BPRNews.id – Bahrani, mantan Direktur Utama PT BPR Barito Kuala, menghadapi tuntutan hukuman penjara selama enam tahun. Bahrani didakwa menyelewengkan uang dari tempat kerjanya.
Selain tuntutan penjara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rizka Nurdiansyah dari Kejaksaan Negeri Barito Kuala juga menetapkan terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 500.000.000. Jika Bahrani tidak mampu membayar denda tersebut, maka ia harus menjalani pidana kurungan selama enam bulan.
Tuntutan ini disampaikan oleh JPU dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, dipimpin oleh hakim Yusriansyah. JPU meyakini bahwa terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 3 jo Pasal 18 ayat (2), (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, seperti yang tercantum dalam dakwaan subsider.
Selama menjabat sebagai pimpinan BPR, Bahrani didakwa telah menyelewengkan dana perusahaan yang mencapai Rp 8.480.000.000. Tindakan ini dilakukan oleh terdakwa sejak tahun 2019 hingga 2022.
Dalam menjalankan aksinya, terdakwa menggunakan modus operandi dengan meloloskan persyaratan kredit untuk 17 orang debitur, yang tidak sesuai dengan ketentuan BPR, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 8.480.000.000.
Tidak hanya Bahrani, beberapa karyawan yang menjadi saksi dalam kasus ini, seperti Mabyudin, M Zuifansyah, Dewi Yanthi, dan Chairi Mahadiani, kemungkinan juga akan menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan kerugian negara yang cukup besar dan menunjukkan adanya praktik korupsi di tingkat perbankan yang seharusnya menjadi pilar kepercayaan masyarakat