Bprnews.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan angin segar bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR Syariah) dengan mengizinkan mereka untuk melantai di bursa efek.
Langkah ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang menjadi landasan hukum bagi BPR dan BPR Syariah untuk memasuki pasar modal.
Ketentuan ini juga telah diatur secara rinci dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR Syariah) yang baru diterbitkan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa amanat tersebut memberikan peluang bagi BPR untuk meningkatkan akses permodalan atau pendanaan melalui pasar modal.
"Meski demikian, bukan berarti setiap BPR atau BPR Syariah harus melakukan penawaran umum," ujar Dian dalam keterangan resminya, Minggu (19/5/2024).
Untuk dapat melakukan penawaran umum, POJK 7/2024 menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh BPR atau BPR Syariah. Pertama, mereka harus memiliki modal inti minimum sebesar Rp 80 miliar.
Selain itu, BPR dan BPRS harus memiliki penilaian tata kelola dengan predikat paling rendah peringkat 2.
Tidak hanya itu, BPR dan BPRS juga diwajibkan untuk memiliki penilaian profil risiko paling rendah peringkat 2 dan tingkat kesehatan paling rendah PK-2 dalam dua periode terakhir.
Penawaran umum efek melalui pasar modal dapat dilakukan dalam bentuk efek bersifat ekuitas atau efek bersifat utang, seperti obligasi bagi BPR dan sukuk untuk BPR Syariah.
Langkah ini diharapkan dapat membuka peluang baru bagi BPR dan BPR Syariah untuk berkembang lebih jauh dan meningkatkan daya saing mereka di sektor perbankan nasional.
OJK akan terus mengawasi dan memastikan bahwa seluruh persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan dapat dipatuhi oleh BPR dan BPR Syariah yang berencana untuk melantai di bursa efek.