Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa masih terdapat sejumlah bank pembangunan daerah (BPD) yang kekurangan modal untuk memenuhi aturan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun pada akhir tahun ini. Berdasarkan Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, BPD diberikan tenggat waktu sampai akhir tahun 2024 untuk memenuhi modal inti minimum tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa saat ini terdapat 11 BPD yang belum memenuhi aturan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun. OJK terus mendorong pemenuhan modal inti minimum oleh ke-11 BPD ini dengan tenggat waktu hingga 31 Desember 2024.
"Sampai dengan saat ini, sesuai laporan yang diterima OJK, ada dua BPD yang telah memiliki rencana untuk memenuhi modal inti minimum melalui setoran secara mandiri, sedangkan sembilan BPD lainnya berencana untuk membentuk KUB [kelompok usaha bank] dengan perusahaan maupun bank induk lainnya," ujar Dian dalam jawaban tertulis pada beberapa waktu lalu (11/1/2024).
Dari 11 BPD yang belum memenuhi aturan modal inti minimum, dua diantaranya telah memiliki rencana untuk memenuhi modal inti minimum melalui setoran secara mandiri. Sementara sembilan BPD lainnya berencana membentuk Kelompok Usaha Bank (KUB) dengan perusahaan atau bank induk lainnya. Melalui KUB, bank-bank kecil yang bergabung di dalam satu bank besar sebagai induknya memiliki kemungkinan hanya perlu memenuhi modal inti minimum sebesar Rp1 triliun.
Dian menjelaskan bahwa progres pembentukan KUB oleh sembilan BPD saat ini masih berjalan sesuai dengan rencana. Sampai dengan akhir tahun 2023, sebagian besar bank daerah tersebut telah mencapai tahap penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pembentukan KUB.
NO |
Nama Bank |
Modal Inti Per 30 September 2023 |
Modal Inti Per 30 September 2022 |
1 |
Bank SulutGo |
Rp1,75 triliun |
Rp1,59 triliun |
2 |
Bank Maluku Malut |
Rp1,55 triliun |
Rp1,49 triliun |
3 |
Bank Sultra |
Rp1,62 triliun |
Rp1,44 triliun |
4 |
Bank Sulteng |
Rp1,26 triliun |
Rp1,21 triliun |
5 |
Bank NTT |
Rp2,23 triliun |
Rp2,19 triliun |
6 |
Bank NTB Syariah |
Rp1,61 triliun |
Rp1,44 triliun |
7 |
Bank Kalteng |
Rp2,54 triliun |
Rp1,83 triliun |
8 |
Bank Kalsel |
Rp2,56 triliun |
Rp2,02 triliun |
9 |
Bank Banten |
Rp1,21 triliun |
Rp1,34 triliun |
10 |
Bank Lampung |
Rp1,27 triliun |
Rp1,2 triliun |
11 |
Bank Bengkulu |
Rp1,26 triliun |
Rp945,21 miliar |
12 |
Bank Jambi |
Rp2,28 triliun |
Rp1,87 triliun |
Bprnews.id - Sinar Mas memperkenalkan PT Bank Nano Syariah, yang telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bank Nano Syariah, juga dikenal sebagai Nanobank Syariah, berfokus pada solusi keuangan syariah inovatif untuk nasabah individu dan komunitas.
Bank ini telah mendapatkan izin usaha dari OJK pada 23 Agustus 2023, setelah sebelumnya mendapatkan izin prinsip pada 14 Februari 2023.
Direktur Utama Bank Nano Syariah, Halim, menyatakan bahwa perseroan membangun fondasi berdasarkan prinsip perbankan syariah dan akan membantu nasabah mencapai impian finansial mereka.
“Kami sempat membahas kemungkinan mencatatkan saham di bursa (IPO) dengan para pemegang saham dari Sinarmas, tetapi hal itu masih terlalu dini mengingat fokus kami saat ini adalah mengembangkan tata kelola bisnis," ujar Halim dikutip dari keterangan tertulis, Senin (15/1/2024).
PT Bank Nano Syariah telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 23 Agustus 2023 setelah terlebih dulu mendapatkan izin prinsip pada tanggal 14 Februari tahun yang sama. Keberhasilan mendapatkan perizinan usaha, menurut Halim menandai langkah penting perjalanan bank nano syariah untuk menjadi pilihan publik dalam layanan perbankan syariah di Indonesia
Bank Nano Syariah memiliki fokus utama pada sektor jamaah haji di Indonesia, yang mencapai 20.000 jemaah setiap tahun. Selain itu, bank ini juga aktif dalam sektor Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan telah menyalurkan kredit KUR sebesar Rp124 miliar hingga Desember 2023. Dengan demikian, Bank Nano Syariah berupaya menjadi pilihan publik dalam layanan perbankan syariah di Indonesia.
Bprnews.id - Dalam kegiatan monitoring perkembangan BUMD bidang keuangan, terungkap bahwa rasio non-performing loans (NPL atau kredit macet) di BPR BKK Muntilan masih tinggi. Dirut PT. BPR BKK Muntilan, Agustinus Subekti, menyampaikan informasi ini kepada Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah pada Jumat (12/1/2024).
Pada diskusi tersebut, disebutkan bahwa rasio NPL pada Desember 2022 dan Desember 2023 masih di atas 5%. Dalam komposisi penyaluran kredit, sektor perdagangan memiliki porsi terbesar sekitar 19,34%, diikuti sektor pertanian sekitar 5%, dan sektor jasa lainnya. Jumlah kredit pada Desember 2022 sekitar Rp 165,23 miliar, naik menjadi sekitar Rp 179,57 miliar pada Desember 2023.
