Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat dukungannya terhadap industri perbankan perekonomian rakyat dengan menerbitkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat.
Peraturan ini, mulai berlaku sejak 11 Januari 2024, menegaskan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam pengelolaan aset.
Peraturan OJK ini diarahkan untuk memberikan panduan yang lebih jelas kepada bank perekonomian rakyat dalam mengelola aset mereka, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023. OJK juga merespons perkembangan terbaru dalam standar akuntansi keuangan.
Dasar hukum peraturan ini berasal dari undang-undang terkait, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023.
Khususnya, peraturan ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan OJK sebelumnya, yaitu Peraturan Nomor 33/POJK.03/2018 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Perekonomian Rakyat.
Perubahan tersebut sejalan dengan kebutuhan penyelarasan peraturan terkait Agunan Yang Diambil Alih dan kegiatan usaha yang diizinkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2024 juga memperhitungkan penerbitan standar akuntansi keuangan untuk entitas privat yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Selain itu, peraturan mencakup evaluasi dan penyelesaian permasalahan kredit pasca pandemi COVID-19, serta penyelarasan dengan ketentuan terbaru yang berbasis prinsip.
Tanggal efektif peraturan ini adalah 11 Januari 2024. Beberapa poin penting dalam peraturan mencakup properti terbengkalai, penyertaan modal, dan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang berlaku sejak 1 Januari 2025.
Seiring dengan berlakunya peraturan ini, OJK mencabut beberapa ketentuan dalam Peraturan OJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat.
Selain itu, Peraturan OJK Nomor 33/POJK.03/2018 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Perkreditan Rakyat juga dicabut.
Peraturan baru ini menunjukkan komitmen OJK untuk terus mengembangkan dan memperkuat sektor perbankan perekonomian rakyat demi daya saing dan keberlanjutan yang lebih baik.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Usaha Madani Karya Mulia (BPR UMKM) pada bulan kedua tahun 2024. Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-18/D.03/2024 tanggal 5 Februari 2024.
BPR UMKM yang terletak di Jalan Bhayangkara No. 13, Kel. Sriwedari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, diambil tindakan ini sebagai bagian dari upaya pengawasan dan penyehatan industri perbankan yang dilakukan oleh OJK. Langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas sektor perbankan, memperkuatnya, serta melindungi kepentingan konsumen.
OJK menjelaskan bahwa pencabutan izin usaha ini merupakan respons terhadap upaya penyehatan sebelumnya yang tidak membuahkan hasil. Direksi, Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham BPR tidak mampu menyelesaikan permasalahan terkait dengan Permodalan dan Likuiditas sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 28 Tahun 2023.
Sebelum mencapai tahap pencabutan izin, OJK telah menetapkan BPR UMKM dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan pada 4 April 2023, dengan alasan Tingkat Kesehatan (TKS) yang dinilai Kurang Sehat. Status pengawasan ditingkatkan menjadi Bank Dalam Resolusi pada 12 Januari 2024 setelah memberikan waktu yang cukup untuk upaya penyehatan.
Meskipun diberikan kesempatan yang cukup, Direksi, Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham BPR tidak berhasil melaksanakan penyehatan yang diperlukan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan kasus ini.
Berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, LPS memutuskan untuk tidak menyelamatkan BPR Usaha Madani Karya Mulia dan meminta OJK untuk mencabut izin usahanya.
OJK menjalankan kewajibannya sesuai dengan Pasal 19 Peraturan OJK, dan pencabutan izin usaha ini menandai dimulainya proses likuidasi oleh LPS. OJK memberikan pesan kepada nasabah BPR untuk tetap tenang, karena dana masyarakat di perbankan, termasuk BPR, dijamin oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Meskipun BPR Usaha Madani Karya Mulia menghadapi pencabutan izin usaha, langkah-langkah yang diambil OJK dan LPS bertujuan untuk meminimalkan dampak dan melindungi kepentingan nasabah serta stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Bprnews.id - Bupati Cirebon, H Imron Rosyadi, mengambil langkah tegas dalam menanggapi kekhawatiran masyarakat terkait sejumlah permasalahan yang melanda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik daerah.
Pada Senin, 5 Februari 2024, Bupati mengumpulkan para pejabat dan Direktur BPR Kabupaten Cirebon di Pendopo Bupati Cirebon.
Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Direktur Utama Bank Cirebon Jabar Perseroda, Urip Endang Susanto, bersama dengan Direktur Operasional, Dewan Pengawas, dan Asisten Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Hafidz Iswahyudi.
Rapat ini diinisiasi oleh Bagian Perekonomian Setda Pemkab Cirebon untuk merespons kekhawatiran masyarakat, khususnya nasabah BPR, terkait isu-isu yang berkembang di luar daerah.
Imron Rosyadi menyampaikan hasil pertemuan, menegaskan bahwa kondisi keuangan kedua BPR, yaitu Bank Kabupaten Cirebon (BKC) dan Bank Cirebon Jabar (BCJ), dalam keadaan sehat.
"Hari ini saya kumpulkan semua pejabat BPR milik Pemkab Cirebon, kondisi keuangan kedua BPR yang kita miliki dalam keadaan sehat," ujar Bupati.
Menanggapi kekhawatiran masyarakat, Bupati juga mengajak mereka untuk tetap percaya dan menggunakan layanan BPR milik daerah.
"Masyarakat jangan takut untuk meminjam, menabung, dan mendepositokan dananya di BPR milik kami. Semuanya dalam keadaan sehat dan sudah mendapatkan pengakuan dari Pemprov Jabar kalau BPR di kita itu baik," tambahnya.
