Bprnews.id - Gelombang penutupan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Indonesia memberikan pelajaran kepada deposan untuk lebih berhati-hati dan selektif dalam menempatkan dananya.
Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menekankan bahwa deposan perlu memperhatikan indikator kesehatan bank, termasuk tata kelola dan track record pemilik BPR sebelum menempatkan dana mereka.
Fenomena ini dianggap sebagai kesempatan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat terkait pilihan tempat penyimpanan dana.
Bhima juga menyoroti dampak positif lainnya, yakni munculnya kehati-hatian dari masyarakat terhadap BPR dan kemungkinan mereka akan beralih ke bank umum yang dianggap lebih aman.
"Ke depan, deposan tidak hanya tergiur bunga tinggi tapi juga aspek tata kelola BPR. Itu sisi positifnya," ucap Bhima.
Gelombang penutupan BPR juga memicu pertimbangan orang untuk menyimpan dana mereka di institusi keuangan yang dianggap lebih stabil.
Selama tahun 2023, empat BPR mengalami kebangkrutan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah melakukan pencairan penjaminan kepada BPR yang izinnya dicabut.
Bhima menjelaskan, gelombang penutupan BPR harus dilihat sebagai rentannya lembaga pembiayaan di sektor usaha mikro. Khususnya di tengah kondisi atau efek naiknya suku bunga dan masalah managerial.
"Tampaknya bagi nasabah terutama di daerah menjadi super hati-hati bahkan tidak sedikit yang skeptis menyimpan dana di BPR," ujar Bhima.
Sepanjang 2023, sebanyak empat BPR mengalami kebangkrutan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tercatat melakukan pencairan penjaminan kepada PT BPR Bagong Inti Marga atau BPR BIM yang izinnya telah dicabut pada 3 Februari 2023 dan BPR Karya Remaja Indramayu atau BPR KRI dicabut izinnya pada 12 September 2023.
LPS juga mencairkan penjaminan kepada BPR Indotama UKM Sulawesi yang dicabut izinnya pada 15 November 2023. Selain itu, OJK juga mencabut izin usaha BPR Persada Guna pada 4 Desember 2023 berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-84/D.03/2023.
Lalu yang terbaru, LPS melakukan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan likuidasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Wijaya Kusuma di Madiun, Jawa Timur. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mencabut izin usaha BPR Wijaya Kusuma.
"Proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan likuidasi bank dilakukan setelah izin BPR Wijaya Kusuma dicabut oleh OJK terhitung sejak 4 Januari 2024,” kata Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (4/1/2024).
Dalam rangka pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Wijaya Kusuma, Dimas memastikan LPS akan memastikan simpanan nasabah dapat dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dia menuturkan, LPS juga akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar.
Rekonsiliasi dan verifikasi dimaksud akan diselesaikan LPS paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha yaitu paling lambat pada 31 Mei 2024.
“Pembayaran dana nasabah akan dilakukan secara bertahap selama kurun waktu tersebut,” ucap Dimas.
OJK juga terus melakukan tindakan pengawasan dan penertiban terhadap BPR yang bermasalah sebagai upaya untuk membersihkan sistem perbankan dari masalah dan meningkatkan kesehatan lembaga keuangan.
Penting bagi masyarakat untuk memahami kondisi dan reputasi lembaga keuangan tempat mereka menyimpan dana serta memastikan kepatuhan mereka terhadap indikator kesehatan keuangan.