Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengintensifkan pengawasan terhadap Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dengan melakukan pemindahan sejumlah BPR dari Kantor OJK Provinsi Jawa Barat ke Kantor OJK Jabodebek & Provinsi Banten. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa langkah ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi pengawasan dan memastikan kehati-hatian dalam operasional BPR.
"Kami mendorong BPR untuk terus melakukan penguatan modal baik melalui konsolidasi atau merger. Sehingga dari sekitar 1.600 BPR yang ada sekarang akan turun menjadi sekitar 1.000 BPR," ujar Dian setelah melakukan pengawasan BPR di Bandung pada Selasa (23/1/2024).
Pemindahan sejumlah BPR ke Kantor OJK Jabodebek & Provinsi Banten dilakukan dengan pertimbangan geografis agar pengawasan dapat berlangsung lebih efektif. Hal ini juga sebagai tindak lanjut amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (P2SK) untuk memperkuat pengawasan BPR dan meningkatkan tata kelola OJK.
Dian menegaskan bahwa seluruh tugas pengawasan dan perizinan terhadap BPR di wilayah Bodebek akan dialihkan dari Kantor OJK Provinsi Jawa Barat ke Kantor OJK Jabodebek dan Provinsi Banten mulai 1 Januari 2024.
Kegiatan serah terima ini disertai dengan kegiatan capacity building dengan tema "Manajemen Kinerja untuk Meningkatkan Produktivitas Usaha" yang diikuti oleh Pengurus BPR di wilayah Kota dan Kabupaten Bodebek. Dalam kegiatan ini, Kepala OJK Provinsi Jawa Barat, Indarto Budiwitono, dan Kepala OJK Jabodebek dan Provinsi Banten, Roberto Akyuwen, turut hadir.
Peningkatan pengawasan terhadap BPR Bodebek telah memberikan hasil yang signifikan. Selama Kantor OJK Provinsi Jawa Barat mengawasi BPR di wilayah tersebut, tercatat peningkatan yang mencolok pada aset, penyaluran kredit, dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) BPR.
Per 31 Desember 2023, aset BPR Bodebek mencapai Rp6,709 triliun, meningkat sebesar Rp1,506 triliun (29,31 persen) dibandingkan dengan tahun 2020. Peningkatan ini juga terlihat pada penyaluran kredit yang mencapai Rp4,828 triliun, naik sebesar Rp1,094 triliun (29,31 persen), dan penghimpunan DPK yang mencapai Rp4,054 triliun, meningkat sebesar Rp982 miliar (31,98 persen).
Dian mengapresiasi kerjasama dari seluruh BPR di wilayah Bodebek dan menegaskan bahwa OJK akan terus mengoptimalkan kebijakan di sektor jasa keuangan untuk memastikan sistem pengawasan yang semakin efektif.
Harapannya, BPR di wilayah Bodebek dapat menjaga kinerja positif, memperbaiki kualitas kredit, dan melakukan penguatan modal demi kelangsungan usaha yang berkelanjutan.
Bprnews.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi perbincangan di dunia maya setelah kabar menyebar luas bahwa kampus bergengsi tersebut menawarkan mahasiswanya opsi pembayaran biaya kuliah melalui pinjaman online (pinjol).
Kemitraan dengan platform pembiayaan pendidikan, Danacita, menjadi sorotan utama, sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan untuk menginvestigasi masalah ini.
Ketua Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti), Sarjito, menyatakan keprihatinan terhadap tawaran ini. Ia mengatakan bahwa meskipun mahasiswa memenuhi kewajiban membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), menggunakan pinjol dapat menambah beban finansial mahasiswa.
"Jika ada kewajiban untuk membayar UKT harus pakai pinjol, menurut hemat saya tidak bijaksana karena mahasiswa meskipun memenuhi kewajiban membayar UKT Kampus, namun menjadi punya kewajiban ke pinjol yang tentu akan membebani mahasiswa yang belum tentu dapat melunasinya," ujar Sarjito.
Satgas Pasti berencana memanggil Danacita untuk dimintai keterangan terkait hal ini. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, mengonfirmasi bahwa OJK juga tengah mendalami masalah tersebut dengan meminta penjelasan dari Danacita.
"Sedang kami dalami info ini antara lain dengan minta penjelasan dari platform yang bersangkutan," ungkap Agusman.
