Bprnews.id – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, mengungkapkan sejumlah alasan yang menyebabkan tingginya kredit macet Non-Performing Loan (NPL) di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) hingga menyebabkan banyak BPR yang tutup.
"Peningkatan NPL BPR/S dipengaruhi antaranya oleh berakhirnya kebijakan restrukturisasi dan persaingan usaha debitur yang semakin kompetitif sehingga meningkatkan eksposur risiko kredit," jelas Dian dalam jawaban tertulis RDKB OJK April 2024.
Meski demikian, untuk memitigasi dampak negatif dari peningkatan rasio NPL tersebut, rasio permodalan Capital Adequacy Ratio (CAR) BPR dan BPRS pada Maret 2024 tetap dijaga kuat dengan masing-masing sebesar 32,60% dan 23,56%.
Dian menekankan bahwa rasio CAR yang berada jauh di atas ambang batas tersebut menunjukkan bahwa BPR/S memiliki ketahanan permodalan yang mampu menyerap risiko yang dihadapi, terutama risiko kredit.
"Oleh karena itu, konsolidasi industri dan pemenuhan Modal Inti Minimum terus didorong untuk menjaga ketahanan industri BPR/S dari tantangan perkembangan dan persaingan. Selain itu, untuk memitigasi risiko kredit, BPR/S juga aktif membentuk cadangan kerugian sebagai buffer apabila terdapat penurunan kualitas kredit," tambah Dian.
Data menunjukkan bahwa NPL di BPR naik menjadi 10,55% pada Februari 2024, dibandingkan Februari 2023 yang berada di level 8,42%. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sedang melakukan "pembersihan" terhadap BPR dan BPRS dalam rangka penguatan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa akan ada pengurangan sekitar ratusan BPR/BPRS lagi dalam prosesnya.
Saat ini, jumlah BPR di Indonesia sebanyak 1.566 bank pada Maret 2024, menyusut dari 1.623 BPR pada Desember 2021.
Sepanjang lima bulan pertama tahun 2024 ini, sudah ada 11 BPR yang telah dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan. Jumlah bank yang tutup tahun ini sudah melebihi rata-rata sebelumnya.