BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mengingatkan seluruh sektor perbankan, termasuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Bali, untuk berperan aktif dalam memberantas judi online. Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah praktik yang dapat merugikan tersebut.
"Banyak orang yang terjerat utang karena judi online. Jika utang menumpuk, mereka akan mencari pinjaman secara cepat, bahkan melalui pinjaman online ilegal. Ini bisa berujung pada tindakan Fraud jika utang semakin menggunung," ujar Kristrianti.
Ia mengimbau jajaran direksi dan komisaris perbankan, termasuk BPR, untuk lebih cermat dalam mengawasi laporan keuangan karyawan. "Cermati setiap laporan keuangan untuk mendeteksi adanya potensi anomali atau ketidaksesuaian yang mencurigakan," tambahnya.
Selain itu, Kristrianti juga menyerukan pentingnya edukasi kepada masyarakat, termasuk pelajar, untuk menjauhi praktik judi online dan pinjaman online ilegal. "Mari kita bersama-sama mengkampanyekan anti-judi online agar masyarakat lebih waspada," katanya.
Ketua Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Bali, I Ketut Komplit, turut mendukung pernyataan OJK. "Judi online dapat mempengaruhi pola pikir dan kinerja individu, yang pada akhirnya berdampak pada instansi. Kami selalu mengingatkan anggota akan bahaya judi online dalam setiap pertemuan," ungkapnya.
Meski hingga saat ini belum ada laporan dari kalangan perbankan terkait keterlibatan dalam judi online, OJK tetap menegaskan pentingnya kewaspadaan. Secara nasional, OJK telah memerintahkan bank untuk memblokir lebih dari 6.000 rekening yang terindikasi terkait transaksi judi online. Bank juga diminta untuk melakukan Enhanced Due Diligence (EDD) dan melaporkan transaksi mencurigakan tersebut kepada PPATK. "Jika terbukti melanggar, nasabah yang terlibat bisa dibatasi atau bahkan dicabut aksesnya untuk membuka rekening di bank," jelas Kristrianti.
BPRNews.id - Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Yuddy Renaldi, menyatakan bahwa ancaman serangan siber merupakan tantangan yang sangat serius bagi sektor perbankan, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD). "Keberhasilan BPD dalam menghadapi ancaman serangan siber sangat bergantung pada kesiapan dalam mengadopsi teknologi yang dibarengi dengan pelatihan dan kesadaran karyawan terhadap “IT security" ungkap Yuddy dalam siaran pers yang dikutip pada Rabu (8/8).
Sementara itu, Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Fithriadi, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemantauan dan analisa yang dilakukan oleh PPATK, serangan siber dilakukan secara terstruktur dengan memanfaatkan kelemahan IT security. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan mengimitasi script server yang digunakan untuk mengakses BI-Fast, sehingga dana bank umum dapat dipindahkan tanpa verifikasi dari bank umum itu sendiri. "Biasanya, pelaku peretasan memanfaatkan waktu akhir pekan untuk melakukan aksinya karena rekonsiliasi data bank umum dan BI-Fast dilakukan di hari kerja," jelasnya.
Dari sisi regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat memperhatikan keamanan data nasabah dari serangan siber. OJK telah mengeluarkan blueprint transformasi digital untuk Industri Jasa Keuangan (IJK), termasuk perbankan. Deputi Komisioner Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK, Rizal Ramadhani, mengatakan bahwa blueprint ini diatur dalam POJK Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Bank Umum dan POJK 21 Tahun 2023 tentang Layanan Digital Bank Umum, yang mengatur tingkat kepatuhan bank dalam adopsi teknologi yang dilakukan secara bertanggung jawab.
Pada Seminar Nasional bertema "Ancaman Cyber Crime di Era Digital Bagi Bank Pembangunan Daerah Seluruh Indonesia," yang diselenggarakan oleh Asbanda dan Bank Kalbar, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Kalbar, Brigjen Pol Yusup Saprudin, turut hadir sebagai pembicara.
BPRNews.id - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, 8 Agustus 2024 Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa ekonomi domestik Indonesia tetap menunjukkan kekuatan di tengah ketidakpastian global. Hal ini didorong oleh peningkatan konsumsi domestik, investasi, dan belanja pemerintah.
“Pertumbuhan didorong oleh masih kuatnya konsumsi domestik dan investasi, serta naiknya ekspor dan pengeluaran pemerintah,” kata Dian dalam keterangan persnya di Jakarta pada Kamis.
Pernyataan ini merujuk pada Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) untuk Triwulan I-2024, yang mencatat pertumbuhan ekonomi domestik mencapai 5,11 persen (yoy) pada triwulan pertama tahun 2024, naik dari 5,04 persen (yoy) pada triwulan IV-2023.
Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh investasi yang terus berlanjut, terutama sehubungan dengan pembangunan infrastruktur pemerintah, seperti proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), serta peningkatan pengeluaran pemerintah, terutama untuk belanja barang terkait pelaksanaan Pemilu 2024.
