Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk tetap memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking) serta menerapkan profesionalisme, inovasi, dan menjaga integritas.
Data OJK mencatat bahwa kinerja perbankan melambat, dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,54 persen pada kuartal III-2023, turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,77 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa perlambatan DPK dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk terbatasnya konsumsi masyarakat selama pandemi.
“Selain itu, tingginya surplus di beberapa perusahaan korporasi (high base effect DPK tahun 2022), meningkatnya konsumsi masyarakat seiring dengan penyesuaian status pandemi menjadi endemi, peralihan arus dana non-residen ke luar seiring tingginya suku bunga global, serta dampak dari instrumen alternatif penempatan dana selain DPK yang semakin atraktif,” ujarnya seperti dikutip 28 Desember 2023.
Selain perlambatan Dana Pihak Ketiga (DPK), OJK mencatat bahwa adanya aksi sebagian korporasi yang melakukan self-financing dengan menggunakan surplus cashflow di perbankan untuk membiayai kebutuhan belanja operasional juga turut berkontribusi pada perlambatan DPK.
Fenomena ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, kondisi likuiditas bank umum masih dianggap memadai, tercermin dari rasio antara Aset Lancar (AL) dengan Non-Core Deposits (NCD) dan antara AL dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) masing-masing sebesar 115,37 persen dan 25,83 persen. Kedua rasio ini masih jauh di atas ambang batas yang ditetapkan. Tingkat permodalan perbankan juga dianggap solid dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 27,33 persen.
Peningkatan tingkat rentabilitas (ROA) juga turut berkontribusi pada kondisi permodalan yang memadai.Risiko kredit juga terpantau membaik, dengan penurunan rasio Non-Performing Loans (NPL) gross dan NPL net menjadi 2,43 persen dan 0,77 persen, secara berturut-turut, yang menandakan peningkatan stabilitas dalam portofolio kredit bank.
Selain perlambatan pertumbuhan DPK, Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II 2023 juga mencatat bahwa pertumbuhan kredit (bank umum) melambat menjadi 8,96 persen (YoY) di kuartal III 2023 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 11,00 persen (YoY).
Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) juga cukup baik, dengan pertumbuhan kredit/pembiayaan dan DPK yang masih tinggi, meskipun mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Rasio permodalan BPR dan BPRS juga tercatat cukup kuat, masing-masing sebesar 30,94 persen dan 28,12 persen.
OJK menekankan bahwa ke depannya, perbankan perlu terus memperhatikan risiko-risiko, terutama risiko pasar dan dampaknya terhadap risiko likuiditas. Selain itu, perbankan perlu waspada terhadap potensi peningkatan risiko kredit seiring dengan meningkatnya biaya dana, yang dapat berdampak pada penurunan daya beli nasabah.
“Untuk itu perbankan didorong untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko khususnya terkait penurunan kualitas kredit restrukturisasi,” Kata Dian
Selain itu, Pertumbuhan ekonomi beberapa negara utama mengalami divergensi seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global. Proyeksi dari International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook (WEO) Oktober 2023 memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 3,5 persen YoY pada tahun 2022 menjadi 3,0 persen YoY pada 2023 dan 2,9 persen YoY pada 2024.
OJK mencatat bahwa meskipun inflasi global mulai melandai, suku bunga acuan beberapa negara tetap pada tingkat relatif tinggi. Tekanan inflasi ke depan masih berpotensi tinggi, terutama akibat kenaikan harga energi dan pangan akibat eskalasi geopolitik serta fenomena El Nino yang dapat mengganggu produksi pangan.
Oleh karena itu, OJK terus memantau volatilitas ekonomi global dan dampaknya terhadap ekonomi domestik, sambil menerapkan kebijakan pengawasan perbankan yang intensif dan berkelanjutan.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi global, terutama perlambatan ekonomi di Tiongkok, menjadi suatu aspek yang perlu diwaspadai karena dapat memengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi secara global.
Meskipun demikian, pada triwulan III 2023, ekonomi domestik Indonesia masih mencatat pertumbuhan yang relatif kuat sebesar 4,94 persen (YoY), meskipun mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya yang mencapai 5,17 persen (YoY).
Pertumbuhan ekonomi domestik yang relatif kuat tersebut dipengaruhi oleh permintaan yang solid, terutama tercermin dari konsumsi rumah tangga yang kuat dan peningkatan investasi, meskipun pengeluaran pemerintah mengalami penurunan.
Penurunan ini sejalan dengan pergeseran belanja pegawai dan penurunan nilai ekspor dan impor, yang merupakan dampak dari perlambatan ekonomi global.
OJK aktif memperkuat regulasi perbankan dengan menerbitkan enam ketentuan, termasuk empat Peraturan OJK (POJK) dan dua Surat Edaran OJK (SEOJK).
Selain itu, OJK juga mengeluarkan dua surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) terkait kebijakan relaksasi pengaturan tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan, dan insentif bagi Bank Umum mengenai Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Seiring dengan itu, OJK terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan Otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Bprnews.id - Pemerintah Kabupaten sedang menunggu konfirmasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait rumusan yang diajukan sebagai bagian dari upaya penyehatan PT BPR Jepara Artha.
Meskipun rincian rumusannya belum diungkapkan, pemkab menyatakan bahwa mereka tidak membahas perombakan direksi bank tersebut.
Hery Yulianto, Ketua Tim Penyehatan Bank Jepara Artha, menyampaikan bahwa timnya sedang meminta izin kepada OJK terkait langkah-langkah yang telah dirumuskan.
“Langkah-langkahnya belum bisa kami sampaikan. Nanti yang kami sampaikan adalah bahasan yang sudah di-ACC oleh OJK ya,” kata Hery kepada awak media.
Ia mengatakan, tim penyehatan tidak mengambil alih (menjadi penanggung jawab).
Tim merupakan pembantu OJK untuk merumuskan langkah mengatasi masalah.
“Sifatnya kami merumuskan. Disetujui atau tidak, baru kita share,” jelasnya.
Tim penyehatan juga berfokus pada inventarisasi masalah, termasuk penarikan dana yang masif oleh masyarakat. Prioritas utama tim adalah mengembalikan dana nasabah. Pembentukan tim penyehatan merupakan produk keputusan OJK, dan fokus utamanya adalah memenuhi keputusan tersebut dan bekerja pada pengembalian dana masyarakat.
Sumarjono, Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah, menjelaskan bahwa OJK akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi terkait BPR Jepara Artha. Jika kondisi keuangan dan kesehatan bank tidak memenuhi ketentuan minimum, bank tersebut akan ditetapkan sebagai Bank Dalam Penyehatan. Pada kondisi tersebut, pengurus dan pemegang saham diminta untuk menyusun dan melaksanakan action plan guna memperbaiki kinerja bank.
“Ketika rasio kecukupan permodalan dan likuiditas di bawah ketentuan minimum dan/atau kondisi tingkat kesehatannya tidak baik, Bank akan ditetapkan sebagai Bank Dalam Penyehatan," kata Sumarjono.
"Pada kondisi tersebut, pengurus dan pemegang saham diminta menyusun dan melaksanakan action plan untuk memperbaiki kinerja bank,” lanjutnya.
Sementara itu di lapangan, para nasabah terus berdatangan ke bank, mengantri sejak pagi untuk mengambil uang tabungan. Meskipun demikian, pembukaan tabungan baru belum dapat dilayani.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon mencatat kinerja perbankan di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) pada tahun 2023 tetap positif.
Kepala OJK Cirebon, Fredly Nasution, menyampaikan bahwa penyaluran kredit oleh lembaga perbankan di wilayah tersebut mencapai Rp89,49 triliun sepanjang tahun 2023.
Fredly menyebutkan, puluhan miliar itu dicatatkan oleh 44 kantor cabang bank umum. “Penyaluran kredit tahun ini meningkat 3,30% dibandingkan tahun sebelumnya,” ujarnya di Kota Cirebon, Rabu (27/12/2023).
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), yang terdiri dari tabungan dan deposito, juga meningkat menjadi Rp73,69 triliun atau naik 1,52% dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun mengalami peningkatan sebesar 2,21%, rasio profitabilitas yang diukur dengan Return on Asset (ROA) tetap positif, yakni sebesar 2,65%.
Fredly juga mencatat bahwa profil risiko perbankan di wilayah Ciayumajakuning menunjukkan peningkatan, dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,82% per September 2023.
Meskipun demikian, ia menekankan bahwa perbankan di Cirebon cenderung stabil dengan kinerja intermediasi yang tumbuh positif. Data ini mencerminkan kondisi perbankan yang sehat dan memberikan dukungan terhadap aktivitas ekonomi di wilayah tersebut.
