Bprnews.id - Industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Tanah Air menghadapi ketidakpastian karena beberapa BPR mengalami masalah dan akhirnya tutup. Dalam kurun waktu dua bulan terakhir, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat enam BPR mengalami kebangkrutan dan izin operasionalnya dicabut. Keenam BPR yang terkena dampak ini termasuk Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, Koperasi BPR Wijaya Kusuma, dan PT BPR EDCCASH.
Kasus terbaru adalah pencabutan izin PT BPR EDCCASH, sesuai dengan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK KEP-26/D.03/2024 tanggal 27 Februari 2024. Tindakan ini merupakan bagian dari pengawasan OJK untuk menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), menilai regulasi yang mengatur industri BPR belum cukup efektif dalam melindungi BPR. Meskipun OJK telah membuat beberapa aturan khusus, banyak BPR masih mengalami kesulitan. Salah satu aturan terbaru adalah POJK Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif BPR, yang menekankan manajemen risiko dan tata kelola aset perusahaan.
Dalam menghadapi tantangan ini, OJK berkomitmen untuk memperkuat dan mengkonsolidasi BPR. Meskipun jumlah BPR secara kuantitas mengalami penurunan, OJK memastikan jumlah keseluruhan kantor tidak jauh berbeda, karena beberapa kantor cabang digabungkan atau dilebur dengan BPR lain. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menyehatkan industri BPR dan meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
OJK juga berencana meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR sebagai bagian dari upaya peningkatan regulasi dan pengawasan. Dengan langkah-langkah ini, OJK berharap industri BPR akan memasuki era baru yang lebih sehat, berdaya saing, dan memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional, terutama dalam mendukung sektor UMKM.