Menurut data Kementerian Keuangan, belanja pemerintah pusat (BPP) yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat mencapai Rp640,9 triliun, atau 77,8 persen dari total realisasi BPP hingga Mei 2024.
Investasi swasta untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, yang dilakukan secara bertahap, telah mencapai Rp60 triliun hingga saat ini.
Indikator perbankan juga mencerminkan kekuatan ekonomi domestik, dengan pertumbuhan kredit bank umum pada triwulan I-2024 tercatat sebesar 12,40 persen (yoy), meningkat dari 9,93 persen (yoy) pada periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini didorong oleh permintaan yang solid untuk konsumsi dan investasi serta pengeluaran pemerintah.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,44 persen (yoy), naik dari 7,00 persen (yoy) pada tahun sebelumnya, yang berkontribusi pada stabilitas likuiditas perbankan.
Risiko kredit juga mengalami perbaikan, dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross menurun menjadi 2,25 persen, sedangkan NPL net sedikit meningkat menjadi 0,77 persen.
Kinerja bank perekonomian rakyat (BPR) dan BPR syariah (BPRS) juga menunjukkan hasil yang baik, meskipun pertumbuhan kredit/pembiayaan melambat, DPK mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga kuat, dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) BPR sebesar 32,60 persen dan BPRS sebesar 23,57 persen.
BPRNews.id - Emiten perbankan, Jakarta, 6 Agustus 2024 khususnya bank-bank besar, tetap menjadi penyokong utama pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, kinerja saham bank-bank di kategori KBMI 4 mengalami tekanan yang signifikan pada semester pertama tahun 2024, memengaruhi pergerakan IHSG.
Secara umum, kinerja perbankan pada semester I-2024 mengalami penurunan akibat beberapa faktor, termasuk beban bunga yang meningkat dan pencadangan yang tinggi. Akibatnya, rata-rata bank mencatat pertumbuhan laba bersih yang minim, dengan banyak bank menengah/KBMI 3 mengalami penurunan laba bersih. Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penurunan margin bunga bersih (NIM) perbankan dari 4,80% menjadi 4,57% pada Juni 2024. Return on Asset (ROA) juga menurun dari 2,73% menjadi 2,66% pada periode yang sama.
Meski demikian, pertumbuhan kredit perbankan menunjukkan hasil positif, meningkat dari 7,76% pada Juni 2023 menjadi 12,36% pada Juni 2024. Pendanaan (DPK) juga mengalami kenaikan dari 5,79% menjadi 8,45% pada periode yang sama.
Untuk bank-bank besar di KBMI 4, agregat laba bersih dari tiga bank utama, yaitu BBCA, BBRI, dan BMRI, mencapai Rp 83,1 triliun pada semester I-2024, mengalami pertumbuhan 5% secara tahunan (yoy). BBCA mencatat pertumbuhan laba bersih tertinggi sebesar 11% yoy, diikuti oleh BMRI dengan pertumbuhan laba bersih sekitar 5%, dan BBRI dengan pertumbuhan sebesar 1% pada semester ini.
Secara kredit, BMRI mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 20% yoy dan merevisi target pertumbuhan kreditnya menjadi 16-18% yoy untuk akhir tahun 2024, dari target sebelumnya 13%-15% yoy. Sementara itu, BBCA dan BBRI mencatat pertumbuhan kredit sekitar 16% yoy dan 11% yoy, masing-masing.
Direktur Keuangan Bank Mandiri, Sigit Prastowo, mengungkapkan bahwa bank akan terus mendorong pertumbuhan kredit di segmen ritel. “Kami juga akan tetap berupaya menjaga tingkat biaya dana di level optimal untuk menjaga kestabilan tingkat suku bunga kredit dan profitabilitas,” ujarnya.
BCA juga berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan kredit dengan kualitas NPL yang membaik. “Biaya pencadangan juga kami review sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi perekonomian Indonesia,” kata Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA.
Dalam hal kapitalisasi pasar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tetap menjadi emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar, mencapai Rp 1.233 triliun, atau 10,07% dari total kapitalisasi pasar BEI yang sebesar Rp 12.240 triliun. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masing-masing memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 693 triliun dan Rp 626 triliun, atau setara dengan 5,66% dan 5,11% dari total kapitalisasi pasar BEI.
Pada 7 Agustus 2024, sektor perbankan memberikan kontribusi signifikan terhadap pergerakan IHSG. Top leaders yang mendukung kenaikan IHSG termasuk PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan kontribusi sebesar 13,29 poin, diikuti oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan kontribusi 6,50 poin, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan kontribusi 2,87 poin. Secara year to date (YTD), saham BMRI memberikan kontribusi sebesar 63,39 poin, BBCA sebesar 48,70 poin, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) sebesar 8,71 poin pada penguatan IHSG.
