Bprnews.id - PT Asuransi Untuk Semua (Tap Insure), perusahaan asuransi berbasis digital, mengumumkan kesiapannya mengikuti rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait peningkatan ekuitas perusahaan asuransi. Menyikapi aturan yang mewajibkan pemenuhan ekuitas mencapai Rp250 miliar pada tahun 2026, Tap Insure menyatakan komitmennya untuk mematuhi regulasi tersebut.
Direktur Operasi dan Pemasaran Tap Insure, Cleosent Randing, menegaskan bahwa perusahaan berfokus pada investasi jangka panjang dan siap menjalani peningkatan ekuitas secara bertahap. "Kami akan memastikan pemenuhan ekuitas sesuai dengan KPPE, dengan fokus pertama pada mencapai Rp500 miliar untuk KPPE 1 dan Rp1 triliun untuk KPPE 2 pada tahun 2028," ungkap Cleo.
Per 31 Agustus 2023, jumlah ekuitas Tap Insure mencapai Rp137 miliar, mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan Desember 2022. Cleo menyatakan, "Kami akan fokus pada pertumbuhan bisnis organik dalam dua tahun ke depan untuk mencapai peningkatan ekuitas yang diinginkan."
Sebagai perusahaan asuransi digital baru, Tap Insure menitikberatkan peningkatan layanan untuk nasabah dengan menyediakan produk inovatif sesuai kebutuhan konsumen digital. Produk asuransi yang ditawarkan mencakup asuransi gadget, asuransi perjalanan, hingga asuransi furniture.
Perusahaan juga menawarkan asuransi kendaraan dengan proses klaim yang lebih cepat berkat adopsi teknologi, di mana sekitar 74% klaim dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari dua jam.
Cleo optimis bahwa dengan terus menyasar konsumen digital dan membawa inovasi dalam produk, pemenuhan ekuitas dan profitabilitas akan mengikuti.
"Fokus utama kami adalah pertumbuhan bisnis dan pembentukan karakteristik yang positif, mengingat kami masih dalam tahap pengembangan sejak mendapatkan izin dari OJK pada 17 November 2022," tambah Cleo.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan keluarnya Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa regulasi ini hadir untuk melindungi konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), namun bukan untuk melindungi konsumen nakal.
Dalam Media Briefing, Kamis (1/2/2024), Kiki (panggilan akrab Frederica Widyasari Dewi) menyatakan bahwa penyusunan POJK 22/2023 melibatkan pemangku kepentingan terkait, seperti akademisi, pelaku bisnis, dan industri.
Proses ini melibatkan kajian dan penelaahan UU P2SK pada Januari-Maret 2023, Focus Group Discussion (FGD) dengan akademisi hukum, BKPN, dan perwakilan PUJK pada Februari-April 2023, serta permintaan tanggapan kepada industri pada April 2023.
"Beleid ini mengatur mengenai perilaku dasar seperti itikad baik PUJK, itikad baik konsumen, larangan menimbulkan gangguan psikis atau fisik, larangan kerja sama dan layani pihak ilegal, cegah dan tanggung jawab PUJK rugikan konsumen, literasi dan inklusi keuangan, kebijakan prosedur, kode etik akses kepada konsumen, pelindungan data pribadi dan keamanan sistem informasi serta ketahanan siber," ujar Kiki.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK, Sarjito, menambahkan bahwa POJK ini hanya berlaku bagi konsumen yang beritikad baik. Bagi yang tidak beritikad baik, dapat dieksekusi sesuai ketentuan UU jaminan fidusia.
"Rupanya ada konsumen yang didatangi debt collector di lokasi field visit itu 35 kali, orangnya gak ada terus, nomor teleponnya enggak bisa dihubungi itu kan konsumen yang tidak beritikad baik. Kita tidak melindungi orang-orang seperti itu, silahkan eksekusi dengan ketentuan yang ada dengan UU jaminan fidusia," ungkap Sarjito
Bprnews.id - Perilaku petugas penagihan atau debt collector dalam sektor pinjaman online (pinjol) menjadi sorotan utama pengaduan yang diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan selama rentang waktu Januari 2022–Januari 2024. OJK mencatat bahwa terdapat 4.298 pengaduan terkait perilaku petugas penagihan pinjol selama periode tersebut.
Jenis pengaduan ini menjadi salah satu dari lima permasalahan utama layanan yang dihadapi oleh sektor fintech P2P. Selain masalah perilaku petugas penagihan, OJK juga mencatat adanya 907 pengaduan terkait penipuan, seperti pembobolan rekening, skimming, phising, dan social engineering di sektor pinjaman online.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh pengguna layanan pinjaman online mencakup kegagalan atau keterlambatan transaksi dengan jumlah pengaduan mencapai 495, permasalahan imbal hasil atau return sebanyak 361 pengaduan, dan permasalahan terkait bunga, denda, atau penalti yang mencapai 290 pengaduan.
