BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sepakat memperpanjang kerja sama melalui penandatanganan Nota Kesepahaman terkait Penilaian dalam rangka Fungsi Resolusi Bank dan Penyelesaian Permasalahan Perusahaan Asuransi. Penandatanganan ini berlangsung di Makassar.
“Ini menunjukkan komitmen kuat LPS untuk terus bekerja sama dan berkoordinasi, khususnya terkait penilaian aset bank dan perusahaan asuransi setelah penjaminan asuransi berlaku efektif,” ujar Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank.
Kerja sama ini meliputi pertukaran data dan informasi, koordinasi terkait penilaian, pengembangan pedoman serta metodologi penilaian. Selain itu, juga mencakup konsultasi terkait penerimaan aset, pemberian keringanan utang, dan perhitungan harga dasar untuk pencairan aset, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam fungsi resolusi bank dan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi.
“Proses resolusi memerlukan dukungan dari Penilai Publik, terutama saat LPS melakukan _due diligence_ atau audit terhadap catatan keuangan bank bermasalah. Selain itu, dalam hal likuidasi bank, LPS juga membutuhkan bantuan untuk menilai aset yang dilikuidasi,” jelas Didik.
LPS telah menjalin kerja sama dengan MAPPI sejak Nota Kesepahaman pertama pada 2019. Ke depan, kemitraan ini diharapkan semakin memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan menjaga stabilitas keuangan.
Selain itu, LPS juga menggelar pelatihan bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kantor Akuntan Publik (KAP), dan MAPPI. Pelatihan ini bertujuan memperkuat kerja sama dalam menangani aset bermasalah, terutama dalam konteks likuidasi bank oleh LPS.
“Kami yakin pelatihan ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga memperkuat kolaborasi strategis yang sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu menjaga stabilitas sistem keuangan nasional,” ungkap Didik.
Kolaborasi lintas lembaga ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang lebih efektif dan inovatif dalam mengelola aset eks bank yang dilikuidasi.
BPRNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Masalahnya adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai tujuan. Misalnya, ada CSR sebesar 100, yang digunakan hanya 50, sementara 50 sisanya tidak digunakan sebagaimana mestinya. Nah, yang jadi masalah adalah jika dana yang tidak digunakan itu malah dialokasikan untuk kepentingan pribadi," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK.
Asep menjelaskan modus korupsi dalam kasus ini, dengan mencontohkan dana CSR yang seharusnya dialokasikan untuk membangun fasilitas sosial atau publik tetapi justru diselewengkan.
"Kalau dana CSR digunakan untuk membangun rumah atau jalan sesuai rencana, tidak ada masalah. Tetapi, masalah muncul ketika dana tersebut digunakan untuk hal lain yang tidak sesuai peruntukan," jelas Asep.
KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus ini, meskipun identitasnya belum diumumkan ke publik. Informasi terkait akan disampaikan bersamaan dengan langkah hukum berupa penangkapan atau penahanan.
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan KPK dalam proses pengusutan kasus ini. Kedua lembaga tersebut berjanji akan kooperatif dan mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan.
BPRNews.id - Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Sugito, menerima kunjungan audiensi dari Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Selatan (Sumsel) dan Babel, Arifin Susanto, pada Rabu (18/9/2024) di ruang kerjanya. Pertemuan tersebut membahas berbagai isu terkait pengembangan ekonomi dan keuangan daerah, serta rencana pendirian kantor perwakilan OJK Sumsel Babel di Pangkalpinang.
Sugito menyampaikan apresiasinya atas rencana tersebut dan optimistis dengan kehadiran OJK di Pangkalpinang. "Insya Allah, di awal Desember, kantor OJK akan beroperasi di sini. Saya sangat mendukung dan berharap ini akan memperkuat sinergi kita dalam menjaga stabilitas keuangan daerah," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya keberadaan OJK dalam memberikan pelayanan dan asistensi kepada pemerintah daerah, terutama dalam mengembangkan sektor keuangan dan menjaga stabilitas sistem keuangan daerah. Sugito juga berharap agar OJK Sumsel Babel aktif memberikan edukasi terkait literasi keuangan, baik kepada pemerintah maupun masyarakat, hingga ke tingkat desa. "Jika memungkinkan, edukasi ini bisa menjangkau hingga level desa," tambahnya.
