Bprnews.id - PT Bank Digital BCA (Blu), anak usaha dari PT Bank Central Asia Tbk. (BCA), berhasil mencatat laba bersih sebesar Rp 46,04 miliar pada tahun 2023, menandai pembalikan dari kerugian sebelumnya sebesar Rp 71,60 miliar pada tahun sebelumnya.
"Pendapatan bunga tercatat meningkat secara signifikan, mencapai 115,94% secara tahunan menjadi Rp 888,68 miliar pada akhir Desember 2023," kata juru bicara Bank Digital BCA dalam keterangan resmi pada hari Kamis.
"Pendapatan bunga bersih Blu tahun 2023 tercatat sebesar Rp 608,70 miliar, naik 127% year-on-year dari Rp 268,08 miliar sebelumnya," lanjutnya.
Selain pendapatan dari bunga, Blu juga mencatatkan pertumbuhan signifikan dalam pendapatan dari provisi/komisi/fee dan administrasi, atau fee based income, yang meningkat 154,82% year-on-year menjadi Rp 19,54 miliar dari Rp 7,67 miliar pada tahun 2022.
Dengan pencapaian ini, rasio profitabilitas bank juga berbalik menjadi positif. Tingkat pengembalian modal atau Return On Equity (ROE) perusahaan mencapai 0,18%, sementara tingkat pengembalian aset atau Return On Assets (ROA) mencapai 1,16%.
Di sisi intermediasi, Blu mencatatkan penyaluran kredit sebesar Rp 4,64 triliun pada akhir tahun lalu, yang menunjukkan peningkatan sebesar 43,30% year-on-year dari tahun sebelumnya.
Meskipun begitu, kualitas kredit tetap terjaga dengan baik, dengan rasio kredit bermasalah atau NonPerforming Loan (NPL) gross yang naik sedikit menjadi 1,10%, serta NPL net yang juga mengalami kenaikan kecil menjadi 0,21%.
Pada pendanaan, Blu mencatatkan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 8,97 triliun, menandakan peningkatan sebesar 30,94% year-on-year dari tahun sebelumnya sebesar Rp 6,85 triliun. Deposito menyumbang porsi terbesar dari DPK, mencapai 63,26%.
"Rasio pinjaman terhadap simpanan juga mengalami peningkatan menjadi 51,72% pada tahun 2023, dari 47,33% sebelumnya," tambahnya.
Dengan demikian, total aset Blu juga meningkat sebesar 22,18% year-on-year menjadi Rp 13,50 triliun pada akhir tahun 2023.
Bprnews.id - Tren positif hasil kolaborasi antara PT Bank Jago Tbk. dan GOTO terus mempengaruhi kinerja keuangan Bank Jago hingga periode November 2023. Data yang baru dirilis menunjukkan bahwa hasil kerja sama ini telah mendorong pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 41% secara tahunan pada kuartal III/2023, mencapai Rp10,3 triliun.
Memasuki November 2023, kinerja keuangan Bank Jago terus menunjukkan tren positif. DPK Bank Jago (ARTO) mencapai Rp11,50 triliun hingga 30 November 2023, menandai kenaikan sebesar 74% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang hanya mencapai Rp6,61 triliun.
Selain dari DPK, intermediasi Bank Jago juga mengalami pertumbuhan. Penyaluran kredit naik sebesar 45,23% secara tahunan, dari Rp8,74 triliun menjadi Rp12,69 triliun. Laba bersih Bank Jago juga mencatatkan kenaikan sebesar 26,38% dari Rp47,37 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, menjadi Rp59,87 miliar.
Kenaikan kinerja keuangan Bank Jago juga tercermin dari pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) yang tumbuh dua digit secara tahunan, mencapai Rp1,44 triliun, meningkat 17,81% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi aset, Bank Jago mencatat kenaikan sebesar 33,37% secara tahunan, dari Rp15,28 triliun pada November 2022 menjadi Rp20,38 triliun pada November 2023.
Kemitraan yang kuat dengan GOTO Group, terutama melalui peluncuran produk GoPay Tabungan by Jago pada Oktober 2023, juga memberikan dampak positif. Hanya dalam tiga bulan sejak peluncurannya, produk ini telah dimanfaatkan oleh lebih dari 700 ribu pengguna.
Para analis mulai melihat prospek yang semakin cerah untuk Bank Jago di masa depan berkat kolaborasi ini. Ivan Purnama Putera dari PT Sinarmas Sekuritas, misalnya, merevisi rekomendasi saham ARTO menjadi "beli", dengan keyakinan pada produk baru dan hubungan yang semakin erat dengan mitra.
Ivan menyatakan bahwa kinerja keuangan Bank Jago hingga kuartal III/2023 masih sesuai dengan proyeksi, dan ia optimis terjadi peningkatan pada kuartal IV/2023 dengan upaya bank untuk mengoptimalkan pendanaan dan pertumbuhan pinjaman melalui kolaborasi yang lebih erat dengan mitra seperti GOTO Financial, serta terus meluncurkan produk-produk baru yang menjanjikan.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan pengawasan ketat terhadap PT Investree Radhika Jaya (Investree) menyusul kasus pengembalian dana pemberi pinjaman yang tak kunjung terselesaikan dalam setahun terakhir. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, menyatakan bahwa OJK tengah melakukan pendalaman terhadap Investree. "OJK saat ini sedang melakukan pendalaman dengan melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap Investree,” kata Aman Santosa dari siaran pers yang dikutip pada Senin (19/2).
OJK menduga bahwa Investree telah melanggar ketentuan dalam operasional dan perlindungan konsumen. Aman menyatakan bahwa OJK akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan apabila dugaan pelanggaran tersebut terbukti. Langkah-langkah tersebut termasuk kerjasama dengan aparat penegak hukum untuk proses penindakan lebih lanjut terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran.
Aman juga menekankan bahwa OJK meminta Investree untuk tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tata kelola yang baik. Selain itu, OJK juga mengimbau masyarakat untuk bijak dalam menyikapi situasi terkait Investree.
Investree dilaporkan menghadapi kasus gagal bayar kepada lender sejak tahun lalu, dengan tingkat keberhasilan (TKB) total yang terus menurun. Pada awal Januari, TKB90 total Investree berada di kisaran 87,47 persen, tetapi pada awal Februari menurun menjadi 83,56 persen.
Sebagai respons terhadap situasi tersebut, Investree telah berhasil meraih dana talangan sebesar US$ 7 juta atau sekitar Rp 110 miliar dari investor terdahulu, SBI Holdings. Dana talangan tersebut telah dialokasikan untuk berbagai kebutuhan perusahaan, termasuk gaji karyawan, biaya hukum dan audit, penghematan, asuransi kredit, penagihan, dan sewa.
Co-Founder/Director Investree Singapore Pte. Ltd., Kok Chuan Lim, menyatakan harapannya bahwa dengan penyuntikan modal baru dari investor, Investree dapat segera menyelesaikan rencana restrukturisasi perusahaan. Hal ini diharapkan dapat mengatasi tantangan keterlambatan pembayaran kepada lender atau pemberi pinjaman.
Bprnews.id - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK masih terus melakukan pemeriksaan terhadap seluruh Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Hal ini menjadikan OJK belum dapat memastikan jumlah pasti BPR yang akan dilikuidasi atau menjadi pasien OJK pada tahun ini.
"Dalam proses pemeriksaan BPR yang masih berlangsung, belum ada angka final yang bisa kami sampaikan," ungkapnya pada Senin, 19 Februari 2024.
Selama dua bulan pertama tahun 2024, OJK telah mencabut izin usaha empat BPR, yaitu Koperasi BPR Wijaya Kusuma, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, dan PT BPR Bank Pasar Bhakti.
Dian Ediana menyoroti bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan memberikan penguatan yang signifikan bagi BPR. Namun, hal ini memerlukan penyesuaian dalam regulasi dan sistem pengawasan.
"Tidak dapat dipungkiri bahwa penyesuaian ini tidaklah mudah dan memerlukan persiapan yang matang dalam regulasi dan sistem pengawasan," katanya.
Jika ditemukan BPR yang memiliki masalah mendasar atau terlibat dalam praktik kecurangan, penanganannya akan diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sementara oknum yang terlibat akan ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
"Dalam konteks penyehatan sektor perbankan, termasuk BPR, OJK memiliki batas waktu maksimal satu tahun. Jika tidak terselesaikan dalam waktu tersebut, kasusnya akan diserahkan ke LPS sesuai ketentuan Undang-Undang," jelas Dian Ediana.
Dian Ediana menegaskan bahwa BPR harus menjadi bank yang dapat dipercaya oleh masyarakat, efisien, dan memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Oleh karena itu, OJK akan segera merilis roadmap pengembangan dan penguatan BPR sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kinerja sektor ini.
"Dalam beberapa bulan ke depan, OJK akan mengeluarkan roadmap pengembangan dan penguatan BPR. Aturan baru yang akan diterapkan tahun 2024 ini merupakan bagian dari roadmap tersebut," tambahnya.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan sanksi administratif berupa pembekuan pendaftaran untuk Kantor Akuntan Publik (KAP) Anderson dan Rekan, mulai 7 Februari 2024. Keputusan ini diumumkan melalui surat bernomor S-154/PD.11/2024 yang dikeluarkan oleh Kepala Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang, Dewi Astuti.
Dewi Astuti menjelaskan bahwa sanksi ini berlaku selama satu tahun sejak tanggal surat penetapan, yang berarti selama periode tersebut KAP Anderson dan Rekan tidak diperbolehkan memberikan jasa kepada pihak manapun.
"Pembekuan pendaftaran diberlakukan karena KAP Anderson dan Rekan tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik Dan Kantor Akuntan Publik Dalam Kegiatan Jasa Keuangan," ungkap Dewi.
Pelanggaran yang dilakukan KAP Anderson dan Rekan meliputi ketidaksesuaian transaksi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan audit atas informasi keuangan historis tahunan, serta ketidakterpenuhan standar pengendalian mutu dalam memberikan jasa audit.
Dalam pengumuman terpisah, OJK juga menjatuhkan sanksi serupa terhadap Akuntan Publik (AP) Anderson Subri, yang juga terafiliasi dengan KAP Anderson dan Rekan. Pembekuan pendaftaran terhadap Anderson Subri dilakukan melalui surat bernomor S-153/PD.11/2024 pada tanggal yang sama.
Dewi menekankan bahwa sanksi pembekuan pendaftaran terhadap Anderson Subri disebabkan oleh pelanggaran yang serupa, yakni ketidaksesuaian transaksi dengan peraturan perundang-undangan dalam memberikan jasa audit dan ketidakmemenuhan standar profesional yang diharuskan.
"Sanksi ini diberlakukan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap regulasi dan standar profesional dalam praktek akuntansi dan audit di industri keuangan," tambahnya.