Dikutip dari website resmi PT Inclusive Finance Group ("Danacita"), perusahaan menjelaskan bahwa mereka adalah platform solusi pendanaan untuk pelajar, mahasiswa, dan tenaga profesional yang ingin menempuh studi di lembaga pendidikan tinggi dan program kejuruan.
Perusahaan ini memiliki izin usaha dari OJK berdasarkan Salinan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor: KEP-68/D.05/2021 tanggal 02 Agustus 2021 tentang Pemberian Izin Usaha Perusahaan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi PT Inclusive Finance Group.
Kontroversi ini masih dalam proses penyelidikan, dan pihak-pihak terkait akan dimintai keterangan untuk memperoleh klarifikasi lebih lanjut. Publik menanti hasil investigasi OJK untuk mengetahui dampak dan kelayakan opsi pembayaran UKT melalui pinjol di dunia pendidikan tinggi.
Bprnews.id - Bank Jepara Artha, bank milik penuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara, menjadi fokus perhatian selama seminggu terakhir setelah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan investigasi mendalam terhadap lembaga keuangan tersebut.
Hasil dari penyelidikan ini diungkap pada pertemuan Kamis (25/1) antara Pemkab Jepara dan perwakilan LPS di Ruang Rapat 1 Bank Jepara Artha.
Pj Bupati Jepara, Edy Supriyanta, memberikan penjelasan yang dapat menenangkan para nasabah. Edy memastikan bahwa tabungan para nasabah di Bank Jepara Artha aman.
"Masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan. Uang mereka dijamin oleh LPS," tegas Edy.
Pemerintah setempat berkolaborasi dengan LPS dalam menyikapi situasi ini. Hasil dari kajian LPS akan menjadi pedoman bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah-langkah penanganan lebih lanjut terkait Bank Jepara Artha.
"Harapan kami bank ini masih dapat diselamatkan," tambah Edy.
Pemkab Jepara juga aktif mencari investor sebagai bagian dari upaya penyehatan bank, sejalan dengan saran yang diberikan oleh OJK.
"Investor ini sebagai bentuk kemitraan dengan bank," ungkap Edy.
Selain pertemuan formal dengan LPS, Pj Bupati beserta rombongan juga melakukan kunjungan ke beberapa ruangan di gedung bank. Hal ini termasuk kunjungan ke ruangan yang sebelumnya dipegang oleh Direktur Utama Jhendik Handoko, yang saat ini nonaktif dan digantikan sementara oleh direktur Kepatuhan.
Bank Jepara Artha, sebagai satu-satunya bank yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemkab Jepara, sebelumnya menerima penyertaan modal sebesar Rp 24 miliar dari pemerintah setempat untuk pengembangan.
Meskipun sebelumnya berhasil menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 42 miliar, bank ini kini dihadapkan pada sejumlah masalah yang memerlukan perhatian serius untuk menjaga stabilitasnya.
Bprnews.id - Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Bank Purworejo telah diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak 12 Januari 2024 dalam rangka resolusi.
Pemerintah Kabupaten Purworejo berkomitmen untuk menjaga kesehatan bank yang dianggap sebagai aset masyarakat. Bank Purworejo tidak hanya melayani kepentingan Pemda, tetapi juga menjadi milik dan aset masyarakat setempat.
Menurut Anggit Wahyu Nugroho, Kabag Perekonomian Setda Kabupaten Purworejo, Bank Purworejo saat ini berada dalam kondisi resolusi. LPS telah mengambil alih kendali, mulai dari kuasa pemilik modal hingga Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Meskipun layanan kredit dan simpanan terbatas, Bank Purworejo tetap melayani pembayaran angsuran dari debitur.
"Kami berharap agar bank segera pulih. Masyarakat tidak perlu khawatir, meskipun aktivitas bank dibatasi," ungkap Anggit.
Bank Purworejo mengalami kendala keuangan sejak awal pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Masalah kredit bermasalah pada tahun 2020, 2021, dan 2022 mempengaruhi kondisi bank secara keseluruhan. LPS memberikan opsi untuk menyehatkan Bank Purworejo, salah satunya melalui penyuntikan modal.
Namun, Pemkab Purworejo belum memiliki dana mencukupi, dengan kewajiban menyertakan modal inti sebesar Rp50 miliar. Hingga saat ini, baru Rp28 miliar yang disetorkan, dan Pemkab masih dapat 'mencicil' penyertaan modal hingga tahun 2025 sesuai Perda.
