bprnews.id - Sofiyatun, seorang pemilik restoran lokal asal Gayamsari, di Kota Semarang, yang mendatangi kantor Law Hukum Dr. Hendra Wijaya di Jalan Seroja Semarang pada Selasa sore, guna mendapatkan bantuan hukum yang dialaminya, yaitu penyalahgunaan Nomor Identitas Warga Negara Indonesia (NIK) oleh lembaga bank mikro yang dikenal dengan BPR.
Penyalahgunaan identitas NIK telah terjadi dan baru diketahui ketika salah seorang warga akan mengajukan pinjaman di lembaga pembiayaan, namun ditolak karena dinilai bermasalah dalam pinjaman. Mengaku tidak pernah mengajukan pinjaman sebelumnya, dirinya tersebut kemudian melakukan pengecekan ke Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kita dapat info bahwa saya tidak bisa menggunakan pinjaman itu karena dengan alasan saya punya pinjaman di bank BPR Gunung Kawi,” ujar Sofiyatun.
Hasilnya NIK miliknya sama dengan milik orang lain, meski memiliki nama dan alamat yang berbeda. Dugaannya ada pada lembaga pemberi pinjaman BPR yang mungkin sengaja atau salah menginput data nasabah secara tidak akurat.
Atas kejadian tersebut, Sofiyatun sempat meminta pihak lembaga pembiayaan BPR untuk melakukan perubahan data, namun tidak mendapat tanggapan. Merasa tidak digubris, korban kemudian melaporkan ke polisi atas dasar penyalahgunaan identitas.
Atas kejadian tersebut, Sofiyatun sempat tegas meminta perubahan informasi pribadinya kepada lembaga pembiayaan BPR, namun permohonannya tidak mendapat tanggapan perasaan diabaikan dan tidak berdaya mendorongnya untuk melaporkan kejadian tersebut ke polisi, atas dasar penyalahgunaan identitas.
“Saya ke Capil untuk pengecekan identitas saya. Setelah itu kan saya nunggu satu bulan ternyata tidak ada perubahan lagi. Akhirnya kan saya kesal, saya ambil laporan ke Ditreskrimsus,” tegasnya.
Pengacara korban, yaitu Walden Van Hauten Sipahutar Sang pengacara mewakili korban dalam permasalahan hukum ini, berlandaskan pasal 49 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Saat ini, masih dalam proses penyelidikan oleh Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.
“Jadi 2011 dilakukan pinjaman oleh pihak Rahayu ini yang tidak kita kenal sama sekali, kemudian 2012 macet, dan sampai tahun 2023 ini masih tercantum di sistem informasi debitur itu masih macet,” jelas Walden.
Lebih lanjut Walden berpesan agar semua orang untuk lebih berhati-hati mengenai data pribadi. Pasalnya, kasus penyalahgunaan data pribadi saat ini sedang marak dan banyak memakan korban.
Pengacara korban, Walden Van Hauten Sipahutar dari Law Firm Dokter Hendra Wijaya menggarisbawahi pentingnya ekstra hati-hati dalam menjaga kerahasiaan data pribadi karena kasus-kasus penyalahgunaan menjadi pusat perhatian.