BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin 12 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) sejak awal tahun ini, termasuk Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Wijaya Kusuma, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), BPR Bank Pasar Bhakti, Perumda BPR Bank Purworejo, dan BPR Bank Jepara Artha.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa industri BPR dan BPRS masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama yang bersifat struktural. Tantangan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek utama.
Pertama, permodalan dan disparitas skala usaha. Sebagian besar BPR dan BPRS merupakan lembaga dengan skala usaha kecil. "BPR dan BPRS juga masih dihadapkan dengan kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar pada akhir tahun 2024, bagi BPR, dan 31 Desember 2025 bagi BPRS," ujar Dian dalam peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B), Senin (27/5).
Tantangan kedua berkaitan dengan tata kelola dan manajemen risiko. OJK menilai kualitas dan kuantitas pengurus serta sumber daya manusia (SDM) di industri BPR dan BPRS perlu dioptimalkan. "Dibutuhkan penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang efektif untuk meningkatkan kinerja industri BPR dan BPRS," tambahnya.
Ketiga, BPR dan BPRS menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan lembaga keuangan lainnya. Dian menekankan pentingnya bagi BPR dan BPRS untuk mengikuti perkembangan teknologi.
"Masifnya perkembangan teknologi informasi mendorong inovasi produk dan layanan keuangan yang menjadi pesaing berat bagi industri BPR dan BPRS," jelasnya.
Fanly Tanto, Country Director Indonesia dari Google Cloud, menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi digital untuk kemajuan industri BPR/BPRS. Teknologi seperti artificial intelligence (AI) dan machine learning dapat digunakan untuk memudahkan proses verifikasi data nasabah, penyusunan rencana pemasaran, hingga deteksi aktivitas mencurigakan atau penipuan.
"Dengan memanfaatkan teknologi, proses pembukaan rekening bisa menjadi sangat mudah dan efisien, serta dapat diakses kapan saja dan di mana saja, mengingat saat ini banyak nasabah yang menuntut pelayanan 24 jam," kata Fanly.
Devoteam G Cloud dan Google Cloud berkolaborasi untuk membantu BPR di Indonesia melakukan digitalisasi dan modernisasi. Komang Mertayasa, Artificial Intelligence & Machine Learning Engineer dari Devoteam G Cloud, menjelaskan bahwa generative AI dapat mendorong BPR/BPRS untuk memperluas bisnis secara cepat dan efisien.
"Teknologi ini juga dapat meningkatkan kemampuan layanan pelanggan, efisiensi operasional, dan mentransformasi manajemen data keuangan," ujarnya.
BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPR hanya melakukan kegiatan berupa simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang disamakan, serta menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Usaha BPR meliputi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Digitalisasi dan modernisasi adalah langkah penting yang harus diambil oleh BPR dan BPRS untuk menghadapi tantangan yang ada, meningkatkan efisiensi, dan tetap kompetitif di era teknologi yang terus berkembang.