Bprnews.id – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan bahwa tabungan masyarakat dengan nilai di atas Rp5 miliar di bank umum mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner LPS, menyebut fenomena ini sebagai indikasi bahwa dunia usaha sedang mengalami kesulitan.
Dalam konferensi pers pada Selasa (30/1), Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa tabungan di atas Rp5 miliar kebanyakan dimiliki oleh perusahaan atau korporasi. Penurunan ini, menurutnya, mungkin disebabkan oleh sulitnya kondisi dunia usaha saat ini.
“Dugaan kami ini sebagian besar adalah korporasi. Jadi kelihatannya, kita juga takut apakah ini pertanda mereka nggak punya duit,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa.
Dalam penilaiannya, banyak korporasi yang mungkin menggunakan modal sendiri untuk pengembangan usaha mereka. Hal ini mungkin terjadi karena sulitnya kondisi bisnis saat ini, sehingga perusahaan enggan mengajukan pinjaman ke bank.
Berdasarkan data LPS, pada akhir tahun lalu, pertumbuhan tabungan di atas Rp5 miliar mencapai 14-15 persen. Namun, saat ini tinggal 3,51 persen saja. Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, “Kalau kita lihat tren pemakaian uang korporasi, sepertinya sekarang mereka beralih memakai uang sendiri untuk ekspansi usahanya dibandingkan dengan pinjam di bank.”
Selain itu, ia juga menduga bahwa banyak korporasi memilih menggunakan tabungan sendiri untuk ekspansi karena tingginya bunga pinjaman, baik dari bank dalam negeri maupun luar negeri. Dengan fenomena ini, LPS memberikan perhatian pada kondisi dunia usaha dan terus memantau perkembangan di sektor ini.
Bprnews.id - Setelah mendapatkan persetujuan penambahan plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dari Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, Pj Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin, segera berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pimpinan perbankan. Target penyaluran KUR di Sulsel untuk semester pertama tahun ini telah ditetapkan sebesar Rp15 triliun.
Bondan Kusuma, Deputi Direktur Layanan Manajemen Strategis dan Koordinasi Regional Kantor OJK Provinsi Sulselbar, menegaskan dukungan penuh OJK terhadap program budidaya hortikultura Pemprov Sulsel melalui penyaluran KUR.
"Pada tahun 2023, penyaluran KUR di Provinsi Sulsel berhasil mencapai target sebesar Rp15,33 triliun, dan targetnya akan meningkat menjadi dua kali lipat untuk tahun 2024 ini," ungkap Bondan saat Silaturahmi Pj Gubernur Sulsel bersama Pimpinan Bank dan OPD Lingkup Pemprov Sulsel, di Aula Tudang Sipulung, Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Jumat malam, 2 Februari 2024.
Bondan menyampaikan bahwa KUR sebesar Rp15,33 triliun pada tahun lalu diberikan kepada 298.896 debitur.
"Tahun ini, kita menargetkan penyaluran KUR mencapai Rp30 triliun lebih. InsyaAllah, kita akan mencapai pencapaian KUR yang diharapkan tahun ini," tambahnya.
Dalam rincian target, penyaluran KUR untuk semester pertama diharapkan mencapai Rp15 triliun, dan untuk semester kedua harus mencapai target yang sama.
"Kita akan ada penambahan KUR menjadi dua kali lipat. Ini merupakan hasil perjuangan Bapak Gubernur kita. Sekarang tinggal bagaimana kita mencapai target penyaluran KUR Rp15 triliun untuk semester pertama, dan Rp15 triliun lagi untuk semester kedua," ujar Bondan.
Bondan menekankan bahwa OJK memberikan jaminan keamanan terhadap penyaluran KUR, dan pihaknya akan memberikan dukungan penuh kepada pihak perbankan.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin, menyampaikan kabar baik bahwa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah menyetujui penambahan KUR khusus untuk Sulsel.
"Alhamdulillah, permintaan kita untuk penambahan KUR langsung disetujui pemerintah pusat, Bapak Menko Airlangga. Minimal ditambah Rp15 triliun lagi," pungkas Bahtiar Baharuddin.
Bprnews.id – Bank Universal BPR terus berinovasi dengan meluncurkan siniar atau podcast perdana bertajuk "Universal Talks." Inisiatif ini merupakan langkah strategis dari Universal BPR untuk memberikan inspirasi, motivasi, dan wawasan kepada para pelaku industri keuangan di Indonesia.
Dalam menghadapi era transformasi digital yang terus berkembang, Universal BPR berkomitmen untuk memberikan pengalaman perbankan yang canggih, efisien, dan relevan. Episode perdana "Universal Talks" akan fokus membahas tantangan dan peluang yang muncul seiring dengan transformasi digital perbankan di Indonesia.
Rhenald Kasali, yang turut terlibat dalam proyek ini, menjelaskan pentingnya pengembangan layanan dan proses digital terkait operasional bank. Dengan menghadirkan narasumber berpengalaman, para pendengar dapat memperoleh wawasan langsung dari pemikir dan pengambil keputusan di dalam industri keuangan.
"Universal Talks" dapat dinikmati melalui berbagai platform podcast, termasuk Youtube, Spotify, dan Apple Podcast. Episode perdana ini, yang dirilis pada 3 Februari 2024, diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi para pendengar yang tertarik dengan dunia perbankan dan transformasi digital.
Bank Universal BPR, sebagai Bank Perekonomian Rakyat yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga menjadi peserta penjaminan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Dengan langkah inovatif seperti "Universal Talks," Universal BPR berusaha tidak hanya menjadi pemain utama dalam dunia perbankan tetapi juga menjadi pelopor dalam menghadapi perubahan era digital.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan penegasan bahwa penurunan jumlah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) tidak berdampak pada kinerja keuangan kedua jenis bank tersebut.
Meskipun jumlah BPR mengalami penurunan, kinerja keuangan BPR/BPRS tetap tumbuh positif.Pengawas Utama Kelompok Spesialis Perbankan OJK, Panca Hadi Suryatno, menyampaikan hal ini dalam sebuah seminar daring.
"Dari tahun ke tahun, kinerja keuangan BPR/BPRS terus tumbuh dan positif. Memang betul BPR mengalami penurunan dari sisi jumlah, namun ternyata penurunan tersebut tidak berdampak pada kinerja keuangan BPR," ujar Panca.
Menurut Panca, pertumbuhan kredit di industri BPR/BPRS mencapai 10,4 persen dari November 2022 hingga November 2023, mencapai Rp157 triliun dari sebelumnya Rp142,1 triliun. Begitu juga dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), yang mengalami pertumbuhan sekitar 10,21 persen dari Rp137,8 triliun pada November 2022 menjadi Rp151,9 triliun pada November 2023.
Meskipun jumlah BPR terus mengalami penurunan sejak diberlakukannya Peraturan OJK (POJK) tentang pemenuhan modal inti minimum BPR/BPRS pada tahun 2015, Panca menyatakan bahwa penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh konsolidasi atau penggabungan (merger) BPR. Hal ini sejalan dengan arahan OJK yang mendorong BPR dalam satu kepemilikan atau grup untuk melakukan merger.
"Jumlah BPR yang berkurang sejalan dengan konsolidasi atau merger justru mendorong penguatan industri BPR. Meskipun ada beberapa BPR atau BPRS yang dicabut izin usahanya, tetapi hal ini tidak terlalu berdampak," tambah Panca.
Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga ikut berperan dalam pengembangan industri BPR. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan rencana untuk mengembangkan sistem informasi dan teknologi (IT) yang dapat membantu BPR lebih maju dan bersaing di era digital.
"Pada tahun depan, LPS akan mengujicobakan sistem IT yang bisa membantu BPR. Agar mereka bisa lebih bersaing dengan bank-bank komersial dan bank digital lainnya. Jadi, mereka tidak tertinggal di era digitalisasi," kata Purbaya Yudhi Sadewa.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melangkah maju dalam memperkuat sektor perbankan, khususnya Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS), dengan menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) terbaru. POJK tersebut mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan BPR dan BPRS, serta kualitas aset BPR.
Aman Santosa, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, menyatakan bahwa POJK Nomor 28 Tahun 2023 (POJK 28/2023) bertujuan mendukung pengembangan BPR/BPRS sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang semakin kompleks. Sementara itu, POJK Nomor 1 Tahun 2024 (POJK 1/2024) tentang Kualitas Aset BPR diterbitkan untuk membangun industri BPR yang sehat dan memiliki daya saing tinggi dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
"POJK 28/2023 merupakan penyempurnaan atas regulasi sebelumnya dan mencakup penyesuaian mengenai status dan jangka waktu pengawasan BPR dan BPR Syariah, tugas pengawasan OJK, serta penempatan dana oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," ungkap Aman di Jakarta, Sabtu (3/2/2024).
Kedua POJK ini adalah langkah konkrit sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). POJK 28/2023 mulai berlaku pada 31 Desember 2023.
Sementara itu, POJK 1/2024 merupakan penyempurnaan atas POJK No.33/POJK.03/2018 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Perekonomian Rakyat.
Peraturan ini mencakup berbagai aspek, seperti perluasan cakupan aset produktif, penambahan pengaturan mengenai aset nonproduktif, kualitas aset produktif, restrukturisasi kredit, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, dan lainnya yang dilatarbelakangi oleh beberapa hal yaitu;
1. Penyelarasan peraturan mengenai Agunan Yang Diambil Alih serta kegiatan usaha yang diperkenankan sesuai dengan Undang-Undang No.4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
2. Penerbitan standar akuntansi keuangan entitas privat yang merupakan pengganti dari standar akuntansi keuangan tanpa entitas publik yang akan berlaku 1 Januari 2025;
3. Hasil evaluasi terhadap permasalahan dan penyelesaian atas pemberian kredit pascapandemi Covid-19;
4. Penyelarasan dengan ketentuan terkini serta penyempurnaan pengaturan yang berbasis prinsip. Pokok pengaturan POJK 1/2024 ini terdiri dari perluasan cakupan aset produktif, penambahan pengaturan mengenai aset nonproduktif, kualitas aset produktif, penyisihan penilaian kualitas aset dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), restrukturisasi kredit, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, hapus buku, kebijakan perkreditan dan prosedur perkreditan.
Dengan peraturan ini, OJK berharap dapat menciptakan lingkungan perbankan yang lebih sehat, kuat, dan memiliki daya saing tinggi di tengah dinamika industri keuangan yang terus berkembang.