Sebaliknya, saham big bank yang mengalami pelemahan juga berdampak pada IHSG. Pada 7 Agustus 2024, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) memberikan kontribusi negatif sebesar 0,89 poin, sementara saham BBRI dan BBNI masing-masing memberikan kontribusi negatif sebesar 115,90 poin dan 14,23 poin secara YTD.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, M. Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa sebagai penyokong utama IHSG, emiten bank berperan penting dalam mempengaruhi pergerakan IHSG. Dia menilai bahwa berbagai faktor yang menekan kinerja perbankan, seperti suku bunga tinggi dan biaya dana yang mahal, turut mempengaruhi sentimen pasar. “Sebenarnya sebelumnya sudah ter-price in ketika IHSG mengalami penurunan antara periode Mei hingga Juni 2024, namun apakah bisa mempengaruhi IHSG naik atau turun itu tetap tergantung kepada prinsip demand and supply,” kata Nafan.
Secara teknikal, Nafan melihat bahwa potensi emiten perbankan masih baik, sehingga tetap menjadi sektor utama. “Melihat potensi BI untuk menurunkan suku bunga acuan, ini tentu akan menjadi katalis positif untuk meningkatkan likuiditas di perbankan,” ungkapnya. Nafan merekomendasikan saham BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI dengan target harga masing-masing Rp 10.650, Rp 5.050, Rp 6.750, dan Rp 5.150.
Head of Investment PT Reswara Gina Investa, Kiswoyo Adi Joe, menambahkan bahwa meskipun emiten perbankan mengalami tekanan, sektor ini tetap menarik bagi investor yang mencari keuntungan konsisten melalui dividen. “NIM perbankan di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia, dan permodalan dari sisi CAR juga solid. Saat tren saham bank bearish, ini adalah waktu yang baik bagi investor untuk membeli saham bank-bank KBMI 4,” ujarnya.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan I-2024. Laporan ini memuat analisis kondisi ekonomi global dan domestik serta kaitannya dengan kinerja perbankan, penyaluran kredit atau pembiayaan, dan profil risiko perbankan.
Pada periode laporan, kondisi ekonomi global masih terdivergensi dengan ketidakpastian pasar keuangan yang tinggi. Beberapa negara, seperti AS dan negara emerging markets, menunjukkan ketahanan ekonomi. IMF dalam World Economic Outlook (WEO) April 2024 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3,2 persen (yoy) untuk 2024, stabil dari tahun sebelumnya dan sedikit lebih tinggi dari perkiraan WEO Januari 2024 sebesar 3,1 persen (yoy).
Ekonomi domestik tumbuh kuat sebesar 5,11 persen (yoy) pada triwulan I-2024, meningkat dari 5,04 persen (yoy) pada triwulan IV-2023. Pertumbuhan didorong oleh konsumsi domestik, investasi, ekspor, dan pengeluaran pemerintah, termasuk pembangunan infrastruktur seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) dan kegiatan Pemilu 2024.
Indikator perbankan menunjukkan pertumbuhan kredit bank umum sebesar 12,40 persen (yoy), meningkat dari 9,93 persen (yoy) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini dipicu oleh permintaan yang kuat pada konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah. DPK tumbuh sebesar 7,44 persen (yoy), naik dari 7,00 persen (yoy) tahun sebelumnya, sehingga menjaga likuiditas perbankan.
Likuiditas bank umum tetap memadai dengan rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 121,05 persen dan 27,18 persen, di atas threshold. Tingkat permodalan solid dengan CAR sebesar 25,96 persen, meski menurun dari 27,09 persen tahun sebelumnya, terutama karena kenaikan ATMR Kredit dan Pasar.
Risiko kredit membaik dengan rasio NPL gross menurun menjadi 2,25 persen dan NPL net sedikit meningkat menjadi 0,77 persen. Kinerja BPR dan BPRS juga baik, dengan CAR masing-masing sebesar 32,60 persen dan 23,57 persen.
OJK menyoroti risiko perbankan, terutama risiko pasar dan likuiditas di tengah ketidakpastian global seperti suku bunga tinggi, perkembangan ekonomi Tiongkok, dan tensi geopolitik. Potensi peningkatan risiko kredit pasca berakhirnya masa relaksasi kredit restrukturisasi terkait Covid-19 sudah dapat dimitigasi, dengan bank membentuk cadangan yang cukup dan penurunan eksposur kredit restrukturisasi terkait Covid-19.
Pada periode laporan, OJK menerbitkan tiga Peraturan OJK terkait pengembangan kualitas aset bank perekonomian rakyat, tata kelola syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, serta penetapan status pengawasan penanganan permasalahan bank umum. OJK juga berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melaksanakan Financial Sector Assessment Program (FSAP) Review Indonesia 2023/2024 bersama IMF dan World Bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa OJK terus mencermati perkembangan ekonomi global dan dampaknya pada ekonomi domestik serta perbankan Indonesia. OJK juga meminta bank-bank untuk memperhatikan aspek kehati-hatian, profesionalisme, inovatif, dan menjaga integritas untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat.