Bprnews.id - BPD (Bank Pembangunan Daerah) dan BPR (Bank Perekonomian Rakyat) dikejar oleh batas waktu untuk memenuhi ketentuan modal inti minimal.
OJK menetapkan bahwa BPD harus memiliki modal inti minimum sekitar Rp 3 triliun, sementara BPR diwajibkan memiliki modal dengan nilai minimum Rp 6 miliar. Batas waktu untuk pemenuhan modal ini adalah pada 31 Desember 2024.
Hingga akhir tahun 2023, OJK mencatat bahwa masih ada 11 BPD yang sedang berproses untuk memenuhi modal inti minimum.
Dari jumlah tersebut, empat BPD menjadi anchor bagi BPD lain, seperti PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk, PT BPD Jawa Tengah Tbk (BJTG), PT BPD Jawa Timur Tbk (BJTM), dan Bank DKI.
Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, menyatakan bahwa komunikasi dan diskusi antar BPD terus dilakukan, dan langkah cepat perlu diambil oleh BPD yang terdampak tenggat waktu tersebut.
“Tentu untuk BPD yang terdampak tenggat waktu akhir tahun 2024 ini terkait pemenuhan modal intinya, hal ini menjadi sesuatu yang harus segera diambil langkah cepat,” ujarnya.
Bank Bengkulu menjadi calon anggota KUB (Kelompok Usaha Bersama) bank BJB dengan progress terbesar, dan beberapa BPD lainnya seperti Bank Jambi, Bank Sultra, dan Bank Maluku Malut, telah berkomitmen untuk bergabung dalam KUB bank BJB.
Yuddy mencatat bahwa ada BPD lain yang berkomunikasi untuk bergabung, namun belum diungkapkan namanya, dan ia menegaskan bahwa BPD tersebut harus sehat dan dapat memberikan nilai tambah dalam grup usaha.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat KUB-nya pun akan efektif setelah memperoleh persetujuan OJK,” ujar Yuddy.
Sementara itu, untuk BPR, Ketua Umum Perbarindo Tedy Alamsyah mengakui bahwa mendorong mayoritas pemegang saham BPR untuk memenuhi modal inti bukanlah tugas yang mudah, meskipun ia tetap optimis bahwa solusi dapat ditemukan.
Tedy Alamsyah berharap bahwa regulator akan bijak dalam menangani situasi ini dan memberikan ruang bagi BPR yang sehat untuk terus beroperasi.
Ia menekankan perlunya pembicaraan dalam satu forum dengan tujuan untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak terkait.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus berupaya memastikan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) baik konvensional maupun syariah memenuhi modal minimum yang ditetapkan.
Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015, BPR konvensional diharapkan dapat mencapai modal minimum sebesar Rp 6 miliar hingga akhir tahun 2024, sedangkan BPRS di akhir tahun 2025.
Hingga bulan Agustus 2023, masih terdapat 10 BPR dan BPRS di DIY yang belum mencapai target modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar.
"Saat ini sedang dilakukan penelitian efektifitasnya. Kalau efektif, berarti sudah memenuhi (modal inti Rp6 miliar). Karena di ketentuan kami, setoran modal harus memenuhi syarat, seperti tidak boleh berasal dari hutang dan atau pencucian uang, dokumen atau bukti lengkap, dan lainnya," katanya, Rabu (10/01/2024).
Kepala OJK DIY, Parjiman, menyampaikan bahwa empat BPR sudah melakukan tambahan setoran modal, namun saat ini sedang dilakukan evaluasi terhadap efektivitas tambahan modal tersebut.
Tambahan modal harus memenuhi berbagai syarat, termasuk bukan berasal dari hutang atau pencucian uang, serta disertai dengan dokumen lengkap.
Untuk memastikan pemenuhan modal inti minimum, OJK DIY meminta BPR untuk membuat action plan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2024.
Dalam RBB tersebut, BPR diminta untuk merinci rencana pemenuhan modal inti minimum, termasuk opsi seperti tambahan modal dari pemegang saham yang sudah ada atau mengundang investor baru.