Bprnews.id - Pemerintah Kabupaten Kendal berencana menyertakan modal ke Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR BKK) Jawa Tengah, yang telah lama beroperasi di Kendal. Rencana ini diungkapkan dalam Rapat Paripurna DPRD Kendal dengan agenda persetujuan bersama Raperda Kabupaten Kendal tentang penyertaan modal Pemkab Kendal kepada BPR BKK Jawa Tengah.
Ketua Pansus 1 DPRD Kendal, Syarif Hidayatullah, menyampaikan bahwa Pansus 1 telah melakukan pembahasan terhadap Raperda tersebut dan menerima serta menyetujui untuk disetujui bersama antara Bupati Kendal dengan DPRD Kendal.
Sekda Kendal, Sugiono, menjelaskan bahwa dengan adanya Perda ini, Pemkab Kendal akan dapat menyertakan modal di BPR BKK Jawa Tengah, yang selama ini belum pernah dilakukan.
“Pada prinsipnya Pansus 1 DPRD Kendal bisa menerima Raperda tentang penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Kendal kepada Perusahaan Perseroan Daerah BPR BKK Jawa Tengah,” katanya.
Besarnya modal yang akan disertakan akan dibahas di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Kendal. Dengan penyertaan modal ini, diharapkan BPR BKK Jawa Tengah dapat lebih berkembang, melayani lebih banyak masyarakat di Kabupaten Kendal, dan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat setempat.
“BPR BKK Jawa Tengah sudah lama beroperasi di Kendal, namun selama ini Pemkab Kendal belum ikut menyertakan modalnya,” katanya.
Sugiono juga menekankan bahwa keuntungan yang diperoleh dari penyertaan modal akan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kendal, sehingga dapat meningkatkan PAD tersebut. Rencana penyertaan modal ini merupakan langkah untuk mendukung perkembangan BPR BKK Jawa Tengah dan meningkatkan layanan perbankan bagi masyarakat Kabupaten Kendal.
“Dengan semakin banyak masyarakat yang terlayani, maka perekonomian masyarakat di Kabupaten Kendal bisa meningkat,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan, dengan penyertaan modal Pemkab Kendal di BPR BKK Jawa Tengah, maka Pemkab Kendal akan mendapatkan keuntungan dari BPR BKK Jawa Tengah. Keuntungannya nanti aku menjadi pendapatan asli daerah PAD Kabupaten Kendal. “Adanya penyertaan modal ini, maka akan meningkatkan PAD Kabupaten Kendal,” pungkasnya.
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengambil tindakan tegas terhadap mantan Direktur Utama PT Bank Perekonomian Rakyat Cita Makmur Lestari, Tangerang (BPR Citama) terkait kasus pengajuan kredit fiktif yang terjadi antara Januari 2011 hingga Maret 2015.
Akibat dari tindakan penipuan tersebut, BPR Citama mengalami kesulitan likuiditas dan akhirnya dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan pada 18 Desember 2015.
“Akibat fraud yang dilakukan mantan Direktur Utama BPR Citama tersebut, menyebabkan BPR Citama mengalami kesulitan likuiditas dan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan pada 18 Desember 2015,” kata Sekretaris Lembaga LPS Dimas Yuliharto seperti dikutip dari di Jakarta, Rabu (27/12/2023).
Setelah melalui proses pemeriksaan perkara, pada 15 November 2023, mantan Direktur Utama BPR Citama dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan, laporan, atau dokumen kegiatan usaha, laporan transaksi, dan rekening bank.
Sebagai konsekuensinya, mantan Dirut tersebut dijatuhi pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp10 miliar, subsider pidana kurungan selama dua bulan.
LPS sebagai lembaga penjamin simpanan menegaskan komitmennya dalam penegakan hukum dan memberikan efek jera.
Selain menindak tegas kasus BPR Citama, LPS juga telah melaporkan beberapa pengurus bank antara lain mantan pengurus PT BPR Bina Dian Citra, Bekasi, PT BPR KS Bali Agung Sedana, Bali dan PT BPR Sewu, Bali termasuk pihak-pihak yang bekerja sama dengan pengurus atau pegawai bank dan menikmati hasil 'fraud' tersebut.
“LPS bersungguh-sungguh untuk mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap pengurus bank yang nakal dengan harapan para pengurus serta seluruh jajaran pemegang saham perbankan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dapat memenuhi prinsip kehati-hatian dan melaksanakan tata kelola yang baik menjaga kepercayaan nasabah perbankan di Indonesia serta mewujudkan perekonomian yang sehat," katanya.
Langkah ini diambil untuk menjaga kepercayaan nasabah perbankan di Indonesia dan mewujudkan perekonomian yang sehat.