BPRNews.id - Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Parepare menyelenggarakan Workshop Tata Kelola Sistem Operasional Perbankan Syariah dengan tema "Meningkatkan Kompetensi dan Pengetahuan dalam Akad-Akad Perbankan Syariah Demi Menjadi Bankir Sukses". Kegiatan ini berlangsung pada Selasa, 25 Juni 2024, di Balai Seni dan Budaya IAIN Parepare.
Acara ini merupakan hasil kerjasama antara IAIN Parepare dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Workshop dihadiri oleh Ketua Program Studi Perbankan Syariah, I Nyoman Budiono; Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) FEBI, Sofyan Ahmad; perwakilan HMPS lingkup FEBI, serta mahasiswa Program Studi Perbankan Syariah.
Dalam sambutannya, I Nyoman Budiono menyampaikan apresiasi kepada HMPS Perbankan Syariah atas penyelenggaraan kegiatan ini. Ia berharap workshop ini dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam bidang perbankan syariah, khususnya terkait akad-akad syariah. "Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Cabang BSI Parepare, Ibu Sutriani, yang telah menyediakan waktunya untuk memberikan materi dalam workshop ini. Ilmu yang didapat hendaknya diteruskan oleh para mahasiswa kepada masyarakat sebagai bentuk sosialisasi perbankan syariah," ujar I Nyoman.
Ketua HMPS Perbankan Syariah, M. Khalid Fatur, berharap melalui workshop ini, peserta dapat memahami berbagai akad perbankan syariah dengan mendalam serta mampu berkontribusi dalam mengembangkan perbankan syariah. “Semoga workshop ini membantu para mahasiswa mencapai kesuksesan profesional di bidang perbankan syariah,” katanya.
Sofyan Ahmad, Ketua Dema FEBI, menyatakan dukungannya terhadap kegiatan seperti ini. Menurutnya, mahasiswa perlu didorong untuk aktif belajar dan mengasah potensi serta soft skill mereka. "Pelatihan atau seminar seperti ini adalah solusi terbaik untuk mendorong mahasiswa agar lebih bersemangat belajar dan mengembangkan potensi diri," ujar Sofyan Ahmad.
Workshop ini menghadirkan narasumber ahli di bidang perbankan syariah, Sutriani, yang merupakan Branch Manager BSI Parepare. Sutriani memberikan penjelasan mengenai konsep dasar perbankan syariah dan berbagai jenis akad yang digunakan.
Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada narasumber. Workshop Tata Kelola Sistem Operasional Perbankan Syariah ini merupakan salah satu upaya HMPS Perbankan Syariah FEBI IAIN Parepare untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta mencetak lulusan yang kompeten dan berdaya saing di bidang perbankan syariah.
BPRNews.id - Kabar mengenai potensi akuisisi PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) oleh Muhammadiyah semakin ramai dibicarakan, kali ini organisasi tersebut dikabarkan tertarik untuk mengakuisisi PT Bank KB Bukopin Syariah atau KB Bank Syariah. Menanggapi isu tersebut, induk usaha KB Bank Syariah, yaitu KB Bank, memberikan klarifikasinya.
Wakil Direktur Utama KB Bank, Robby Mondong, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima informasi resmi terkait rencana akuisisi tersebut. “Kami belum mendapatkan informasi resmi mengenai hal ini,” ujar Robby pada Rabu (26/6).
Robby menambahkan, apabila informasi resmi telah diterima, pihaknya akan segera mengumumkannya sesuai dengan regulasi keterbukaan informasi yang berlaku. "Kami selalu terbuka terhadap setiap peluang kerja sama dan kolaborasi bisnis," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa KB Bank Syariah memiliki peran penting dalam memberikan akses layanan perbankan syariah kepada nasabah KB Bank secara keseluruhan. Pada Kuartal I-2024, KB Bank Syariah mencatatkan pertumbuhan kinerja positif dengan membukukan laba bersih sebesar Rp7,3 miliar, yang tumbuh dua kali lipat sebesar 132% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. "Secara aset, KB Bank Syariah terkonsolidasi sekitar 10% dari total aset KB Bank," tambah Robby.
Sementara itu, bahwa saat ini sedang ada pembicaraan tahap awal mengenai minat Muhammadiyah untuk mengakuisisi KB Syariah. Namun, rencana tersebut masih dalam tahap awal dan belum ada kepastian akan terealisasi.
Hubungan Muhammadiyah dengan KB Bank Syariah sendiri terbilang dekat. Salah satu komisaris KB Bank Syariah adalah Abdul Mu’ti, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Secara historis, KB Syariah sebelumnya dikenal sebagai Bank Persyarikatan Indonesia yang didirikan oleh PP Muhammadiyah.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT) untuk memfasilitasi perizinan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (PKK) bagi calon entitas utama Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS). Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan layanan perizinan secara elektronik agar lebih efektif dan efisien.
