peer/P2P lending), dengan perbankan sudah menjadi umum. Dalam kerjasama ini, bank bertindak sebagai investor (lender) kepada fintech sebagai peminjam uang (borrower), membuka akses kepada lender untuk menyalurkan dana, dan memfasilitasi akses bagi peminjam untuk mengakses pinjaman.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang memiliki kinerja baik untuk melakukan initial public offering (IPO). Bursa Efek Indonesia (BEI) Yogyakarta menyatakan bahwa jika BPR dapat melaksanakan IPO, hal ini akan memberikan dampak positif pada pasar modal.
Menurut Kepala BEI Yogyakarta, Irfan Noor Riza, ada beberapa keuntungan yang akan didapat jika BPR bisa go public, termasuk mendapatkan insentif pajak, meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan kesadaran pasar, memperkuat loyalitas karyawan, mendapatkan akses pada pendanaan baru, dan meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.
"Dampaknya bagi pasar modal sangat baik sekali, tentunya industri pasar modal Indonesia akan semakin bertumbuh," ucapnya pada Sabtu (24/02/2024).
Ia juga menjelaskan bahwa tidak semua BPR dapat melaksanakan IPO di BEI. Ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh BPR yang akan melakukan IPO sesuai dengan peraturan OJK. Namun, hingga saat ini, belum ada BPR di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan IPO.
Kepala OJK Perwakilan DIY, Parjiman, menyatakan bahwa UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memberikan kemungkinan bagi BPR untuk melakukan IPO, dengan ketentuan yang akan diatur lebih lanjut.
"Ini merupakan terobosan yang bagus, di mana saat ini sumber modal BPR terbatas dari pemegang saham. Melalui IPO, kesempatan untuk berkembang bagi BPR akan lebih luas lagi," jelasnya.
Meskipun demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa tidak semua BPR dapat langsung melaksanakan IPO. OJK akan menetapkan sejumlah persyaratan agar proses IPO BPR dapat berjalan dengan baik dan tidak merugikan investor.
"Nanti akan keluar ketentuan dari kita POJK [Peraturan OJK]. Nanti ada kira-kira kriteria seperti apa BPR yang boleh IPO," katanya.
Bprnews.id - Rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) di sektor Bank Perekonomian Rakyat (BPR) mengalami penurunan meskipun masih berada di atas threshold yang ditetapkan regulator. Menurut data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPL BPR pada Desember 2023 berada di level 9,87%, mengalami penurunan sebesar 65 basis poin (bps) dari bulan sebelumnya yang mencapai 10,52% pada November 2023.
Meskipun terjadi penurunan, rasio tersebut masih di atas batas maksimal yang ditetapkan regulator, yaitu 5%. Total nilai kredit bermasalah di BPR mencapai Rp13,89 triliun per Desember 2023, dari total kredit yang telah disalurkan sebesar Rp140,79 triliun.
"Industri ini telah melakukan antisipasi yang baik, sejalan dengan akan berakhirnya masa relaksasi Covid-19 pada Maret 2024," ujar Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah.
Perbaikan rasio kredit bermasalah ini diharapkan akan semakin membaik seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan terus meningkatnya kualitas kredit industri BPR. Namun, meski terjadi penurunan, fenomena bank bangkrut tetap menjadi perhatian.
Sejak awal tahun ini, lima bank di Indonesia telah dicabut izinnya oleh OJK karena bangkrut, termasuk Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Purworejo dan PT BPR Bank Pasar Bhakti. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa OJK akan mempercepat penanganan bank bangkrut untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.