Sementara itu, Arifin Susanto, Kepala OJK Sumsel Babel, menjelaskan bahwa untuk sementara waktu, kantor perwakilan OJK akan berlokasi di sebuah ruko di Cityhall, Pangkalpinang. "Kami akan memulai dengan menyewa ruko sebagai kantor sementara. Harapannya, ini akan mempermudah koordinasi dengan pemerintah daerah serta memperluas akses edukasi dan literasi keuangan," ungkap Arifin.
BPRNews.id - Di tengah ketatnya likuiditas, perbankan semakin memanfaatkan insentif yang diberikan oleh Bank Indonesia (BI) melalui Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). Data menunjukkan bahwa hingga minggu kedua September 2024, insentif KLM mencapai Rp 256,1 triliun, meningkat dari Rp 255 triliun pada Juni 2024. Kelompok bank BUMN menerima porsi terbesar, dengan Rp 118,6 triliun, naik dari Rp 117 triliun pada Juni.
Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) menerima Rp 110,5 triliun, meningkat dari Rp 109 triliun pada Juni 2024. Sementara itu, insentif untuk Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) mengalami penurunan dari Rp 3,69 triliun menjadi Rp 2,6 triliun. Bank Pembangunan Daerah (BPD) memperoleh insentif sekitar Rp 24 triliun, yang tetap stabil sepanjang periode tersebut.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa insentif KLM ini disalurkan ke sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi minerba, pangan, UMKM, sektor otomotif, perdagangan, listrik, gas, air (LGA), pariwisata, dan ekonomi kreatif. "Likuiditas perbankan memadai sejalan dengan implementasi bauran kebijakan Bank Indonesia, termasuk Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM)," ujar Perry.
Perry menambahkan bahwa BI akan terus memperkuat implementasi KLM, terutama untuk sektor-sektor yang mendukung penciptaan lapangan kerja, sektor tersier yang menjadi sumber pertumbuhan baru, serta sektor yang meningkatkan inklusivitas, terutama bagi kelas menengah ke bawah, sambil tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
BPRNews.id - Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit sebesar 11,40 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Agustus 2024. Perry Warjiyo, Gubernur BI, menyebutkan empat faktor utama yang menopang pertumbuhan ini. "Pertumbuhan kredit didukung oleh minat penyaluran kredit yang terjaga, pendanaan yang memadai, realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, dan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial dari BI," ujar Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu, 18 September 2024.
Perry menjelaskan bahwa BI telah menyalurkan insentif likuiditas makroprudensial sebesar Rp256,1 triliun. "Jumlah tersebut disalurkan ke beberapa kelompok bank, yaitu Rp116,6 triliun untuk bank BUMN, Rp110,5 triliun untuk bank swasta nasional, Rp24,4 triliun untuk BPD, dan Rp2,6 triliun untuk kantor cabang bank asing," tambahnya. Insentif ini diarahkan ke sektor-sektor prioritas seperti hilirisasi minerba, pangan, UMKM, otomotif, perdagangan, listrik, gas, air, serta pariwisata dan ekonomi kreatif.
Menurut Perry, permintaan kredit yang baik dari sektor korporasi, khususnya yang bergerak di sektor padat modal, turut mendorong pertumbuhan kredit. Namun, sektor korporasi di bidang padat karya masih perlu ditingkatkan. Selain itu, kredit rumah tangga, khususnya di sektor properti, juga tumbuh dengan baik.
"Pertumbuhan kredit modal kerja mencapai 10,75 persen (yoy), kredit investasi tumbuh 13,08 persen, dan kredit konsumsi tumbuh 10,83 persen," jelas Perry. Pembiayaan syariah dan UMKM masing-masing mencatat pertumbuhan 11,61 persen dan 4,62 persen.
Dengan melihat tren hingga Agustus, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit hingga akhir 2024 akan berada di kisaran 10-12 persen. Perry menegaskan, "BI akan terus memperkuat implementasi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial, terutama untuk sektor-sektor yang mendukung penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan inklusivitas keuangan, dengan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian."