Bprnews.id - Sejak tahun 2005, sebanyak 125 bank di Indonesia telah mengalami kebangkrutan, dengan mayoritas berasal dari Jawa Barat. Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lana Soelistianingsih, mengungkapkan bahwa LPS melakukan resolusi rata-rata lima bank setiap tahunnya.
"Pada tahun 2024, terdapat tiga bank yang diresolusi," ujar Lana dalam acara Bloomberg Technoz Economic Outlook 2024 pada Rabu (7/2/2024).
Salah satu bank terbaru yang bangkrut adalah PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, yang izinnya telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kemudian ditangani oleh LPS. Pada awal tahun 2024, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) juga mengalami kebangkrutan dan dicabut izin usahanya oleh OJK karena pengelolaan yang tidak sehat.
BPR Wijaya Kusuma juga mengalami kebangkrutan pada tahun yang sama, dan LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan serta meminta OJK untuk mencabut izin usahanya.
Sejak tahun 2005 hingga saat ini, sebanyak 125 bank telah mengalami kegagalan, dengan mayoritas merupakan bank perekonomian rakyat (BPR). Hanya satu bank umum yang diresolusi oleh LPS pada tahun 2008.
Lana menjelaskan bahwa secara sebaran, bank yang mengalami kebangkrutan paling banyak terdapat di Jawa Barat. "Jawa Barat memiliki jumlah BPR yang cukup banyak, sehingga tidak mengherankan jika jumlah bank bangkrut juga tinggi di sana," ujarnya.
Menurut data LPS, dari Jawa Barat sendiri terdapat 41 bank yang bangkrut, menyumbang 32,8% dari total bank bangkrut. Salah satu bank terbaru yang bangkrut dari Jawa Barat adalah Perumda BPR Karya Remaja Indramayu, yang izin usahanya dicabut oleh OJK pada tahun 2023.
Selain dari Jawa Barat, terdapat 19 bank bangkrut dari Sumatera Barat, 16 bank dari Jawa Timur, dan sembilan bank dari Bali. Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menyatakan bahwa mayoritas bank bangkrut mengalami masalah fraud.
OJK berkomitmen untuk mengatasi masalah tersebut, terutama di BPR, melalui berbagai cara, termasuk penerbitan regulasi yang lebih ketat.
"Mesti dibereskan. Agar punya BPR kuat dan sehat. Masyarakat terlindungi, tak ada duit diambil karena fraud," ujar Dian dalam wawancara dengan Bisnis pada akhir tahun lalu.