Bprnews.id - Publik terus mendesak Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake, untuk segera menerbitkan surat persetujuan prinsip kelompok usaha bank (KUB) dengan Bank DKI. Namun, di tengah tekanan ini, muncul dilema besar bagi Bank NTT.
Apakah akan menyetujui KUB dan kehilangan kemandiriannya, atau menolak dan turun status menjadi bank perekonomian rakyat (BPR)?
Menurut anggota Komisi III DPRD Provinsi NTT, Hugo Rehi Kalembu, jika persetujuan kerja sama dengan Bank DKI tidak dikeluarkan, maka Bank NTT akan secara otomatis turun status menjadi BPR. Dampaknya akan terasa luas, termasuk pada dana transfer umum dan layanan perbankan.
"Layanan mobile banking pun juga tak diperbolehkan lagi, layanan bank devisa dicabut, penerimaan pajak dan retribusi daerah pun juga tidak melalui Bank NTT lagi. Semua itu akan berimbas pada PHK atau pemutusan hubungan kerja pegawai Bank NTT secara besar-besaran," ujar Hugo.
Namun, Hugo juga mengingatkan bahwa menyetujui KUB tanpa kesepakatan yang jelas bisa mengakibatkan Bank NTT kehilangan kemandiriannya secara perlahan. Ada risiko bahwa Bank DKI akan mengambil alih sebagian manajemen Bank NTT, mengurangi kontrol atas keputusan strategis.
Hugo juga mengungkapkan bahwa terdapat ketidakpastian dalam pembahasan kerja sama KUB. Bank DKI awalnya menyetujui klausula buyback saham, namun kemudian menolak dalam negosiasi selanjutnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya upaya take over tersembunyi terhadap Bank NTT.
Selain itu, Hugo menyoroti keputusan RUPS yang tidak dijalankan untuk memenuhi Modal Inti Minimum (MIM) Bank NTT. Meskipun telah ada langkah antisipasi, seperti penambahan penyertaan modal oleh pemda provinsi dan kabupaten/kota, keputusan RUPS ini tampaknya diarahkan pada KUB sebagai solusi terbaik, tanpa mempertimbangkan alternatif lainnya.
Menurut Hugo, masih ada jalan keluar bagi para pemegang saham. Salah satunya adalah menetapkan syarat-syarat yang jelas dalam persetujuan prinsip KUB, seperti adanya klausula buyback saham, limitasi waktu kerja sama, dan batasan campur tangan Bank DKI dalam manajemen Bank NTT.
Jika syarat-syarat tersebut tidak dapat dipenuhi, Hugo menyarankan agar kerja sama dengan Bank DKI tidak perlu dilanjutkan. Sebagai alternatif, para pemegang saham dapat mencari solusi pendanaan melalui berbagai skenario, seperti penerbitan obligasi, pengembalian dividen sebagai tambahan penyertaan modal, atau penjadwalan ulang pembayaran pinjaman.
"Hal yang paling penting adalah memastikan bahwa keputusan yang diambil pada RUPS Bank NTT tanggal 8 Mei 2024 adalah yang terbaik dan komprehensif untuk masa depan Bank NTT. Kita harus menghindari kemungkinan Bank NTT turun status menjadi BPR dan tetap menjaga kebanggaan rakyat NTT," tandas Hugo.
Bprnews.id - PT BPR Bank Jepara Artha dilaporkan mengalami kerugian mencapai Rp 352 miliar akibat kasus kredit bermasalah. Direktur Utama (Dirut) Bank Jepara Artha nonaktif, Jhendik Handoko, menyatakan kesiapannya untuk bertanggung jawab atas masalah ini.Pernyataan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Jhendik, Hendra Wijaya, pada Senin (6/5/2024).
Hendra menyatakan bahwa kerugian ini bukanlah kesalahan langsung Jhendik, melainkan disebabkan oleh kelalaian bawahannya dalam memberikan kredit.
"Kredit-kredit tersebut telah sesuai prosedur menurut yang diketahui oleh Pak Jhendik. Namun, sebagai dirut, klien kami akan tetap bertanggung jawab semaksimal mungkin," kata Hendra.
