Bprnews.id - Data breach atau kebocoran data seringkali memenuhi media massa, terutama di Indonesia dan tak luput juga pada sektor perbankan. Kejahatan teknologi ini tidak hanya menimbulkan dampak buruk bagi nasabah, namun juga bagi perusahaan atau bank itu sendiri.
Zulkifli Salim, Deputi Direktur Digitalisasi, Pusat Keuangan dan Transformasi Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mengungkapkan bahwa pelanggaran data menjadi topik permasalahan utama di dunia perbankan di era digital ini banyaknya kasus data breaching meresahkan banyak pihak dan tentunya perlu ada upaya pencegahan yang berfungsi secara maksimal.
“Kita itu punya prestasi yang tidak menggembirakan, salah satu negara yang mengalami kasus data breaching terbanyak,” katanya saat menjadi pembicara di acara World Cloud Show 2023 di Jakarta, Selasa (7/11).
Maka dari itu, permasalahan mengenai keamanan ruang siber merupakan salah satu fokus dari badan regulator perbankan seperti OJK saat ini.
Zulkifli mengungkapkan bahwa meskipun banyak serangan siber yang menyasar institusi pemerintah, sektor keuanganlah yang paling menderita akibat serangan ransomware. Menyikapi hal tersebut, OJK telah melakukan berbagai upaya, salah satu prinsipnya adalah peta jalan Perkembangan Perbankan Indonesia yang menjadi pedoman 5 tahun sektor perbankan tanah air.
Menanggapi hal ini, OJK telah berupaya dengan mengusung roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia yang menjadi panduan dunia perbankan Indonesia selama 5 tahun sekali.
Melalui upaya ini, OJK tak hanya mengkonsolidasi, tetapi juga menekankan pentingnya digitalisasi perbankan yang diikuti oleh keamanan ruang siber.
OJK berkomitmen tidak hanya melakukan konsolidasi namun juga menekankan pentingnya digitalisasi perbankan yang dibarengi dengan keamanan ruang siber. Upaya yang dilakukan adalah dengan menyebarkan wawasan mengenai percepatan digitalisasi perbankan di situs resminya yang dapat diakses oleh siapa saja. Upaya-upaya tersebut secara tidak langsung meningkatkan literasi digital masyarakat, khususnya terkait keamanan perbankan digital.
"Salah satu upaya yang dilakukan oleh OJK adalah dengan mengeluarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 29/SEOJK.03/2022 Tentang Ketahanan dan Keamanan Siber Bagi Bank Umum," ucap Zulkifli.
Selain itu, ada juga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Surat edaran ini memuat panduan bagi bank umum dalam menghadapi ancaman keamanan siber dan kebocoran data nasabah. Kemudian, OJK juga mewajibkan bank umum untuk melaporkan setiap kejadian kebocoran data nasabah ke OJK.
Seiring dengan terus berkembangnya lanskap perbankan digital di Indonesia, kekhawatiran mengenai ketahanan dan keamanan siber tetap menjadi prioritas utama dalam industri perbankan, OJK menyarankan bank digital untuk memperkuat sistem keamanan sibernya dan melakukan pengujian penetrasi secara berkala untuk menjaga platformnya apalagi bank digital harus mengutamakan keamanan data nasabah melalui enkripsi dan sistem autentikasi yang kuat.
Dalam rangka meningkatkan keamanan siber OJK bersama lembaga-lembaga seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk memperkuat keamanan siber dan mencegah pembobolan data nasabah.
Untuk jangka panjang, OJK juga akan membawakan Digital Maturity Assessment for Banks yang bertujuan untuk mengukur tingkat digitalisasi bank berdasarkan d8 kategori dengan menggunakan 95 parameter kontrol, sehingga memberikan wawasan mengenai efektivitas transisi digital yang dilakukan oleh perbankan di Indonesia.