Peluncuran aplikasi SPRINT untuk BPR dan BPRS dilakukan oleh Kepala Departemen Koordinasi Pengawasan dan Perizinan Terintegrasi OJK, Greatman Rajab, di Surabaya pada Selasa (25/6/2024). Acara ini diikuti oleh 113 peserta secara langsung dan 818 peserta secara online, yang merupakan pengurus BPR dan BPRS.
Greatman Rajab dalam sambutannya menyatakan bahwa aplikasi SPRINT adalah bagian dari upaya OJK untuk meningkatkan kualitas layanan perizinan kepada para pemangku kepentingan. "Pengembangan dan implementasi SPRINT untuk perizinan kepengurusan BPR dan BPRS adalah langkah awal untuk memperluas layanan perizinan elektronik kepada BPR dan BPRS. Pada tahun ini, SPRINT juga akan memperluas layanannya untuk perizinan kelembagaan dan jaringan kantor BPR dan BPRS," ujarnya.
Ke depan, aplikasi SPRINT juga akan melayani proses perizinan kepengurusan pada Perusahaan Asuransi, Perusahaan Penjaminan, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, Modal Ventura, Pegadaian, dan Fintech P2P Lending yang diharapkan akan beroperasi pada triwulan IV 2024.
SPRINT merupakan sistem informasi yang melayani perizinan dan pendaftaran Pelaku Usaha Sektor Jasa Keuangan secara elektronik, bertujuan untuk mempercepat, menyederhanakan, dan membuat proses perizinan menjadi lebih transparan. Sebelumnya, proses perizinan kepengurusan melalui SPRINT telah diimplementasikan pada Bank Umum, Bank Umum Syariah, Perusahaan Efek, dan Manajer Investasi
Dengan menggunakan SPRINT, proses pengajuan perizinan oleh BPR dan BPRS akan menjadi lebih mudah dan cepat. Pengajuan permohonan dan penyampaian kelengkapan dokumen dilakukan secara elektronik, dan BPR serta BPRS dapat memantau proses persetujuan izin secara transparan melalui sistem.
Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2016, SPRINT telah memiliki lebih dari 470 modul perizinan dan pendaftaran serta telah memproses lebih dari 81.000 jenis perizinan yang mencakup izin kelembagaan, kepengurusan, produk/aktivitas, dan perorangan pada seluruh sektor jasa keuangan. Pada 13 Juni 2024, SPRINT juga telah mulai melayani perizinan secara digital pada sektor IAKD untuk pendaftaran Regulatory Sandbox dan Innovative Credit Scoring (ICS).
OJK terus memperkuat peran SPRINT sebagai aplikasi perizinan satu pintu (single window licensing) dengan menggabungkan aplikasi SIJINGGA, yang selama ini melayani perizinan pada Industri Keuangan Non Bank, ke dalam SPRINT yang akan efektif pada akhir tahun 2024.
SPRINT juga telah terintegrasi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk perizinan di Pasar Modal dan terhubung dengan sistem perizinan Bank Indonesia (e-licensing), menjadikan proses perizinan lebih terpadu dan efisien.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yakin bahwa perbankan kecil seperti Bank Perekonomian Rakyat (BPR) memiliki potensi besar untuk tumbuh dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Keyakinan ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, yang terinspirasi oleh kondisi perbankan di Jerman.
"Kami di LPS percaya bahwa bank kecil bisa berperan sangat signifikan dalam menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia, seperti halnya di Jerman di mana bank-bank kecil mendominasi," ujar Purbaya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Purbaya mengungkapkan bahwa industri perbankan di Jerman didominasi oleh bank-bank kecil, yang menguasai 80% pasar. Yang mengejutkan, banyak dari bank-bank kecil tersebut menggunakan prinsip syariah.
"Saya baru tahu ketika ke Jerman pada tahun 2011 bahwa 80% bank di sana dikuasai oleh bank-bank kecil. Ini agak aneh menurut saya, dan mereka bilang mereka lebih syariah dibandingkan Indonesia," tuturnya.
Purbaya menjelaskan bahwa hal ini diungkapkan oleh petinggi bank sentral di Jerman. Bank-bank kecil di Jerman mampu tumbuh subur dengan menggunakan prinsip syariah. "Jika deposito 1%, pinjamannya hanya 1+1, cukup untuk biaya operasional. Dan yang mengelola itu adalah Pendeta," jelasnya.
Dengan dukungan digitalisasi dan dana yang memadai, Purbaya yakin bahwa eksistensi BPR di Indonesia dapat kembali kuat. Sehingga, BPR dapat memperkuat industri perbankan di Indonesia.
"Dari situ saya belajar bahwa ekonomi syariah bisa hidup. Saya belajar dari tempat yang salah, Amerika. Ternyata ada dan bisa hidup," imbuhnya.