Hendra menjelaskan bahwa tanggung jawab ini akan dilakukan dengan menjual aset dari debitur-debitur bermasalah di PT BPR Bank Jepara Artha, terutama aset atau agunan kredit yang berada di Semarang dan Klaten.
"Kami akan berusaha bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi dengan menjual aset dari para debitur bermasalah di BPR BJA," jelas Hendra.
Menurutnya, hasil penjualan aset ini diharapkan dapat menutup kerugian yang diklaim mencapai Rp 352 miliar. Dalam mediasi gugatan yang dilayangkan Pemkab Jepara, diharapkan tercapai penyelesaian yang baik untuk semua pihak.
"Diharapkan terjadi mediasi dan win-win solution agar tidak banyak pihak yang dirugikan, terutama deposan dan Pemkab Jepara," harapnya.
Hendra menegaskan bahwa permasalahan yang terjadi di Bank Jepara Artha disebabkan oleh tim kredit, sedangkan kliennya, yang menjabat sebagai Dirut, tidak mengetahui secara detail proses pemberian kredit.
"Klien kami menekankan akan bertanggung jawab segera dengan berkoordinasi dengan bagian-bagian terkait di BPR BJA untuk segera menjual aset kredit yang bermasalah," jelasnya.
Sebelumnya, sidang mediasi gugatan atas permasalahan PT BPR Bank Jepara Artha digelar di PN Jepara pada Senin (6/5/2024). Dalam mediasi tersebut, Pemkab Jepara meminta pertanggungjawaban atas modal awal milik Pemkab sekitar Rp 24 miliar di Bank Jepara Artha.
"Saham utama BJA pada prinsipnya ditemukan adanya kerugian Pemkab yang mana hasil temuan BPK dan OJK ada kerugian negara karena modal kepemilikan sahamnya dari Pemkab Jepara modal awal Rp 24 miliar," kata Mursito, kuasa hukum Pemkab Jepara.
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menjalin kerja sama dengan Deposito BPR by Komunal untuk menggelar sosialisasi edukasi finansial bagi pegawai LPS. Acara bertajuk "Kerja Keras, Investasi Berkelas" tersebut mengangkat topik Strategi Investasi Aman untuk Masa Depan, dihadiri oleh sekitar 200 pegawai LPS.
Direktur Group Pusat Pendidikan dan Pelatihan LPS, Annas Iswahyudi, menyampaikan pentingnya kesadaran tentang investasi aman di era digital saat ini. Menurutnya, masyarakat perlu meningkatkan pemahaman mengenai investasi yang cerdas dan menjanjikan.
"LPS menggandeng Deposito BPR by Komunal untuk memberikan edukasi seputar investasi aman kepada pegawai LPS. Kami yakin kegiatan ini dapat mendorong kesadaran akan pentingnya berinvestasi untuk menjamin kestabilan finansial di masa depan," ujar Annas.
Pada acara tersebut, Samuel Ray, seorang Instagram content creator dan influencer keuangan, bersama dengan Claudya Abednego, memberikan berbagai tips berharga terkait manajemen investasi ala pegawai kantoran, strategi memilih investasi aman, dan cara melakukan diversifikasi portofolio.
Anggoro Putro Wibowo, Brand and Campaign Manager Komunal, menjelaskan beberapa strategi investasi aman ala Deposito BPR by Komunal. Pertama, memahami diri sebagai seorang investor; kedua, menetapkan tujuan finansial; ketiga, memilih instrumen investasi yang aman; dan terakhir, melakukan diversifikasi portofolio.
"Deposito BPR by Komunal dapat menjadi solusi alternatif bagi masyarakat sebagai instrumen investasi yang aman dengan suku bunga tinggi hingga 6,75 persen sesuai ketentuan LPS," tambah Anggoro.
Dengan lebih dari 350 BPR mitra di seluruh Indonesia, Deposito BPR by Komunal dapat diakses melalui satu aplikasi, memudahkan pengguna untuk berinvestasi. Melalui kolaborasi ini, diharapkan dapat membuka wawasan mengenai pentingnya investasi yang aman dan memberikan solusi konkret bagi masyarakat.
