BPRNews.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Lubuk Raya Mandiri yang berlokasi di Kota Padang, Sumatera Barat. Keputusan ini diambil setelah bank tersebut gagal menyelesaikan masalah permodalan dan likuiditas yang berlarut-larut.
Kepala OJK Provinsi Sumatera Barat, Roni Nazra, dalam keterangan resminya di Jakarta pada hari Selasa, menjelaskan bahwa pencabutan izin usaha ini adalah bagian dari langkah pengawasan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas dan memperkuat industri perbankan, serta melindungi kepentingan konsumen.
Langkah ini dimulai pada 30 Oktober 2023, ketika OJK menetapkan BPR Lubuk Raya Mandiri dalam status pengawasan bank dalam penyehatan. Hal ini dilakukan karena rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) berada di bawah ketentuan, dan tingkat kesehatan (TKS) bank tersebut dianggap "tidak sehat".
Meski telah diberikan waktu yang cukup oleh OJK untuk melakukan upaya penyehatan, direksi, dewan komisaris, dan pemegang saham BPR Lubuk Raya Mandiri tetap tidak berhasil mengatasi masalah permodalan dan likuiditas. Akibatnya, pada 9 Juli 2024, status pengawasan bank ditingkatkan menjadi pengawasan bank dalam resolusi.
Puncaknya, pada 16 Juli 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk tidak menyelamatkan BPR Lubuk Raya Mandiri dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha bank tersebut. Menindaklanjuti permintaan LPS, OJK resmi mencabut izin usaha BPR Lubuk Raya Mandiri.
Dengan pencabutan izin usaha ini, LPS akan segera menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Nasabah BPR Lubuk Raya Mandiri diminta untuk tetap tenang karena dana mereka dijamin oleh LPS sesuai ketentuan yang berlaku.
Pencabutan izin usaha ini menandakan pentingnya peran pengawasan OJK dalam memastikan kesehatan industri perbankan di Indonesia, sekaligus menegaskan komitmen OJK dalam melindungi kepentingan nasabah dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
BPRNews.id - Mantan Direktur PD. BPR Bestari, Elfin Yudista, menghadapi tuduhan serius terkait kasus dugaan korupsi senilai Rp5,9 miliar, yang melibatkan terdakwa Arif Firmansyah. Selama persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Elfin Yudista terlihat sering memberikan pernyataan yang tidak konsisten dan berkelit saat dihadapkan dengan keterangan saksi.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Ricky Ferdinand, bersama Fausi dan Saipul, mengkritik Yudista karena menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta-fakta yang telah disampaikan oleh saksi-saksi selama sidang. Hakim Ricky Ferdinand mengingatkan bahwa memberikan keterangan palsu di pengadilan dapat berakibat pada tuntutan pidana, menegaskan pentingnya kejujuran dalam proses hukum.
"Saat ini, semua kesaksian telah kami catat dengan teliti. Jika ada yang memberikan keterangan palsu, kami akan mempertimbangkan langkah hukum yang sesuai," ujar Hakim Ferdinand.
Dalam persidangan, sejumlah saksi, termasuk Surya dari PE Audit Internal, Dewi dari PE Kepatuhan, Melika dari Pembukuan, Nila Widya dari PE ESDM, dan Feri dari Marketing, memberikan kesaksian bahwa Elfin Yudista terlibat aktif dalam mendukung dan menyetujui tindakan yang dilakukan oleh Arif Firmansyah.
Terungkap bahwa Yudista memberi persetujuan untuk menggunakan sisa uang sebesar Rp500 juta dari rekening terdakwa untuk aktivitas judi online, dengan harapan dapat memulihkan kerugian yang dialami PD. BPR Bestari. Namun, ketika ditanya oleh hakim, Yudista membantah terlibat dan mengklaim bahwa sisa uang di rekening hanya Rp185 juta.
Bukti pesan WhatsApp dari staf pembukuan, Melika, menunjukkan bahwa Yudista memberikan otorisasi kepada Aji untuk menaikkan batas pencairan dana dari Rp500 juta menjadi Rp1 miliar. Menanggapi bukti tersebut, Yudista akhirnya mengakui bahwa dia meminta pencairan dana dari bank umum dan menandatangani dokumen terkait.
"Ya, saya memang meminta pencairan kas giro tersebut dan menyetujui penggunaannya, tetapi setelah uang itu sampai di kantor, Melika meminta otorisasi tambahan," ungkap Yudista.
Meski demikian, Yudista kembali mengelak mengenai jumlah penarikan dana yang sebenarnya dan mengaku tidak ingat angka pastinya. Dia juga mengakui bahwa dia memberikan semua wewenang terkait peningkatan dan pencairan dana kepada Arif Firmansyah melalui staf IT, Aji.
Selanjutnya, terkait modus Kas Gantung yang ditemukan oleh PE Audit Internal, Yudista mengaku mengetahui temuan tersebut tetapi tidak menindaklanjutinya. Dia berdalih bahwa praktik selisih kas yang digunakan untuk menutupi kredit macet 22 nasabah PD. BPR Bestari tidak pernah dilaporkan kepadanya.
"Saya tidak pernah memerintahkan pegawai untuk menutupi kredit macet dengan selisih kas atau kas gantung," tegas Yudista, meskipun bukti yang ada menunjukkan sebaliknya.
Proses persidangan ini masih berlanjut, dan akan menentukan langkah hukum selanjutnya bagi Elfin Yudista dan Arif Firmansyah dalam kasus ini.
BPRNews.id - Seorang nasabah PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Majalengka Jabar (BMJ) baru-baru ini meraih grand prize berupa satu unit mobil Daihatsu Sigra dalam program pengundian tabungan Ciremaiku (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan). Program ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Komisariat Cirebon.
Penyerahan hadiah utama dilaksanakan oleh Direktur Utama BMJ, H Oci Sanusi SIP MM, kepada nasabah yang beruntung, Tina Kaniah, yang berasal dari Blok Kenanga RT 06/003, Desa Panyingkiran, Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka.
H Oci Sanusi SIP MM menyatakan kebanggaannya atas pencapaian nasabah BMJ. "Kami sangat bersyukur atas keberhasilan nasabah kami dalam meraih hadiah utama berupa mobil. Ini merupakan bentuk apresiasi kami kepada nasabah yang setia," ungkap H Oci Sanusi, saat memberikan hadiah di Kantor Pusat BMJ, Jalan Pangeran Muhammad No. 42, Cigasong, Kabupaten Majalengka.
Selain itu, nasabah BMJ lainnya, Aswati dari Blok Pahing RT 001/001, Desa Randegan Kulon, Kecamatan Jatitujuh, juga meraih hadiah berupa motor Honda Beat Delux. "Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh nasabah yang telah mempercayakan dananya kepada BMJ. Harapan kami, kepercayaan ini akan terus meningkat di masa depan," tambah H Oci Sanusi didampingi Direktur Operasional BMJ, H Nano Piatno.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menguraikan berbagai manfaat dana pensiun berbasis syariah. Apa yang membedakan dana pensiun syariah dengan konvensional?
Dana pensiun syariah adalah program atau layanan yang dirancang untuk memberikan manfaat finansial kepada peserta saat mereka memasuki masa pensiun, dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip syariah Islam dan hukum yang berlaku.
Secara umum, OJK menjelaskan bahwa jenis dana pensiun syariah tidak jauh berbeda dengan dana pensiun konvensional, yang terdiri dari: dana pensiun pemberi kerja, dana pensiun berdasarkan keuntungan, dan dana pensiun lembaga keuangan (DPLK).
"Dana pensiun pemberi kerja dibentuk oleh suatu badan atau perorangan yang mempekerjakan karyawan. Seorang pimpinan diwajibkan untuk memberikan program pensiun dengan iuran yang pasti bagi kepentingan seluruh karyawannya," tulis OJK di Instagram resminya pada Minggu (21/7/2024).
Sementara itu, dana pensiun berdasarkan keuntungan adalah jenis dana pensiun yang iurannya hanya berasal dari pemberi kerja. Total iuran dalam program pensiun dihitung berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan atau pemberi kerja.
Terakhir, DPLK dibentuk oleh lembaga resmi seperti asuransi atau bank yang bertujuan untuk menjalankan program pensiun dengan iuran pasti untuk perorangan, baik karyawan di sebuah perusahaan maupun pekerja mandiri.
Manfaat Dana Pensiun Syariah:
Sistem pensiun di Indonesia terdiri dari program pensiun wajib dan program pensiun sukarela.
Program pensiun wajib merupakan program yang ditetapkan oleh Pemerintah dan wajib diikuti oleh kelompok masyarakat tertentu, seperti pekerja di sektor privat oleh BPJS Ketenagakerjaan, aparatur sipil negara oleh PT Taspen, dan anggota TNI dan Polri oleh PT Asabri.
Program pensiun sukarela adalah program yang dijalankan oleh dana pensiun pemberi kerja (DPPK) dan DPLK. Program ini dikelola oleh badan hukum dan terbagi menjadi program pensiun manfaat pasti (PPMP) dan program pensiun iuran pasti (PPIP).
Dari sisi kinerja industri dana pensiun, OJK mencatat total aset tumbuh 8,36% secara tahunan (year-on-year/yoy) dengan nilai sebanyak Rp1.439,71 triliun. Untuk program pensiun sukarela, asetnya mencapai Rp372,52 triliun dengan kenaikan 4,90% yoy. Sementara itu, jumlah iurannya mencapai Rp14,49 triliun yang naik 0,38% yoy. Jumlah peserta program ini mencapai 5,29 juta orang per Mei 2024.
Sedangkan, program pensiun wajib asetnya mencapai Rp1.067 triliun, naik 9,62% yoy. Nilai iurannya mencapai Rp44,07 triliun dengan kenaikan 6,05% yoy, serta jumlah peserta 23,01 juta hingga Mei 2024.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang merancang Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau yang dikenal sebagai fintech peer to peer (P2P) lending.
Dalam rancangan tersebut, ada penyesuaian batas maksimum pendanaan produktif, yang saat ini sebesar Rp 2 miliar akan dinaikkan menjadi Rp 10 miliar.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menjelaskan bahwa tidak semua fintech lending bisa menyalurkan pendanaan maksimum tersebut. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh fintech lending.
Salah satu kriteria tersebut adalah memiliki rasio TWP90 maksimum sebesar 5%. TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
"Selain itu, fintech lending tidak boleh sedang dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagian atau seluruhnya dari Otoritas Jasa Keuangan," ujarnya dalam pernyataan resmi, Kamis (18/7).
Agusman menambahkan, aturan yang saat ini dalam proses penyusunan termasuk menerima pandangan dan masukan dari pemangku kepentingan, merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Selain mengatur batas atas pendanaan produktif, Agusman menyebutkan ada beberapa penyempurnaan dalam ketentuan tersebut. Ini mencakup penguatan kelembagaan, manajemen risiko, serta tata kelola dan perlindungan konsumen.
Agusman juga menjelaskan bahwa pengaturan pendanaan untuk sektor produktif sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kontribusi positif terhadap UMKM dan pertumbuhan ekonomi nasional.