Bprnews.id - Dalam suasana tegang yang melingkupi industri perbankan Indonesia, khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha lima BPR sejak awal 2024. Langkah ini dimaksudkan untuk menstabilkan sektor perbankan dan memulihkan kepercayaan publik yang terkikis.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan, Dian Ediana Rae, OJK memiliki visi strategis untuk merampingkan jumlah BPR seiring dengan implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Dalam konferensi pers, Dian mengungkapkan bahwa ada tiga faktor utama yang menyebabkan penurunan jumlah BPR di Indonesia.
"Pertama, kepemilikan BPR tidak lagi dapat dimonopoli oleh satu pihak. Kedua, adanya ketentuan modal minimum sebesar Rp6 miliar. Dan ketiga, kasus penipuan atau fraud yang menjadi penyebab banyak BPR harus ditutup," ungkap Dian.
Langkah OJK ini merupakan bagian dari upaya untuk menjaga kinerja sehat bank-bank, meskipun beberapa harus ditutup karena masalah struktural yang mendasarinya. Meski demikian, OJK dan LPS menjamin bahwa dana masyarakat di BPR tetap aman.
Penutupan BPR juga memberikan dampak positif dalam jangka panjang dengan memperkuat fondasi sektor perbankan. Melalui peningkatan kualitas tata kelola dan pengembangan sumber daya manusia, OJK berharap sektor BPR dapat menjadi lebih tangguh dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan dukungan regulasi yang progresif dan komitmen untuk tata kelola yang baik, sektor BPR diharapkan dapat melewati masa kritis ini dan berkontribusi lebih signifikan terhadap inklusi keuangan dan pembangunan ekonomi Indonesia.