Optimisme LPS terhadap bank kecil di Indonesia didorong oleh potensi besar yang dimiliki oleh BPR untuk menjangkau masyarakat yang belum terlayani oleh bank-bank besar. Dengan digitalisasi dan pengelolaan yang efisien, BPR diharapkan dapat berkontribusi lebih besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan memperkuat stabilitas sistem keuangan.
BPRNews.id - Bank Dunia mengeluarkan peringatan mengenai efek samping penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2024. Menurut laporan tersebut, SRBI memiliki dampak yang tidak diinginkan terhadap pinjaman pemerintah.
"Sebagai instrumen yang memberikan imbal hasil lebih tinggi, SRBI tampaknya membatasi pinjaman pemerintah," tulis Bank Dunia dalam laporannya yang dikutip pada Rabu (26/6/2024).
Bank Dunia menjelaskan bahwa bank-bank komersial cenderung mengurangi kepemilikan mereka atas surat berharga pemerintah dan beralih ke SRBI yang menawarkan imbal hasil lebih menarik. Antara September 2023 dan Februari 2024, kepemilikan bank umum atas obligasi pemerintah turun dari 30,4% menjadi 25,6% dari total saldo beredar.
Untuk mengatasi penurunan ini, Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi di pasar sekunder dengan membeli surat berharga pemerintah, meningkatkan kepemilikannya dari 16,2% menjadi 20,7%.
"Untuk mencegah crowding out lebih lanjut, BI sementara waktu mengurangi volume penerbitan SRBI hingga setengahnya, dari Rp 49,4 triliun menjadi Rp 25,6 triliun antara Februari dan Maret 2024," tambah laporan Bank Dunia.
Bank Dunia juga mencatat risiko lain, termasuk potensi mengusir investor ekuitas asing yang menghadapi risiko kredit lebih tinggi namun kurang menarik. Arus keluar ekuitas dari bursa Indonesia terlihat pada April hingga Juni.
Pada kuartal pertama 2024, investor non-residen atau asing memegang sekitar 22% dari total SRBI yang beredar, sementara sisanya dimiliki oleh bank-bank komersial dalam negeri. Namun, dengan pengetatan kondisi moneter global, investor asing mulai menjual kepemilikan SRBI mereka, menurunkan pangsa kepemilikan asing menjadi 18% pada akhir April 2024.
Sebagai respons, BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%. Kenaikan ini diikuti oleh peningkatan bunga SRBI 1 tahun sebesar 500 basis poin menjadi 7,5% pada awal Mei. Selisih imbal hasil SRBI 1 tahun dibandingkan dengan Surat Berharga Negara (SBN) 1 tahun yang hanya 6,8% semakin menarik investor.
Untuk menarik lebih banyak arus masuk portofolio, BI memutuskan untuk melelang SRBI lebih sering, dari sekali menjadi dua kali seminggu. Upaya ini membuahkan hasil dengan arus masuk asing sebesar Rp 81,6 triliun pada SRBI dan peningkatan porsi kepemilikan asing menjadi 27% dari total SRBI pada Mei 2024.
Bank Indonesia merilis SRBI sebagai respons terhadap siklus pengetatan suku bunga Federal Reserve AS yang dimulai pada 2022. SRBI dirancang untuk menarik aliran portofolio dengan imbal hasil yang lebih tinggi. Pada kuartal ketiga 2023, imbal hasil US Treasury 10 tahun mencapai angka tertinggi dalam 16 tahun, mendorong spread imbal hasil Indonesia dan US Treasury ke titik terendah dalam sejarah.
"Ini memicu arus keluar portofolio dalam jumlah besar, mencapai 0,3% dari PDB pada periode tersebut, yang kemudian menekan cadangan devisa dan mata uang," jelas Bank Dunia.
Sebagai langkah untuk menghadapi tantangan ini, BI memperkenalkan SRBI pada September 2023. SRBI menggantikan operasi twist yang sebelumnya dilakukan oleh BI dan bertujuan untuk meningkatkan perbedaan imbal hasil terhadap obligasi pemerintah AS.
SRBI adalah instrumen Operasi Pasar Terbuka (OMO) yang memiliki mandat ganda: menyerap kelebihan likuiditas dan menarik aliran portofolio untuk menjaga stabilitas mata uang dan buffer eksternal. SRBI berhak dimiliki oleh bukan penduduk dan menawarkan jangka waktu yang lebih pendek dibandingkan obligasi negara, yakni 6, 9, atau 12 bulan. Imbal hasil SRBI secara konsisten lebih tinggi dibandingkan obligasi negara (SBN), misalnya pada lelang awal Mei 2024, SRBI tenor 1 tahun menawarkan imbal hasil 7,5% dibandingkan 6,7% pada SBN tenor 1 tahun.