Datanya menyebutkan, kredit pada Desember 2022 sekitar Rp 165,23 miliar. Angka itu naik pada Desember 2023 sekitar Rp 179,57 miliar atau bertumbuh sekitar Rp 14 miliar.
“Pencapaian NPL pada Desember 2022 sebesar 9,75 persen dan pada Desember 2023 sebesar 21,88%,” kata Agustinus Subekti
Sementara itu, kondisi serupa juga terjadi di PT. BPR BKK Temanggung (Perseroda). Dirut BPR BKK Temanggung, Didik Meaning, menyampaikan bahwa rasio NPL pada Desember 2021 sebesar 6,84%, Desember 2022 sebesar 9,95%, dan Desember 2023 sebesar 8,22%.
Meskipun demikian, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah, Bambang Haryanto, menyatakan bahwa kinerja keuangan kedua BPR BKK tersebut sudah cukup baik, terutama dalam hal penyaluran kredit.
“Dengan dorongan secara masif itu, maka BPR BKK juga ikut menghindari masyarakat dari pinjol (pinjaman online) ilegal,” kata Bambang.
Namun, anggota Komisi C, Budiyono, menyoroti masih tingginya angka NPL, dan meminta langkah efisien untuk menanggulanginya.
Agung Budi Margono, anggota Komisi C, juga menyoroti tingginya angka kredit macet dan meminta Biro Perekonomian Setda Provinsi Jawa Tengah untuk mengumpulkan data dari seluruh BPR BKK yang memiliki NPL tinggi.
“Saya menilai NPL di BPR BKK Muntilan masih tinggi, meski angka NPL BPR BKK Temanggung juga masih diatas 5 persen. Jadi, saya berharap, lebih berhati-hati lagi sehingga diperlukan langkah efisien,” kata Budiyono.
Jarot Mulyawan dari Biro Perekonomian Setda Provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa ada 3 BPR BKK dengan rasio NPL tinggi, dan diharapkan kinerja BPR BKK dapat menjadi lebih sehat pada tahun 2024.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa terdapat Empat bank menyatakan kesediaan untuk menjadi bank anchor atau induk dari Kelompok Usaha Bank (KUB), sebuah alternatif bagi Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang mungkin tidak mampu memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun pada akhir 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK terus mendorong pemenuhan modal inti minimum 11 BPD hingga 31 Desember 2024.
“2 BPD telah memiliki rencana untuk memenuhi modal inti minimum melalui setoran secara mandiri, sedangkan 9 BPD lainnya berencana untuk membentuk KUB dengan perusahaan maupun bank induk lainnya,” ungkap Dian melalui pernyataan resmi, dikutip Minggu (14/1/2024).
Selanjutnya, kata dia, perkembangan proses pembentukan KUB oleh 9 BPD saat ini masih berjalan sesuai dengan rencana. Dalam perkembangannya, ada 4 BPD yang menyatakan kesediaan untuk menjadi induk KUB atau sebagai bank anchor.
“Secara umum, sampai dengan akhir tahun 2023, sebagian besar telah mencapai tahap penandatanganan MoU pembentukan KUB, dan 1 BPD yang sudah mengajukan izin kepada OJK untuk menjadi anggota KUB. Saat ini terdapat 4 bank yang telah menyatakan kesediaan menjadi induk KUB,” terang Dian.
Komunikasi antara OJK dan Kemendagri terus dilakukan untuk mempercepat proses pembentukan KUB.
OJK mensyaratkan bahwa bank induk harus memiliki keunggulan dari segi permodalan dan kinerja, sehingga dapat memberikan dukungan yang optimal kepada anggota KUB.
Hal ini mencakup penguatan permodalan, likuiditas, serta peningkatan kapasitas dan kapabilitas bank anggota KUB, seperti manajemen risiko, tata kelola, SDM, IT, dan pengembangan bisnis BPD, terutama dalam penyaluran kredit produktif untuk mendukung perekonomian daerah.
BPD yang berpartisipasi dalam skema KUB tidak diwajibkan memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun, melainkan hanya sebesar Rp 1 triliun pada akhir 2024.
Jika batas modal tidak terpenuhi, BPD tersebut harus menyesuaikan bentuk usahanya menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan peringatan kepada sektor perbankan terkait potensi transaksi janggal yang melibatkan partai politik, menjelang tahun pemilu 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengingatkan perbankan untuk mengidentifikasi potensi penyalahgunaan rekening nasabah atau calon nasabah terkait transaksi yang mencurigakan yang melibatkan partai politik melalui rekening perbankan.
Dalam upaya pencegahan, Dian menyebutkan bahwa pemeriksaan transaksi janggal terkait pemilu dapat dilakukan dengan memeriksa transaksi nasabah berisiko tinggi yang memiliki eksposur politik, yang dikenal sebagai Politically Exposed Person (PEP).
“OJK akan terus menjaga integritas sistem keuangan dan senantiasa memperkuat pengawasannya serta melakukan koordinasi secara aktif dengan Kementerian dan lembaga menindak aktivitas judi online maupun tindak pidana lainnya termasuk potensi transaksi janggal oleh partai politik.,” ujar Dian, belum lama ini.
Selain itu, OJK juga mendesak perbankan untuk memperbaiki dan memperkuat parameter dalam sistem Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal untuk mendeteksi anomali transaksi.
Perbankan juga diingatkan untuk mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum.
Dian menegaskan bahwa penerapan tata kelola yang baik merupakan hal yang sangat fundamental dalam pengelolaan kegiatan usaha bank untuk dapat berkembang secara sehat dan berkelanjutan, dengan menjunjung tinggi nilai, etika, prinsip, dan integritas.