Bprnews.id - Sebanyak 70 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Indonesia masih berjuang untuk memenuhi ketentuan modal minimum, yang membuat mereka rawan terhadap potensi bangkrut.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, dalam konferensi video Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar di Jakarta pada Senin (6/5).
Menurut Mahendra, data per 31 Maret 2024 menunjukkan bahwa 5 persen dari total 1.393 entitas BPR/BPRS nasional masih kekurangan modal atau belum memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar.
"Jumlah BPR/BPRS yang telah memenuhi modal inti minimum Rp 6 miliar adalah sebanyak 1.213. Artinya, hanya sekitar 5 persen yang belum memenuhi ketentuan tersebut," ungkap Mahendra.
Pemimpin Perhimpunan BPR (Perbarindo), Teddy Alamsyah, menyatakan bahwa tantangan utama yang dihadapi BPR saat ini adalah penambahan modal. Kurangnya modal dan likuiditas membuat BPR menjadi rentan terhadap kemungkinan kebangkrutan.
"Kami telah melakukan pertemuan dengan para pemegang saham BPR/BPRS yang kekurangan modal tersebut. Kami meminta mereka untuk komitmen menambahkan modal," ujar Teddy kepada Fortune Indonesia.
Teddy juga berharap agar regulator dapat memberikan kelonggaran dalam aturan, terutama di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
Meskipun demikian, Teddy meyakini bahwa bisnis BPR masih memiliki potensi pertumbuhan yang sehat dan berkembang.
Meskipun terdapat tantangan, kinerja industri BPR secara keseluruhan masih menunjukkan tren positif. Pada Desember 2023, aset industri BPR mencapai Rp195 triliun, naik 6,96 persen dibanding tahun sebelumnya.
Sementara itu, aktiva kredit yang telah disalurkan ke masyarakat mencapai Rp141 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 8,98 persen dibandingkan Desember 2022.
Posisi pasiva, baik tabungan maupun deposito, juga mengalami pertumbuhan yang positif, masing-masing tumbuh sebesar 6,09 persen dan 9,82 persen pada Desember 2023.
Kendati demikian, tantangan kekurangan modal tetap menjadi fokus utama bagi BPR, yang membutuhkan perhatian serius agar dapat terus beroperasi dengan lancar dan berkelanjutan.
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mendorong penerapan Governance Risk and Compliance (GRC) atau Tata Kelola Risiko dan Kepatuhan yang terintegrasi bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Sumatera Utara, guna menghadapi tantangan di industri perbankan.
Menurut Kepala Kantor Persiapan Penyelenggaraan Restrukturisasi Perbankan dan Hubungan Lembaga LPS, Hermawan Setyo Wibowo, penerapan GRC diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam menjaga keberlangsungan proses bisnis yang sehat.
"GRC didefinisikan sebagai sebuah kerangka kerja yang membantu organisasi dalam mengelola risiko, memastikan kepatuhan, dan menerapkan tata kelola yang baik," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa dengan mengintegrasikan praktik GRC dengan sasaran bisnis, BPR/BPRS dapat meningkatkan daya saing, efisiensi, efektivitas, mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan, serta menciptakan nilai bagi pemangku kepentingan.
Pentingnya peran BPR/BPRS dalam mengembangkan perekonomian terbukti dengan adanya perluasan fungsi melalui UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang merubah singkatan BPR dari Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
Untuk mengedukasi BPR/BPRS di Sumatera Utara tentang penerapan GRC, LPS bekerja sama dengan Perhimpunan Bank Perekonomian Indonesia (Perbarindo) menggelar seminar "Practice Sharing Penerapan GRC" sebagai bagian dari rangkaian acara pembukaan Kantor Perwakilan LPS I di Medan.
Seminar tersebut merupakan bentuk kepedulian dan peran aktif LPS dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya dalam industri perbankan (BPR/BPRS).
"Harapan kami adalah bahwa seminar ini dapat menjadikan BPR sebagai bank yang lebih tangguh dalam menjalankan perannya sebagai lembaga intermediasi wilayah," kata Hermawan Setyo Wibowo.