OJK juga mencatat lima permasalahan produk dalam sektor fintech P2P, dengan mayoritas pengaduan, yaitu 7.525, berkaitan dengan pinjaman online multiguna. Sementara itu, masalah pinjaman online produktif mencapai 1.948 pengaduan.
Terdapat juga 4 pengaduan terkait kredit atau pembiayaan modal kerja, dan masing-masing 3 pengaduan terkait pembiayaan multiguna pembayaran angsuran dan penjaminan kredit atau pembiayaan.
Bprnews.id - Baru-baru ini, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang menjadi bagian dari Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Komisariat Cirebon menjalani proses penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan Cirebon.
PKS ini berkaitan dengan partisipasi nasabah/debitur BPR yang tergabung dalam Perbarindo Komisariat Cirebon dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Sembilan pimpinan BPR menandatangani PKS ini, dengan 7 di antaranya melakukan pembaharuan status dan 2 lainnya merupakan penandatangan baru.
Sudarwoto, selaku Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cirebon, menjelaskan bahwa penandatanganan PKS ini bertujuan untuk memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada nasabah/debitur BPR.
Nasabah BPR, termasuk pekerja informal atau Bukan Penerima Upah (BPU), dapat memperoleh perlindungan minimal dari 2 program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), atau memilih opsi 3 program dengan menambahkan Jaminan Hari Tua (JHT).
Sudarwoto menyampaikan, "Dengan perlindungan dari 2 program ini, dengan iuran hanya sebesar Rp16.800,- per bulan, diharapkan kewajiban nasabah dalam pembayaran angsuran ke BPR dapat berjalan dengan lancar dan selesai, bahkan jika mereka mengalami risiko pekerjaan."
Dia menegaskan bahwa jika nasabah BPR dan peserta BPJS Ketenagakerjaan mengalami kecelakaan kerja, seluruh biaya perawatan medis akan ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan, dan dalam kasus kematian, santunan minimal yang diberikan mencapai Rp42 juta.
Sudarwoto menegaskan bahwa perlindungan ini merupakan wujud kehadiran pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan manfaat kepada seluruh pekerja, terutama di wilayah Cirebon. Dia menambahkan bahwa BPR juga dapat mendaftar di BPJS Ketenagakerjaan sebagai sektor Penerima Upah (PU) dengan batasan jumlah tenaga kerja maksimal sebanyak 5 orang.
Sementara itu, Ketua Perbarindo Cirebon, Agus Heru Sajugo, menyatakan bahwa perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi debitur BPR sangat relevan. Harapannya, dengan adanya jaminan sosial terhadap risiko kecelakaan kerja atau kematian ini, tidak akan mengganggu kolektibilitas kredit yang sedang berlangsung.
Agus Heru Sajugo menambahkan bahwa setelah penandatanganan PKS ini, BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan pendampingan teknis kepada Penanggung Jawab Inti (PIC) di Kantor BPR, mulai dari proses pendaftaran kepesertaan nasabah BPR hingga penanganan klaim jika diperlukan.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa penurunan jumlah Bank Perekonomian Rakyat konvensional (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) tidak berdampak pada kinerja keuangan sektor tersebut.
Pada seminar daring yang diadakan kemarin, Pengawas Utama Kelompok Spesialis Perbankan OJK, Panca Hadi Suryatno, menjelaskan bahwa meskipun jumlah BPR mengalami penurunan akibat konsolidasi, kinerja keuangan BPR/BPRS terus tumbuh dan positif.
"Dari sisi kredit, pertumbuhan industri BPR/BPRS mencapai 10,4 persen dari November 2022 hingga November 2023, mencapai Rp157 triliun. Begitu juga dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 10,21 persen, mencapai Rp151,9 triliun pada November 2023," ungkap Panca.
Meskipun sejak tahun 2015 jumlah BPR terus mengalami penurunan akibat konsolidasi untuk memenuhi peraturan OJK tentang pemenuhan modal inti minimum, Panca menekankan bahwa pencabutan izin usaha dan konsolidasi tidak berdampak negatif pada kinerja keuangan BPR/BPRS.
Pada November 2023, jumlah BPR berada pada 1.578 bank, terdiri dari 1.405 BPR konvensional dan 173 BPRS.
Menanggapi penurunan jumlah BPR, Panca menyatakan bahwa sebagian besar disebabkan oleh penggabungan (merger) BPR. Pencabutan izin usaha tidak terlalu berdampak, bahkan konsolidasi lebih mendorong penguatan industri BPR.
Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berencana mengembangkan sistem informasi dan teknologi (IT) untuk membantu BPR lebih maju dan bersaing di era digital.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa rencananya adalah membuat omnibus sistem IT yang dapat digunakan oleh BPR. Uji coba akan dimulai tahun depan dengan melibatkan 100 BPR, dengan harapan dapat membantu BPR bersaing dengan bank komersial dan digital lainnya di era digitalisasi.
"Agar mereka bisa lebih bersaing dengan bank-bank komersial dan bank digital lainnya. Jadi, mereka tidak tertinggal di era digitalisasi," tambahnya.