Selain itu, BPR yang belum memenuhi target modal inti minimum juga dapat mempertimbangkan opsi merger.
Beberapa BPR/BPRS yang memiliki kepemilikan yang sama dapat mempertimbangkan merger untuk memastikan pemenuhan modal inti minimum sesuai dengan amanat POJK.
Parjiman juga menyebutkan bahwa satu BPR sudah berencana untuk merger dengan BPR grup lain di luar DIY.
"Ada satu BPR yang sudah berencana merger dengan BPR grup lainnya di luar DIY," terangnya.
Opsi lain selain merger, BPR/BPRS akan menjadi LKM (lembaga keuangan mikro) atau bahkan menjadi lembaga lain seperti pegadaian.
OJK DIY akan melakukan evaluasi terhadap RBB yang diajukan oleh BPR untuk memastikan langkah-langkah yang diambil sesuai dengan regulasi.
Bprnews.id - Program Simpanan Pelajar (SIMPEL) yang diluncurkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Subang bertujuan untuk menjaga keamanan tabungan siswa.
Dalam upaya tersebut, Pemda Subang telah menunjuk PT BPR Subang Gemi Nastiti (Perseroda) sebagai mitra pelaksana program tersebut.
Sosialisasi mengenai kegiatan menabung diadakan di Gedung Olah Raga (GOR) Binong, Kabupaten Subang, pada tanggal 09 Januari 2024.
Acara sosialisasi dihadiri oleh Asda 2 Bidang Perekonomian dan Pembangunan, H. Hidayat, yang menjelaskan bahwa SIMPEL adalah salah satu strategi untuk memastikan keamanan tabungan siswa, menghindari masalah yang dapat timbul terkait pengelolaan tabungan anak.
Dengan melibatkan PT BPR Subang Gemi Nastiti, Pemkab Subang berharap bahwa siswa-siswa dapat menabung dengan aman dan tidak akan ada dampak negatif terhadap wali kelas dan sekolah.
Eriyat, anggota tim pelaksana dari BPR Subang, menyampaikan bahwa program ini diinisiasi karena banyaknya kasus tabungan siswa yang disalahgunakan oleh wali kelas, merugikan siswa, sekolah, dan wali kelasnya.
Melalui program ini, Pemkab Subang berkolaborasi dengan PT BPR Subang untuk memastikan bahwa siswa-siswa dapat menabung dan secara otomatis menjadi nasabah BPR. Proses teknisnya akan di koordinir oleh pihak sekolah.
Dalam menjawab pertanyaan mengenai kewajiban siswa untuk menabung atau menyisihkan sebagian uang jajan dengan batas nominal, Eriyat menjelaskan bahwa siswa diharapkan menyisihkan sejumlah uang dari uang jajan mereka, dengan batas minimal setoran tabungan per siswa sebesar Rp1.000.
Hal ini bertujuan untuk mendorong kebiasaan menabung sejak dini di kalangan siswa dan memberikan perlindungan terhadap tabungan mereka.
Bprnews.id - Pernyataan dari Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) menunjukkan keprihatinan mereka terhadap tutupnya beberapa Bank Perekonomian Rakyat (BPR) pada tahun 2023.
Ketua Umum Perbarindo, Tedy Alamsyah, menyebutkan bahwa sebagian besar BPR yang tidak beroperasi lagi disebabkan oleh masalah manajemen yang buruk, baik dari pihak pengurus maupun karyawan.
"Selaku asosiasi kami sangat prihatin, apabila ada BPR yang ditutup oleh regulator. Hampir sebagian besar BPR yang tidak beroperasional lagi karena adanya mismanagement baik yang dilakukan oleh oknum pengurus maupun karyawan," kata Ketua Umum Perbarindo Tedy Alamsyah kepada Republika, Selasa (9/1/2024).
Meskipun demikian, Tedy Alamsyah menekankan bahwa potensi bisnis BPR masih besar, dan industri ini memiliki peluang dan prospek yang baik. Ia menyebutkan bahwa pertumbuhan kinerjanya masih positif, dan BPR mampu bertahan dari dampak pandemi COVID-19.
Perbarindo berusaha untuk terus mengajak dan mengedukasi pelaku industri BPR agar menjaga kepatuhan, meningkatkan tata kelola, dan melakukan mitigasi risiko yang baik. Mereka meyakini bahwa dengan regulasi yang ada, peluang untuk melakukan tindak pidana di bidang perbankan semakin kecil.
"Terkait konsolidasi, sesuai dengan khittah pendirian BPR yaitu melayani masyarakat pedesaan dan pelaku umkm, apabila hari ini masih mampu beroperasional dengan baik, sehat dan mampu berkontribusi bagi masyarakat, maka dorong terus BPR terus tersebut berkarya dan berbuat sesuai kapasitas yang dimilikinya," ujar Tedy.
Sepanjang 2023, sebanyak empat BPR mengalami kebangkrutan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tercatat melakukan pencairan penjaminan kepada PT BPR Bagong Inti Marga atau BPR BIM yang izinnya telah dicabut pada 3 Februari 2023 dan BPR Karya Remaja Indramayu atau BPR KRI dicabut izinnya pada 12 September 2023.
LPS juga mencairkan penjaminan kepada BPR Indotama UKM Sulawesi yang dicabut izinnya pada 15 November 2023. Selain itu, OJK juga mencabut izin usaha BPR Persada Guna pada 4 Desember 2023 berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-84/D.03/2023.
Lalu yang terbaru, LPS melakukan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan likuidasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Wijaya Kusuma di Madiun, Jawa Timur. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mencabut izin usaha BPR Wijaya Kusuma.
Ketika BPR yang sehat dan mampu beroperasi dengan baik dapat berkontribusi bagi masyarakat, Perbarindo mendukung agar BPR tersebut terus berkarya sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Meskipun ada tantangan, asosiasi ini berharap agar BPR dapat terus berkontribusi dalam melayani masyarakat pedesaan dan pelaku UMKM, sesuai dengan tujuan pendiriannya.
Bprnews.id - Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjatuhkan sanksi terhadap Bank Jepara Artha, termasuk larangan menghimpun dana dari masyarakat, serta penonaktifan beberapa direksi, menunjukkan adanya permasalahan serius di bank tersebut.
Penjabat (Pj) Bupati Jepara, Edy Supriyanta, mengatakan Direktur Utama, Direktur Bisnis, dan pejabat eksekutif. Ketiganya dinonaktifkan sejak Kamis, 4 Januari 2024. Kemudian Direktur Kepatuhan ditunjuk menjadi pelaksana.
"Yang dinonaktifkan Direktur Utama, Direktur Bisnis, dan pejabat ekskutif. Tapi statusnya masih karyawan. Penonaktifan itu tindak lanjut atas pengawasan OJK. Untuk jalannya Bank Jepara Artha masih ada satu direksi yang dipertahankan, yaitu Direktur Kepatuhan," ujar Edy, Senin, 8 Januari 2024.
Beberapa hal seperti transaksi mencurigakan yang nilainya mencapai ratusan miliar menjadi perhatian, dan hal ini dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan.
Penonaktifan direksi dan pejabat eksekutif merupakan tindakan preventif untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Bank Jepara Artha.
Penunjukan Direktur Kepatuhan sebagai pelaksana juga mencerminkan upaya Pemerintah Kabupaten Jepara untuk memberikan kejelasan dan keamanan dalam mengelola bank tersebut.
Langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Pemerintah Kabupaten Jepara, termasuk upaya tim penyehatan Bank Jepara Artha, akan menjadi kunci dalam proses pemulihan dan stabilisasi keuangan bank
"Ini kami mau rapat dengan OJK untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya," kata Edy.
Keputusan dan langkah-langkah ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat serta mendukung kelangsungan operasional bank tersebut.