Anggit menekankan bahwa kondisi bermasalah Bank Purworejo memerlukan restrukturisasi yang mencakup aset, organisasi, manajemen, dan permodalan. LPS menetapkan target waktu 2 bulan untuk perbaikan, dan Pemda terus berupaya menyelamatkan bank tersebut.
Sementara Dewan Pengawas dan dua Direktur Bank Purworejo telah dinonaktifkan selama proses pengambilalihan oleh LPS. Meskipun dinonaktifkan, mereka masih bertanggung jawab menyelesaikan masalah agunan, covernote, dan mengembalikan rasio NPL.
Pemkab Purworejo memastikan bahwa masyarakat yang memiliki tabungan di Bank Purworejo tidak perlu khawatir, karena LPS menjamin uang nasabah hingga Rp2 miliar. Meskipun Bank Purworejo menghadapi tantangan, upaya dilakukan agar bank ini dapat segera pulih dan memberikan layanan optimal kepada masyarakat.
BPRNEws.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meng intensifkan pengawasan terhadap Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dengan melakukan peralihan pengawasan sejumlah BPR dari Kantor OJK Provinsi Jawa Barat ke Kantor OJK Jabodebek & Provinsi Banten.
Langkah ini diambil untuk memperkuat pengawasan dan memastikan bahwa operasional BPR berjalan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan mengadopsi tata kelola bank yang baik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK mendorong BPR untuk memperkuat modalnya, baik melalui konsolidasi maupun merger. Diharapkan dari sekitar 1.600 BPR yang ada saat ini, jumlahnya dapat berkurang menjadi sekitar 1.000 BPR.
"Kami juga menyambut baik adanya peralihan pengawasan sejumlah BPR di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, serta Kota dan Kabupaten Bekasi [Bodebek] ke Kantor OJK Jabodebek & Provinsi Banten," ujar Dian.
Peralihan pengawasan ini dipertimbangkan dengan memperhatikan letak geografis kantor BPR yang lebih dekat ke Jakarta, sehingga pengawasan dapat berjalan lebih efektif.
Langkah ini juga merupakan tindak lanjut amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (P2SK) yang bertujuan untuk memperkuat pengawasan BPR dan meningkatkan tata kelola OJK.
Seluruh tugas pengawasan dan perizinan terhadap BPR di wilayah Bodebek telah dialihkan dari Kantor OJK Provinsi Jawa Barat ke Kantor OJK Jabodebek dan Provinsi Banten sejak 1 Januari 2024. Peralihan ini disertai dengan kegiatan capacity building dengan tema "Performance Management to Increase Business Productivity" yang diikuti oleh Pengurus BPR di wilayah Kota dan Kabupaten Bodebek.
Pada kesempatan tersebut, Dian menyampaikan apresiasi terhadap kerja sama dan koordinasi yang baik dari seluruh BPR di wilayah Bodebek. Meskipun jumlah BPR di wilayah ini mengalami penurunan dari 124 BPR di 2016 menjadi 100 BPR di 2023, OJK mencatat peningkatan signifikan pada aset, penyaluran kredit, dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK).
Per 31 Desember 2023, total aset BPR Bodebek mencapai Rp6,709 triliun, meningkat Rp1,506 triliun (29,31%) dibandingkan dengan periode tiga tahun sebelumnya (tahun 2020) sebesar Rp5,203 triliun. Realisasi penyaluran kredit sebesar Rp4,828 triliun, meningkat sebesar Rp1,094 triliun (29,31%) dibandingkan dengan 2020 sebesar Rp3,733 triliun, dan penghimpunan DPK sebesar Rp4,054 triliun meningkat sebesar Rp982 miliar (31,98%) dibandingkan dengan posisi 2020 sebesar Rp3,07 triliun.
Kepala OJK Provinsi Jawa Barat, Indarto Budiwitono, dan Kepala OJK Jabodebek dan Provinsi Banten, Roberto Akyuwen, turut hadir dalam kegiatan tersebut.
OJK berharap agar BPR di wilayah Bodebek tetap menjaga kinerja positif, melakukan perbaikan kualitas kredit, dan terus memperkuat modal untuk pemenuhan modal inti minimum serta kelengkapan pengurus untuk penguatan tata kelola BPR.
OJK juga berkomitmen untuk terus menyempurnakan kebijakan di sektor jasa keuangan guna meningkatkan efektivitas sistem pengawasan.