Direktur Utama BCJ Perseroda, Urip Endang Susanto, juga menegaskan bahwa kondisi keuangan BPR yang dipimpinnya dalam keadaan sehat. Ia meminta masyarakat untuk tidak membuat persepsi yang sama terhadap BPR milik Pemkab Cirebon, kendati BPR di beberapa daerah mengalami permasalahan.
"BPR yang bermasalah itu di luar daerah, kalau di Kabupaten Cirebon semuanya sehat. Seperti yang Pak Bupati sebutkan tadi," ujar Urip.
Meskipun mengakui adanya imbas dari permasalahan BPR di daerah lain, Urip memastikan bahwa tidak ada penarikan massal dari nasabah.
"Memang ada imbasnya ke kita. Tetapi, kita jelaskan sesuai dengan kondisi yang ada sehingga nasabah juga merasa aman. Tidak ada penarikan massal seperti yang terjadi di daerah lain," ungkapnya.
Uripa berharap agar semua nasabah tetap tenang dan tidak terpengaruh.
"Jangan takut untuk melakukan transaksi dengan kami. Jika memang ragu, silahkan tanya ke pihak yang berwenang yaitu OJK sehingga masyarakat bisa lebih tenang," imbuhnya.
Sebelumnya, masyarakat dihebohkan dengan kredit macet pada perusahaan milik pemerintah daerah, namun Bupati Cirebon memastikan bahwa BPR milik daerah tetap aman dan bisa dipercaya.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperluas layanan bagi penyandang disabilitas, terutama melalui platform digital, dalam upaya meningkatkan inklusi keuangan melalui program "Satu Difabel Satu Rekening."
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menjelaskan bahwa inisiatif ini tergolong sebagai salah satu dari 10 program prioritas OJK yang bertujuan memajukan inklusi keuangan di tengah masyarakat.
Dalam rangka penandatanganan kerja sama antara OJK dan Kemenko Perekonomian, Kiki mengungkapkan bahwa OJK bekerjasama dengan Komisi Nasional Disabilitas untuk mengimplementasikan program "Satu Difabel Satu Rekening." Dari konsultasi tersebut, OJK mendapati bahwa memiliki akses ke layanan keuangan memegang nilai penting bagi difabel.
Selain peningkatan inklusi keuangan, Kiki menganggap penting untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat melalui program strategis.
OJK telah mengintegrasikan teknologi, seperti Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU) dan Sikapi UangMu, yang didukung dengan modul yang ramah disabilitas.
Dalam penyajian informasinya, Kiki mengungkapkan bahwa OJK telah menyelenggarakan 2.570 sesi edukasi keuangan yang diikuti oleh total peserta mencapai 647.968 pada tahun 2023.
Para pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) juga telah menyelenggarakan 2.607 sesi edukasi keuangan dengan peserta mencapai 409.284.
"Kami melibatkan PUJK untuk memfasilitasi kebutuhan saudara-saudara kita, bukan hanya dalam memudahkan mereka bertransaksi di bank, tetapi juga membantu meningkatkan inklusi mereka. Sebagai contoh, mereka dapat memiliki asuransi, produk perbankan, ATM, dan lainnya, inilah yang sedang kami dorong," ungkapnya.
Dengan melibatkan Kemenko Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Kiki berharap kolaborasi ini mampu menjadi akses untuk transformasi digital yang akan meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di kalangan masyarakat.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah melakukan pemeriksaan mendalam terkait PT Investree Radhika Jaya, sebuah platform pinjaman peer-to-peer (P2P).
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, mengungkapkan bahwa mereka sedang menyelidiki potensi pelanggaran yang dilakukan oleh Investree.
Kiki, sapaan akrab Friderica, menjelaskan bahwa kerugian yang mungkin terjadi dapat berasal dari pelanggaran atau risiko bisnis. "Kami tengah mengevaluasi apakah ada pelanggaran atau tidak. Namun, jika kerugian itu disebabkan oleh risiko bisnis, tentu saja situasinya berbeda dengan pelanggaran. Ini adalah yang sedang kami teliti, jadi kami masih menunggu hasilnya," ujarnya saat acara Penandatanganan Kerja Sama antara OJK dan Kementerian Koordinator Perekonomian pada Jumat (2/2/2024).
Kiki menekankan bahwa perlindungan konsumen melibatkan kedua belah pihak, baik pemberi pinjaman maupun peminjam, sehingga OJK berkomitmen untuk memastikan keamanan dan perlindungan bagi semua pihak yang terlibat.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, mengklaim bahwa OJK telah melakukan pertemuan dengan Investree sebagai bagian dari pengawasan offsite dan untuk memperbarui informasi terbaru tentang kondisi perusahaan.
Investree sebelumnya telah dikenakan sanksi administratif oleh OJK karena melanggar ketentuan yang berlaku, dan OJK terus memantau pemenuhan kewajiban Investree. Jika ditemukan pelanggaran lebih lanjut, OJK berpotensi memberlakukan sanksi administratif sesuai dengan regulasi yang berlaku, seperti peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, bahkan pencabutan izin usaha.
Perlu dicatat bahwa Direktur Utama Investree, Adrian Gunadi, baru-baru ini mengundurkan diri dari jabatannya di tengah peningkatan angka kredit macet perusahaan.
Data menunjukkan bahwa tingkat wanprestasi (TWP90) Investree, yang mengukur kredit yang gagal dibayarkan oleh nasabah dalam 90 hari setelah jatuh tempo, mencapai 12,58%. Ini menandai peningkatan hampir tiga kali lipat dari angka 3,29% pada awal Desember.