BPRNews.id - Permata Bank melalui Chief Economist, Josua Pardede, menyatakan optimisme terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 yang diproyeksikan mencapai 5,15 persen, meskipun tantangan dari kondisi global yang tidak menentu tetap ada.
Menurut Josua, faktor utama yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi rumah tangga dan investasi. "Proyeksi optimis ini memberikan dasar kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, memaksimalkan potensi konsumsi rumah tangga, memperkuat diversifikasi ekspor, serta menarik investasi asing langsung," ujarnya pada peluncuran laporan Economic Outlook 2025 di Jakarta, Selasa 3 Desember 2024.
Selama dua tahun terakhir, perekonomian Indonesia tercatat stagnan pada angka 5 persen year on year (yoy), dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 5,31 persen pada 2022 dan 5,05 persen pada 2023. Untuk semester pertama 2024, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh 5,08 persen yoy.
Josua juga mengungkapkan bahwa untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global, diperlukan sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter. "Kami percaya bahwa memanfaatkan potensi domestik yang dimiliki Indonesia menjadi kunci dalam mengatasi tantangan perekonomian akibat dinamika ekonomi global," jelasnya.
Dalam laporan Economic Outlook 2025, Permata Bank memproyeksikan inflasi Indonesia akan berada di kisaran 3,12 persen, sesuai dengan target Bank Indonesia (BI). Meski demikian, Josua memperingatkan bahwa kenaikan tarif PPN dan cukai menjadi 12 persen pada produk plastik, rokok, dan minuman manis akan memberikan tekanan terhadap inflasi.
Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan menguat di rentang Rp15.200 – Rp15.700/USD, didorong oleh aliran investasi langsung dan portofolio yang masuk. Di sisi lain, imbal hasil obligasi juga diprediksi akan menurun seiring dengan kebijakan suku bunga yang lebih rendah dari Bank Indonesia dan The Fed.
Dalam hal investasi, Indonesia diproyeksikan mengalami pertumbuhan, didukung oleh penurunan biaya pinjaman serta kebijakan fiskal yang mendukung perkembangan UMKM. "Meskipun ada resiko eksternal seperti tarif perdagangan baru AS dan penguatan inflasi global, Indonesia tetap memiliki prospek pertumbuhan yang positif. Hal ini diperkuat dengan inisiatif diversifikasi ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu dan memperkuat daya saing global," tambahnya.