Bprnews.id - Kejaksaan Bontang masih terlibat dalam kasus dugaan korupsi anak usaha Perumda AUJ yakni PT BPR Bontang Sejahtera, saat ini penyelidikan masih berlanjut, kami memahami bahwa masih ada bukti yang harus dikumpulkan, yang membuktikan kompleksitas kasus ini yang telah menarik perhatian publik.
“Utamanya terkait perputaran dana deposito milik Perumda AUJ yang digunakan terdakwa mantan Dirut Perumda,” kata Kepala Kejari Bontang Samsul Arif.
Nantinya tim juga memeriksa mantan Dirut BPR Bontang Sejahtera Yudi Lesmana. Saat ini bersangkutan ditahan di Lapas Samarinda terkait dengan kasus kredit fiktif. Pun demikian keterangan juga diperlukan terhadap mantan direktur Yunita Fedhi Astri.
Nantinya tim juga memeriksa Yudi Lesmana, mantan Direktur BPR Bontang Sejahtera, saat ini ia ditahan di Lapas Samarinda karena dugaan kasus kredit fiktif, keterlibatannya menimbulkan pertanyaan serius terkait etika bisnis dan transparansi di tingkat tertinggi. Selain dia, juga dicari keterangan terkait keterlibatan mantan sutradara Yunita Fedhi Astri dalam kasus ini.
“Rencananya pemeriksaan akan dilakukan pekan depan,” ucapnya.
Kendala dalam perkara ini ialah banyaknya saksi yang saat ini sudah tidak berada di Bontang. Meskipun dari pemeriksaan sebelumnya sudah terdapat beberapa keterangan saat pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan Dirut Perumda AUJ Dandi Priyo Anggono.
“Pemeriksaan ini untuk menambah data penunjang,” tutur dia.
Belasan saksi sudah memberikan keterangan dalam perkara ini termasuk saksi ahli. Tahapannya akan melalui P-18 dan sampai dengan P-21. Sebelumnya, Kejaksaan menargetkan proses persidangan digelar pada Maret mendatang. Namun hingga saat ini berkas perkaranya belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Samarinda.
Yudi yang diduga terlibat dalam pemberian pinjaman pribadi untuk kepentingan mantan Direktur Balai Lelang Negara, padahal transaksi tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur yang sesuai atau tanpa memperoleh persetujuan dari dewan direksi.
Bermodal uang jaminan perusahaan senilai Rp 1 miliar, aksi tersebut mengantarkan Yudi ke ruang sidang PN Bontang pada tahun lalu. Ia akhirnya divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 miliar.
Pada perkara ini tercatat 10 debitur yang salah alokasi, pinjaman dengan total sebesar Rp 500 juta, masing-masing menerima plafon sebesar Rp 50 juta selama periode 2016–2018. Menariknya, dana tersebut digunakan untuk menutupi penarikan tunai yang dilakukan mantan Direktur Perusda AUJ itu. Kasus tersebut akhirnya ditutup dengan adanya realisasi pemberian kredit fiktif tersebut.
Bprnews.id - Kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dipandang sebagai tantangan yang signifikan dalam menjaga kualitas aset sektor perbankan. Meski terdapat kendala, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap optimis kualitas aset perbankan yang diukur dengan rasio kredit bermasalah (NPL) akan tetap terjaga.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan jika suku bunga terus meningkat maka dapat memengaruhi kemampuan bayar debitur dan memengaruhi kualitas aset. Namun, OJK menilai kondisi risiko kredit saat ini tetap terjaga.
Dian Ediana Rae, Kepala Pengawas Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan, OJK mengatakan jika suku bunga terus meningkat maka dapat memengaruhi kemampuan bayar debitur dan memengaruhi kualitas aset Namun OJK tetap yakin terhadap kondisi risiko kredit dan tetap terkendali.
"OJK melihat tren risiko kredit yang terjaga rendah saat ini dan masih akan terus berlanjut meskipun terdapat beberapa risiko ke depan," kata Dian dalam jawaban tertulis pada Minggu (5/11/).
OJK mencatat rasio kredit bermasalah (NPL) gross perbankan terjaga pada level 2,43% dan rasio kredit berisiko (loan at risk/LaR) sebesar 12,07% pada September 2023. Hal ini menunjukkan adanya penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dimana tingkat NPL gross dan LaR masing-masing sebesar 2,78% dan 15,91%.
Adapun, dalam mengantisipasi peningkatan risiko kredit, OJK mengimbau bank untuk terus menjaga kehati-hatian dalam melakukan assessment terhadap kredit baru maupun kredit yang sudah berjalan. OJK juga meminta bank membentuk pencadangan yang cukup bagi kredit yang diperkirakan akan memburuk.
Dian menilai pada dasarnya perbankan juga memiliki perspektif masing-masing dalam menyikapi ketidakpastian global. Bank misalnya merevisi ke atas target NPL sebagai strategi dan risk appetite masing-masing.
"Revisi ke atas target NPL tersebut adalah salah satu bentuk mitigasi bank untuk lebih mempersiapkan pencadangan secara memadai jika benar-benar potensi suatu risiko terealisasi," kata Dian.
Pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2023, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Bank Indonesia (BI) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6%.
Langkah ini menandai kenaikan pertamanya setelah mempertahankan suku bunga acuan di 5,75% selama delapan bulan terakhir. Sejak pertengahan tahun lalu, suku bunga acuan telah meningkat sebesar 250 bps.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), mengatakan kenaikan suku bunga acuan dapat menyebabkan melambatnya daya beli konsumen dan fluktuasi harga komoditas selain itu, bank juga harus mengantisipasi risiko kredit.
Lebih lanjut, dia mengidentifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi meningkatkan risiko NPL. Mulai dari sektor konstruksi, kredit kepemilikan rumah (KPR) non-PNS, korporasi dan UMKM.
“[Bank] perlu tindakan antisipasi, termasuk evaluasi berkala terhadap portofolio kredit untuk mengidentifikasi risiko potensial, serta pendekatan yang lebih selektif dalam menyalurkan kredit kepada peminjam,” tutupnya.
Bprnews.id - Layanan bayar nanti telah menjadi tren hangat di industri keuangan, menarik bank-bank besar untuk menjajaki usaha bisnis yang menjanjikan ini. Di antara bank yang memutuskan untuk menguji coba ini adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI).
Kepala Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengatakan layanan bayar belakangan yang dikembangkan bank-bank tersebut bisa dikatakan sebagai penyaluran kredit atau pembiayaan melalui aplikasi atau delivery channel seperti mobile banking.Penawaran ini kini dianggap sebagai bagian dari sektor layanan perbankan digital yang sedang berkembang.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.12/POJK.03/2018, terdapat ketentuan yang harus dipenuhi oleh setiap bank untuk menyelenggarakan layanan perbankan digital.Kondisi tersebut berkisar pada penilaian profil risiko bank dan pengelolaan infrastruktur teknologi informasi.
Kami juga mencermati ketentuan tambahan sebagaimana tercantum dalam Peraturan No.13/POJK.03/2021 tentang Pelayanan Produk Bank Umum, memahami peraturan ini sangat penting bagi bank dan nasabahnya, jadi mari kita mulai.
Lantas, apa yang membedakan paylater BCA (BBCA) dan Bank Mandiri (BMRI)? Simak penjelasan di bawah ini.
1. Paylater BCA
Dalam update terbaru dari situs resmi BCA (Bank Central Asia) Senin (6/11/2023), bank swasta yang memiliki laba bersih konsolidasi sebesar Rp36,4 Triliun untuk kuartel III tahun 2023 ini mengumumkan usahanya ke segmen paylater dengan meluncurkan fasilitas paylater BCA.
Paylater BCA merupakan fasilitas kredit yang dapat berfungsi sebagai alternatif metode pembayaran bertenaga QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) melalui aplikasi myBCA, yang dapat langsung digunakan setelah permohonan disetujui.
Melalui fasilitas ini, BCA mempunyai wewenang untuk menyetujui atau menolak permintaan BCA paylater. Namun apabila BCA menyetujui permintaan tersebut, maka mereka akan memberikan fasilitas paylater BCA kepada pengguna yang bersangkutan.
BCA memberikan limit kredit untuk fitur Paylaternya hingga Rp 20 juta Yang membuat penawaran ini semakin menarik adalah mekanisme revolving yang diterapkan, dengan minimal transaksi Rp 100.000.
BCA memberikan jangka waktu cicilan yang fleksibel yaitu 1 bulan, 3, 6 atau 12 bulan dengan tingkat bunga hingga 2% flat per bulan. Menarik, bukan? Kami juga akan membahas detail penting lainnya, seperti biaya denda keterlambatan Paylater BCA, biaya materai, dan penawaran promosi menarik seperti bunga nol persen untuk cicilan 1 dan 3 bulan hingga Januari 2024 - 31 Maret 2024.
2. Paylater Bank Mandiri (Livin' Paylater)
Bank Mandiri juga memperkenalkan fitur paylater melalui 'Livin' Paylater Fasilitas yang dirancang Bank Mandiri ini memungkinkan nasabah melakukan pembayaran transaksi QR di seluruh merchant dengan kemudahan yang belum pernah ada sebelumnya demikian informasi yang tersaji di laman resmi Bank Mandiri, dikutip Senin (6/11/2023).
Berdasarkan laman resmi Bank Mandiri, diperkenalkannya fasilitas Livin’ Paylater menandai tonggak penting dalam perjalanan finansial mereka. Berbeda dengan Paylater BCA, Livin’ Paylater Bank Mandiri dapat digunakan untuk transaksi mulai dari Rp10.000 hingga maksimal Rp20 juta, dengan jangka waktu cicilan mulai dari 1 bulan hingga 12 bulan.
Livin’ Paylater menawarkan suku bunga pinjaman mulai dari 0% untuk jangka waktu 1 & 3 bulan dan dari 1,5% flat per bulan untuk jangka waktu lebih dari 3 bulan. Namun perlu diingat bahwa tarif ini dapat berfluktuasi.
Dalam hal pembayaran, Livin’ Paylater menggunakan konsep multiple billing sehingga tanggal jatuh tempo pembayaran untuk setiap transaksi adalah 1 bulan sejak tanggal transaksi.
Sebagai contoh, transaksi dilakukan pada 12 Juli 2023 dengan tenor 3 bulan, maka tangal jatuh temponya adalah 12 Agustus, 12 September, dan 12 Oktober 2023. Khusus transaksi di tanggal 30 atau 31, maka tanggal jatuh tempo akan maju mengikuti tanggal terakhir di bulan tersebut.
Selanjutnya, pembayaran Livin’ Paylater dilakukan dengan cara auto debet sesuai dengan tanggal jatuh tempo transaksi dan pastikan ketersediaan dana di rekening.
Respons OJK
Dalam beberapa tahun terakhir, industri perbankan mengalami peningkatan popularitas model bisnis paylater. Banyak bank yang telah mengadopsi layanan beli sekarang bayar nanti (BNPL) baik sebagai produk mereka sendiri atau bermitra dengan lembaga lain. Sedemikian rupa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperhatikan fenomena bisnis paylater per Agustus 2023, OJK mencatat banyak bank yang mengikuti tren ini.
“OJK mendukung ekspansi perbankan di segmen bisnis BNPL sebagai upaya perbankan untuk menyediakan penyaluran kredit konsumtif yang lebih inklusif ke masyarakat dengan dukungan sistem teknologi informasi yang memadai,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis, dikutip Senin (6/11/2023).
Dian, menekankan bahwa selain berupaya mencapai jangkauan publik yang lebih luas, menjaga prinsip kehati-hatian, memastikan tingkat suku bunga/pengembalian yang moderat, dan menjamin perlindungan investor juga sama pentingnya keseimbangan yang dibutuhkan antara inovasi dan manajemen risiko dalam lanskap keuangan yang berkembang pesat saat ini.
Bprnews.id - Unit usaha dari Commonwealth Bank of Australia (CBA) yang beroperasi di Indonesia, PT Bank Commonwealth, sedang dalam proses akuisisi oleh beberapa investor ternama seperti CIMB Group dan JTrust. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai pengawas industri jasa keuangan di Indonesia, telah memberikan pandangan tentang kabar tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengabarkan, OJK belum mendapat izin aksi korporasi dari perbankan. Namun, rencana aksi korporasi masih terus berjalan.
"Belum ada izin, lagi pula kalau ada [izin] belum bisa saya sampaikan karena itu akan berpengaruh pada saham dan lain sebagainya. Dampak corporate action kan ada. Tapi kalo soal ada [rencana aksi korporasi] itu jelas, sedang ada beberapa calon," ujar Dian kepada awak media setelah Rapat Kerja DPR dengan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Senin (6/11).
Seperti diketahui, pada akhir November tahun lalu, Commonwealth Bank of Australia, induk perusahaan Bank Commonwealth, dikabarkan sedang mempertimbangkan penjualan unit bisnis perbankannya di Indonesia.
Mengacu laporan Bloomberg merinci bagaimana langkah bisnis bank besar Australia di Indonesia diharapkan dapat memberikan dorongan keuangan yang signifikan. Menurut sejumlah sumber yang tidak disebutkan namanya, penjualan unit bisnis Commonwealth Bank di Indonesia bertujuan untuk memberikan keuntungan finansial kepada salah satu bank terbesar di Australia tersebut dengan memberikan tambahan dana segar.
Selain itu, langkah strategis yang dilakukan perusahaan untuk keluar dari pasar non-inti, bahkan spesifik manajemen CBA yang dikabarkan sedang mencari nasihat dari penasihat keuangan untuk menyikapi aksi korporasi mereka di Indonesia.
Bprnews.id - Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang membebaskan Rosmawaty (62), Rosmawaty didakwa dalam kasus pembobolan Bank PD BPR Cabang Binong Subang, Jawa Barat.
Kasus bermula saat Rosmawaty selaku pengurus koperasi menghubungi BPR bila akan ada nasabah yang mau mengajukan Pinjaman dengan menjaminkan sertifikat pendidik/guru SD. Pihak bank lalu melakukan sosialisasi ke sekolah dan menyatakan pinjaman cukup menunjukkan SK guru, meski yang asli juga sedang diagunkan di bank lainnya.
Pada tahun 2017, dana sebesar Rp 1,7 miliar dibagikan kepada 19 guru dalam sebuah kasus yang melibatkan penyalahgunaan kepercayaan yang spektakuler. Kelimpahan ini terjadi setelah Rosmawaty memanipulasi data peminjam. Besarnya pelanggaran keuangan tersebut memicu penyelidikan, dan penegak hukum terjun ke dalam kasus tersebut dan kemudian mengadili Rosmawaty.
Pada 29 Mei 2023, Pengadilan Negeri Bandung membebaskan Rosmawaty. Menurut dewan yang diketuai Benny Eko Supriyadi, bersama anggota Dodong Imam Rusdani dan Jeffry Yefta Sinaga, tindakan Rosmawaty dinilai tidak menguntungkan dirinya atau orang lain. Keputusan bebas ini jauh melampaui tuntutan jaksa yang mendalilkan agar Rosmawaty divonis sembilan tahun penjara.
Atas hal itu, jaksa mengajukan kasasi. Gayung bersambut. Kasasi dikabulkan. "Kabul kasasi,"demikian bunyi amar singkat MA sebagaimana dilansir website-nya, Senin (6/11).
Duduk sebagai ketua majelis Eddy Army dengan anggota Prim Haryadi dan Ansori. Sebuah kasus yang mengejutkan ketika MA mengubah hukuman bebas mereka menjadi pidana penjara. Mereka terbukti melakukan korupsi yang menguntungkan diri mereka sendiri /atau orang lain, suatu pelanggaran terhadap Pasal 2 UU Tipikor.
"Pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsidair 3 bulan. Uang pengganti Rp 992.475.000 subsidair 3 tahun penjara," ujar majelis.